Ringkasan Khotbah

19 February 2023
Bentukan Allah Kepada Pelayan-Nya (5)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Nehemia 1: 1-5

Nehemia 1: 1-5

Saudara-saudara, kita terus merenungkan apa yang Tuhan bentuk di dalam hati hamba-hamba Tuhan dan khususnya Nehemia. Nehemia bukan seorang nabi, bukan seorang imam, bukan seorang raja. Dia bukan orang yang mendapatkan jabatan resmi dari ketiganya dan mendapatkan urapan, tetapi Tuhan bekerja melalui seluruh institusi dan organisasi yang ada pada zaman itu. Dari surga Dia mengirimkan Roh-Nya dan mengurapi Nehemia, seorang awam. Dia adalah seorang awam yang bergerak untuk ekspansi kerajaan Allah. Di dalam Perjanjian Baru, Alkitab menyatakan pada hari Pentakosta, Roh itu datang ke seluruh jemaat. Alkitab mengatakan imam-imam bagi kerajaan Allah bukanlah seorang yang menjabat sebagai pendeta, tetapi adalah seluruh orang yang percaya di dalam Kristus Yesus yaitu saudara juga. Maka inilah yang menjadi isi hati Tuhan, membangkitkan jemaat awam yang diurapi dan bergerak untuk kerajaan-Nya. Kita ada di dunia ini diberikan umur, kesehatan, kesempatan, semuanya bukan untuk membuat kerajaan kita. Kita ada di sini untuk boleh mengekspansi kerajaan Allah, pemerintahan Kristus, di tengah-tengah kita, melalui dan di dalam hidup kita. Semua orang adalah hamba-hamba Tuhan. Semua kita adalah ambassador of Christ. Dan seorang hamba Tuhan memiliki satu jiwa yaitu jiwa untuk menyatakan Allah di tengah-tengah masyarakat, di tengah-tengah orang yang ditemuinya. Sekali lagi, pengabaran Injil dan misi pelebaran kerajaan Allah di bumi bukan tanggung jawab seorang hamba Tuhan saja, bukan orang full time saja yang bertanggung jawab, tetapi saudara dan saya di dalam seluruh konteks hidup yang Tuhan berikan.

Seorang hamba Tuhan, saudara dan saya, seorang pelayan Tuhan, Tuhan akan memakai dan sambil Dia memakai kita Dia mengajarkan sifat-Nya kepada kita. Orang yang melayani Allah adalah orang yang memiliki modal dasar yaitu makin mengenal pribadi Allah. Minggu yang lalu kita sudah membicarakan mengenai satu sifat yang Tuhan ajarkan kepada pelayan-pelayan-Nya di dalam Alkitab yaitu berkenaan dengan kedaulatan Allah. Sekali lagi ini adalah sifat Allah yang massive, yang grand, yang luar biasa megah. Kedaulatan Allah meliputi seluruh tata surya, galaksi, surga, bumi, laut dan juga mencakup setiap sel DNA yang ada pada diri manusia. Ini adalah sifat Allah yang pertama, yang utama, yang Allah ajarkan kepada kita, tetapi yang sesungguhnya paling sulit kita mengerti sebagai manusia sampai akhir hidup kita.

Kalau saudara-saudara masuk dalam kelas teologia, maka ada dua problema teologia yang paling puncak yang sampai saat ini tidak mendapatkan jawabannya secara kalimat, secara comprehensive. Yang pertama adalah the problem of evil, dan yang kedua adalah masalah kedaulatan Allah dan kebebasan manusia. Ini adalah dua topik yang terpuncak di dalam teologia yang tidak ada jawabannya secara comprehensive, secara kalimat. The problem of evil mempertanyakan dosa itu asalnya dari mana? Kenapa orang benar mendapatkan penderitaan? Dosa itu datangnya dari mana? Bukankah Allah itu suci? Sebelum apa pun dicipta, Dia itu sendirian di dalam Tritunggal yang suci adanya. Kemudian Dia menciptakan malaikat. Ketika Dia menciptakan malaikat ternyata kemudian malaikat berbuat dosa dan malaikat menjadi setan. Maka dosalah yang membuat malaikat menjadi setan. Pertanyaannya sekarang adalah dari mana dosa itu muncul? Alkitab tidak pernah menyatakan Allah menciptakan dosa. Bagaimana mungkin Allah yang suci, yang tidak ada satu noda pun di dalam-Nya, yang kemudian menciptakan seluruh ciptaan, tatanan dunia surga dan juga dunia manusia yang baik dan suci adanya, dan kemudian tiba-tiba ada sesuatu yang hitam muncul, dan kemudian seluruhnya masuk di dalam dosa. Darimana dosa? Maka itu adalah suatu pertanyaan yang tidak ada jawabnya di dalam kalimat yang comprehensive. The problem of evil.

Saudara-saudara, pertanyaan kedua teologia yang sulit adalah kedaulatan Allah. Bagaimana kita manusia dengan kebebasan yang terbatas bisa berespon kepada Allah yang berdaulat? Bukankah Allah memerintah dan Allah sudah mengatur segalanya dengan tepat? Lalu kalau begitu apa artinya aku sebagai manusia memiliki kebebasan? Beberapa puluh tahun yang lalu ada satu kejadian. Ada satu mobil yang dikendarai oleh seseorang dengan dua temannya yang adalah anak SMAInternational school dan mereka pulang dari party di Jakarta. Kemudian temannya yang memegang kendali driver itu melaju dengan cepat dan menabrak pohon dan temannya yang ada di belakang terpental dan kemudian mati. Driver itu dan teman sebelahnya kemudian menjerit-jerit melihat temannya itu mati. Saudara-saudara, maka ini adalah sesuatu hal yang sangat-sangat membingungkan. Jikalau anak ini sudah mati, mengapa anak ini mati? Karena Allah menghendakinya di dalam kedaulatan-Nya dan sudah mengukirnya demikian atau karena keteledoran supirnya? Jikalau itu keteledoran supirnya, maka yang bertanggung jawab adalah supirnya, bukan? Tetapi kalau Allah sudah menetapkan itu di dalam kekekalan, bukankah sebenarnya Allah yang bertanggung jawab terhadapnya, bukan? Dan pertanyaan yang lain adalah kenapa Allah membiarkan seakan-akan nasib anak yang di belakang itu di tangan orang lain yang sebagai supir di sana? Kenapa anak itu mati di tangan orang lain yang tidak bertanggung jawab? Apakah Allah tidak bisa melindungi di dalam keadaan seperti ini? Pertanyaan yang lain adalah, kematian itu Allah yang menentukan? Bukankah Alkitab dengan jelas mengatakan Allah yang menentukan kapan kita lahir dan kapan kita mati? Lalu apa yang sebenarnya terjadi kalau anak itu tidak ikut di dalam mobil itu, dia juga akan mati?

Oh ini pertanyaan-pertanyaan yang tidak mungkin bisa kita jawab secara tuntas, kedaulatan Allah dan kebebasan manusia. Saudara-saudara, ini adalah sesuatu yang sulit baik dalam tatanan teologia, filosofikal maupun secara spiritualitas. Tetapi Alkitab menyatakan dan Allah mengajarkan berkali-kali kepada pelayan-Nya bahwa Dia adalah Allah yang berdaulat. Pada pagi hari ini meskipun kita akan membahas tentang kedaulatan Allah, saya tidak akan mengatakan bahwa kami tahu akan semuanya ini, ada hal-hal yang tetap menjadi misteri yang sulit dimengerti. Tetapi sesungguhnya pelajaran mengenai kedaulatan Allah akan diajarkan kepada kita pelayan-pelayan-Nya melalui kehidupan ini. Sesungguhnya pengenalan kepada Allah yang hidup itu tidak didapatkan dari ilmu teologia tetapi didapatkan dari ketaatan kepada apa yang Tuhan bukakan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sekali lagi, kedaulatan Allah adalah satu hal yang sangat sulit untuk kita mengerti dan bagaimana kita harus berespon. Mungkin salah satu doa yang terbaik yang merangkum kedaulatan Allah adalah doa yang diucapkan oleh Reinhold Niebuhr seorang Neo Orthodox di dalam Serenity Prayer. Reinhold Niebuhr adalah seorang Neo Orthodox yang kita tidak bisa menerima teologianya, tetapi saudara-saudara, doa ini mungkin akan membuat saudara mengerti bagaimana manusia bergumul dengan kedaulatan Allah. Reinhold Niebuhr menuliskan doa ini: “Tuhan berikan aku ketenangan untuk menerima hal-hal yang tidak bisa aku ubah, dan keberanian untuk mengubah hal-hal yang saya bisa ubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan keduanya (mana yang bisa diubah dan mana yang tidak bisa diubah).”

Saudara-saudara, minggu yang lalu kita sudah membahas pengenalan akan Allah yang berdaulat. Pengenalan akan Allah yang berdaulat akan membuat benteng kokoh bagi kita di hadapan musuh-musuh Allah. Sekarang kita akan masuk di dalam hal kedua yang ada di dalam buku Nehemia. Kedaulatan Allah akan membuat ketentraman yang besar untuk berserah kepada Dia dan mempercayakan hidup kita kepada-Nya. Sekali lagi, karena Allah berdaulat, membuat kita boleh dengan secure, boleh dengan tentram untuk berserah kepada-Nya dan mempercayakan sisa hidup kita kepada-Nya. Saudara-saudara amati apa yang ada di dalam Alkitab, dan saudara amati buku biografi atau autobiografi orang-orang, hamba-hamba Tuhan yang Tuhan pakai. Saudara-saudara perhatikan prinsip ini: mereka yang makin mengenal Allah yang berdaulat, maka kita akan menemukan hidup mereka itu makin tidak gelisah, dan tenang dan hatinya teguh. Sekali lagi perhatikan apa yang ada di dalam Alkitab: orang-orang yang memegang kedaulatan Allah, makin orang tersebut mengenal Allah sungguh-sungguh berdaulat, maka hidupnya makin tidak gelisah, hidupnya akan tenang dan akan memiliki keteguhan hati.

Bagi sebagian besar dari kita ada sesuatu yang aneh sekali, fenomena yang aneh sekali, karena sebagian dari kita kalau mendengar Allah berdaulat, kehendak-Nya pasti akan terjadi, maka hati kita akan makin gelisah bukan? Waduh, susah ini, ini bukan sesuatu yang aku mau. Setiap kali kita berbicara Allah berdaulat, sebagian besar dari kita malah merasa hidupnya terancam. Kita tidak menyukai keadaan ini. Kita tidak menyukai Dia berdaulat atas hidup kita karena kita ingin memegang kendali setiap detik hidup kita sendiri. Seluruh jemaat Tuhan perhatikan kalimat di bawah ini. Tempat yang paling aman di seluruh dunia adalah berada tepat di tengah genggaman tangan Allah. Tempat yang paling aman di dalam hidup kita adalah tepat di pusat rencana kehendak-Nya dan kendali-Nya. Ya akan banyak tantangan tepat di centrethe will of God ini, tetapi pada saat yang sama, ada perlindungan yang jelas dari Allah yang hidup. Allah sendiri akan mengajarkan kepada kita bahwa seseorang yang mempercayakan dirinya tepat di tangan-Nya tidak akan pernah dikecewakan. Nehemia mengenal Allah yang berdaulat. Dia berdoa, memuji Allah yang berdaulat. Dan dari titik itu dia bergerak, membuat rencana-rencana untuk masuk ke dalam journey, berjalan bersama Allah di hadapan musuh-musuhnya. Oh, bukankah ini sesuatu yang unik hai jemaat? Seseorang makin mengenal Allah, dia makin takluk, makin ingin dikuasai oleh Allah dalam seluruh aspeknya. Makin seseorang mengenal Allah, ternyata dia makin intim bergaul dengan Allah di dalam doa-doanya. Makin seseorang mengenal Allah yang berdaulat ternyata dia makin memiliki ambisi yang besar untuk Allah. Aneh, saudara-saudara. Ketika Nehemia mengenal Allah yang berdaulat, dia berserah dan mempercayakan hidupnya kepada Allah. Imannya hidup. Api dan gairah untuk intim dengan Allah nyala dan dia bergerak untuk kemuliaan Allah.

Saudara perhatikan, apa yang terjadi pada Nehemia itu ‘berserah’ bukan ‘terserah’. Ketika saudara dan saya mendengarkan Allah itu berdaulat, yang muncul di dalam kebanyakan kita adalah bukan berserah, tapi terserah. Terserah itu artinya putus asa, jengkel. Ya sudah, memang tidak bisa apa-apa lagi, memang Tuhan berdaulat begini. Ya, kalau sudah begini, aku tidak mau apa-apa lagi. Masa bodoh. Malas berespon. Terserah itu artinya tidak peduli dan orang yang terserah itu tidak akan berjuang. Saudara-saudara perhatikan, terserah itu adalah sikap terhadap takdir. Terserah itu bukan respon terhadap kedaulatan Allah. Ketika Nehemia mendengar kabar buruk dari Hanani, dia tidak menyatakan begini, “Oh, gitu ya. Sudah hancur semua ya? Umat Tuhan sudah malu ya? Oh, Tuhan sudah kalah ya? Oh, ya sudahlah, memang kehendak Tuhan demikian, ini sudah nasib kita. Ya sudahlah, aku tidak bisa mengubah apa pun saja.” Kemudian dia tidak berdoa. Nehemia tidak melakukan itu.

Kedaulatan Allah itu berbeda dengan takdir. Takdir memiliki dasar pikiran tidak ada Allah atau takdir memiliki prinsip dasar bahwa ada Allah tetapi Dia tidak berintervensi atau ada Allah yang berintervensi tetapi tidak memiliki hubungan timbal balik yang intense dan dinamis dengan umat-Nya. Takdir mengasumsikan Allah adalah tidak lebih daripada Pol Pot, Dia adalah Allah yang berotoriter seperti Stalin, seperti Lenin. Kedaulatan Allah tidak memiliki prinsip seperti ini. Kedaulatan Allah yang berdaulat rela mengikatkan diri-Nya di dalam Covenant of Love dengan Nehemia, dengan kita, dengan saudara dan saya. Dan di dalam Covenant of Love itu, terbentuk suatu sharing life antara Allah dengan aku dan aku dengan Allah. Saudara-saudara, konsep takdir membuat kita tidak akan bergerak untuk berdoa atau saudara-saudara berdoa tetapi kering dan tanpa harapan. Konsep takdir tidak membuat seorang itu rajin berdoa. Dan jangan mengharapkan api di dalam doa kita jikalau kita memiliki konsep takdir. Tetapi Nehemia, pengenalannya akan Allah yang berdaulat, yang mengasihi, yang membuat loving covenant dengannya, menggerakkan Nehemia menghampiri Allah, berdoa siang dan malam, bulanan. Mencurahkan isi hatinya kepada Allah, meraung dan memanggil Allah yang berdaulat dengan api dan gairah yang gigih.

Saya percaya banyak dari orang Reformed (kita) tergelincir di dalam hal ini. Kita mengatakan kita mempercayakan kedaulatan Allah, tetapi sebenarnya yang kita pikir adalah takdir. Apalagi kalau kita sudah bicara mengenai predestinasi, langsung berpikir manusia itu seperti robot dan hasilnya begitu banyak orang Reformed yang tidak memiliki doa yang sungguh-sungguh indah, doa yang hidup, dan hubungannya dengan Allah menjadi kering. Nehemia-lah yang mengajar kita tentang kedaulatan Allah, tetapi dia pula yang mengajarkan bagaimana dia bisa berdoa siang dan malam dengan kegairahan dan api dan kegigihan, yang doa-doanya begitu intim dan begitu bersemangat dan hidup. Sekali lagi, Nehemia mengajarkan Allah yang berdaulat dan di dalam kedaulatan-Nya membuat suatu ikatan Covenant of Love dengan umat-Nya. Dan kedaulatan Allah yang dia kenal ini membuatnya bukan saja berserah, tetapi berani berharap.

Saudara-saudara, banyak dari kita takut untuk berharap kepada Tuhan karena kita pikir bahwa ya, Dia berdaulat, aku mau berharap apa, kan kehendak-Nya yang jadi. Atau di tempat yang lain, kita takut berharap karena kita takut kecewa. Saudara-saudara, Nehemia melihat semua kenyataan itu pahit di depan matanya. The problem of evil terjadi kepada umat Allah. Kejahatan dan penderitaan terjadi di depan seluruh matanya dan hidupnya sendiri tidak pasti ke depan. Tetapi Nehemia tetap bisa melihat Tuhan tetap mengontrol semuanya. Nehemia tetap bisa melihat Tuhan tetap di atas tahta-Nya dengan His loving covenant kepada dia dan kepada umat-Nya. Yahweh tetap di atas tahta-Nya dan tidak terkalahkan dan tetap dengan cinta-Nya yang tidak berubah sedikit pun. Itulah kedaulatan Allah yang dilihat oleh Nehemia. Itulah yang dilihat oleh Nehemia yang mendorong dirinya untuk berdoa mempercayakan dirinya dan berharap kepada Allah. Kedaulatan Allah itulah yang menjadi dasar doa Nehemia, dasar dia berharap bahwa kehendak-Nya yang baik dan mulia itu pasti akan terlaksana di tengah seluruh evil. Sekali lagi, dengarkan baik-baik hai jemaat. Banyak orang yang memegang kedaulatan Allah menjadi kering di dalam doa. Marilah kita mengecek sebenarnya siapa yang mengajarkan kepada kita tentang Allah yang berdaulat. Bukankah itu para penulis Alkitab? Bukankah itu Rasul dan Nabi? Tapi saudara perhatikan, dia yang mengajarkan kedaulatan Allah kepada gerejanya adalah orang-orang yang paling bergairah untuk mencari wajah Allah.

Perhatikan satu kalimat dari orang Puritan ini. Doktrin kedaulatan Allah di dalam Alkitab mengajarkan bahwa Allah di dalam kedaulatan-Nya menetapkan ada hal-hal di bumi ini yang tidak akan terjadi di luar permintaan gigih dari gereja-Nya. Sekali lagi saudara-saudara, perhatikan apa yang orang Puritan ini katakan. Doktrin kedaulatan Allah di dalam Alkitab mengajarkan bahwa Allah di dalam kedaulatan yang menetapkan ini, ada hal-hal di bumi ini yang tidak terjadi di luar permintaan gigih gereja-Nya. Bahkan Yesus sendiri mengajarkan jenis seperti ini tidak bisa diusir tanpa doa dan puasa. Saudara-saudara, pelayanan itu sulit. Pelayanan itu bukan suatu pekerjaan di luar diri pelayan. Tidak ada seorang pelayan Tuhan yang bisa bekerja secara profesional. Pelayanan sesungguhnya melebihi dari profesionalisme karena pelayanan itu selalu terkait erat dengan seluruh kepribadian dan hati seorang pelayan. Alkitab menyatakan, seluruh pelayan Tuhan adalah pelayanan yang keluar dari dirinya sepenuhnya. Maka pelayanan itu tidak mudah, akan ada tantangan. Ada peperangan, ada bahaya, ada musuh yang mau menggagalkan semua pekerjaan baik dari Tuhan di muka bumi ini. Dan berkali-kali gereja yang benar melayani di dalam keadaan yang susah, dimusuhi, dianiaya, mengalami jalan buntu dan tidak sedikit yang mempertaruhkan nyawanya. Maka mengenal Allah yang berdaulat yang mengikatkan perjanjian kasih kepada kita dalam Kristus sangat penting di dalam keadaan seperti ini.

Nehemia memuji Allah yang berdaulat dan itu menjadi api yang mengobarkan dia untuk berjalan ke depan. Richard Baxter menyatakan demikian, “Janganlah berkecil hati karena kesulitan dan perlawanan yang muncul di hadapan anda ketika anda dengan keteguhan hati mulai berjalan dengan Allah.” Perasaan kecil hati menjauhkan banyak orang dari iman dan menjadi godaan besar bagi banyak orang yang baru melangkah dengan Tuhan dan sekarang berbalik. Bangsa Israel di padang gurun pernah bersiap-siap untuk pulang kembali ke Mesir. Allah sendirilah mengijinkan para hamba-Nya dan orang-orang yang diperkenankan-Nya dicobai, diuji dengan kesulitan-kesulitan. Iblis akan segera memunculkan badai di depan kita begitu kita bersiap mengarungi lautan. Saudara dengarkan apa yang Richard Baxter katakan, “Tetapi Allah ada di pihak anda dan semua musuh ada di dalam genggaman-Nya. Ia dapat menghardik mereka dan menghancurkan mereka dalam sekejap.” Oh, apakah artinya hembusan atau keganasan sebutir debu dan apa artinya iblis di hadapan Allah yang Maha Kuasa? Pada hari anda masuk dalam covenant dengan Allah, maka Ia beserta dengan anda, maka anda akan memasuki Gunung Batu dan benteng yang tidak dapat ditembus oleh musuh. Jika Allah tidak sanggup menyelamatkan anda, Ia bukan Allah. Jikalau Dia tidak menyelamatkan anda, Dia melanggar covenant-Nya. Kedaulatan Allah yang mengikat perjanjian kasih kepada kita di dalam Kristus-lah yang membuat hamba-hamba-Nya lebih dari seorang pemenang. Biarlah pada pagi hari ini kita ingat, Dia yang memakai kita, Dia pula yang akan mendidik kita mengenal bahwa Dia itu berdaulat.

GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more