Ringkasan Khotbah

16 July 2023
Pertanyaan–pertanyaan Allah Kepada Manusia (2)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Kejadian 3:8-13

Kejadian 3:8-13

Minggu lalu kita sudah membahas mengenai pertanyaan, “Di manakah engkau?” Pertanyaan ini bukan berarti Allah mau mendapatkan informasi. Allah adalah Allah yang Maha Tahu. Allah tahu segala sesuatu, bahkan yang tersembunyi. Kalau Dia menyatakan pertanyaan, ada sesuatu yang ingin dimaksudkan-Nya untuk kita mengerti. Minggu lalu, kita sudah membahas bahwa pertanyaan ini menyatakan suatu posisi yang sudah berubah pada Adam dan Hawa. Pagi hari ini, kita akan membahas kembali pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Pertanyaan pertama ini bukan saja menyadarkan posisi, tetapi pertanyaan pertama ini suatu dakwaan yang berupa pertanyaan.

Kalau saudara memperhatikan baik-baik ayat 8-13 yang tadi kita baca, Saudara akan menemukan bahwa ayat-ayat ini persis sama dengan proses pengadilan. Allah memberikan pengadilan-Nya di Taman Eden, melalui pertanyaan demi pertanyaan. Kemudian manusia menjawabnya, tetapi dari jawaban manusia, saudara akan mengerti bahwa manusia (kita) ini luar biasa rumit dan berbelat-belit. Menyelidiki jawaban dari Adam dan Hawa, kalau Roh Kudus menyinari hati kita maka saudara dan saya akan setuju bahwa kita sedemikian jahatnya.

Sama seperti halnya proses pengadilan yang sebenarnya, pertanyaan Allah kepada Adam dan Hawa memiliki 4 bagian peradilan yang begitu jelas. Yang pertama adalah dakwaan. Yang ke-2 adalah pemeriksaan. Yang ke-3 adalah tuduhan. Dan yang ke-4 adalah penghukuman. Kita akan masuk satu persatu.

Yang pertama adalah dakwaan, “Di manakah engkau?” Ketika Allah bertanya kepada Adam. Adam harus menjawab. Adam harus maju ke meja pengadilan. Bersembunyi seperti apa pun ketika Allah mengungkapkan Firman-Nya. Firman-Nya tidak pernah akan gagal. Allah dengan Firman-Nya tidak akan pernah kembali dengan sia-sia. Manusia bisa lari. Manusia bisa bersembunyi. Tetapi, manusia tidak bisa mengelak. Dia harus menjawab, meski tidak ingin menjawab. Mereka harus menjawab. Mereka harus keluar dari tempat persembunyiannya. Meskipun manusia tidak ingin keluar dari tempat persembunyiannya. Pada akhirnya harus keluar, tidak mungkin bisa mengelak. Jangankan Adam, Lazarus yang sudah mati, ketika mendengar perkataan Kristus, dia harus keluar dari kubur, demikian juga dengan kita semua. Kita mungkin ingin bersembunyi, kita ingin lari pergi menjauh, kita tidak ingin diadili oleh Allah, tetapi, ketika hari pengadilan tiba, ketika Allah memanggil nama kita satu persatu, panggilan-Nya akan membuat kita datang di hadapan-Nya dan mendengar tuduhan-Nya. Wahyu 20:12-13 menyatakan bahkan “Laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, juga kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya,” untuk menghadapi tahta pengadilan Allah. Ketika Allah memanggil, panggilan-Nya tidak pernah akan gagal. “Adam, di manakah engkau?” Ini adalah panggilan Allah. Panggilan untuk dakwaan.

Hal yang ke-2 adalah proses pemeriksaan. Pada waktu Allah memanggil “Di manakah engkau?” Adam menjawab, “Ketika aku mendengar bahwa Engkau ada di dalam taman ini, aku menjadi takut karena aku telanjang, sebab itu aku bersembunyi.” Sekarang, kita akan melihat pertanyaan ke-2, ke-3, ke-4 dari Allah yang didengar oleh manusia. Tiga pertanyaan ini Allah nyatakan. Ayat yang ke-11: Firman-Nya, “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” Ayat yang ke-13. “Apakah yang telah kauperbuat ini?”

Mengapa Allah menanyakan pertanyaan ini? Bukan untuk mendapatkan informasi yang Allah tidak tahu. Dia adalah Allah yang Maha Tahu. Dia bahkan tahu seluruh hatimu dan hatiku yang tersembunyi sekalipun. Tetapi melalui pertanyaan-pertanyaan ini, Allah sedang menuntun Adam dan Hawa menuju poin pengakuan pribadi bahwa apa yang mereka perbuat itu adalah benar-benar salah. James Boyce menyatakan satu kalimat yang sangat menyentuh hati saya. Melalui seluruh pertanyaan ini, Allah tidak mencari informasi, Allah mencari kerendahan hati. Jawaban dari Adam dan Hawa seharusnya adalah, “Ya, aku salah, Tuhan. Aku sudah memakannya. Itu yang membuat aku menerima seluruh konsekuensi ini. Aku tahu kalau aku telanjang. Aku yang bersalah.” Titik. Tapi inilah kejahatan dosa. Pertanyaan-pertanyaan yang didesain Allah untuk membawa kita ke titik pertobatan, dijawab dengan putaran. Putaran untuk menuduh pihak lain dan memaklumi diri sendiri. Saudara akan melihat bagaimana kekejian dosa. Kita yang berdosa, tetapi kita nanti playing the ‘victim’ (korbannya kita), orang lain yang salah, bukannya membereskan kesalahan yang kita buat dengan pengakuan, tetapi malah ber-acting atau bertingkah laku seakan-akan kita adalah korban. Perhatikan apa yang menjadi jawaban Adam.

Ayat yang ke-12: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Perhatikan jawaban Adam ini. Adam mengakui. Aku makan. Tetapi pengakuan yang diikuti kalimat menyalahkan seseorang. Dia salah karena makan, tetapi ditempatkan di dalam situasi yang bisa dimengerti. Pengakuan Adam diletakkan di dalam sebuah konteks, di mana dia melakukannya karena orang lain, supaya kesalahan Adam ini bisa dimengerti. Dan yang paling salah dari seluruhnya adalah Hawa. Saudara lihatlah kalimat ini. Ini adalah kalimat belat-belit. Hawa juga berlaku yang sama.

Ayat yang ke-13: Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu, “Apakah yang telah kau perbuat ini?” Jawab perempuan itu, “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” Dia mengakui itu. Tetapi pengakuannya diletakkan di dalam sebuah konteks. Inilah pendosa yang celaka. Ini adalah kita. Ini adalah kebohongan yang besar. Kita menggeser. Kita memutar. Mencari siapa yang harus disalahkan? Bukannya mengakui kesalahan diri, bukannya bertanggung jawab dengan tanggung jawab moral yang seharusnya kita terima, tetapi kita menggeser kasus ini dengan titik berat yang lain. Kita membuat tindakan kita di tengah-tengah seluruh situasi yang bisa dimengerti. Lihatlah kelicikan hati kita. Adam dan Hawa adalah orangtua kita. Dia adalah orang pertama yang menurunkan seluruh umat manusia. Di dalam kejatuhan, kita lahir. Kita seakan-akan mengakui faktanya, tetapi menolak kebersalahannya berdasarkan basis circumstances.

Ketika berbicara mengenai kebohongan. Kita bukan saja berbicara berkenaan dengan hitam kemudian jadi merah. Tidak. Ketika kita bicara berkenaan dengan kebohongan, termasuk memberikan satu titik berat yang lain sehingga apa yang menjadi kesalahan kita tidak nampak semestinya. Lihatlah progress yang keji dari dosa. Menyalahkan orang lain, bahkan istri sendiri juga disalahkan. Di dalam kasus Kain dan Habel, adik sendiri pun akan dibunuh. Tetapi ini bukan segala-galanya, ada yang jauh lebih mengerikan daripada ini. Begitu kita masuk di dalam dosa, hal ini tidak bisa tidak akan menuju ke sana. Apa yang lebih mengerikan dari semuanya? Yang paling ujung dipersalahkan adalah Allah.

Saudara perhatikan. Adam menyalahkan Allah. Jawaban Hawa menyalahkan setan. Saya akan jelaskan satu persatu. Adam bukan saja menyalahkan Hawa. Pada ujungnya dia menyalahkan Allah. Lihatlah jawaban Adam. “Perempuan yang Engkau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu, lalu aku makan.” ‘Perempuan, yang Engkau tempatkan di sisiku.’ Di sini sebenarnya Adam bukan saja melemparkan kesalahannya kepada Hawa, tetapi sesungguhnya kepada Allah. Apa yang saudara dan saya bisa lihat dari kalimat ini? “Oh, Tuhan, Engkau harus tahu. Kau yang membuat semua ini rusak. Bukan aku. Iya, aku makan. Karena dia. Tapi Engkau harus tahu, dia ada di sebelahku karena Engkau.” Dosa bukan saja membuat Allah membenci manusia, tetapi sesungguhnya manusia membenci Allah dan menyalahkan Allah. Manusia hostile kepada Allah. Di sini tidak ada kalimat yang berani seperti “Engkau yang bersalah!” Bagaimana mungkin Adam bisa begitu berani, karena Allah begitu agung dan dia begitu kecil di Taman Eden. Sangat mungkin kalimat Adam itu perlahan, lirih, tetapi dengan tusukan yang tajam. Engkau yang menempatkan dia.

Ada sesuatu yang aneh dan jahat lagi di sini. Hawa, bukankah dia pribadi yang ditunggu-tunggu Adam sebelumnya? Adam mencari pendamping bagi dia. Satu persatu binatang datang kepada dia, tetapi tidak ada yang sepandan dengan dia. Dia tertidur, dan Allah mengambil tulang rusuknya, menjadikan Hawa di sampingnya. Adam mengatakan, “Inilah tulang dari tulangku, daging dari dagingku.” Adam sungguh bersukacita. Adam merasa puas, merasa lengkap. Ini berkat besar dari Tuhan. Tetapi sekarang setelah jatuh dalam dosa, seluruhnya terbalik. Perempuan ini yang membuat aku jatuh dalam dosa. Hawa sekarang menjadi kesia-siaan bagi Adam. Hawa adalah penyebab malapetaka yang hadir dalam hidup Adam. Adam sekarang melihat Hawa adalah kutuk baginya, seluruhnya terbalik.

Minggu lalu saya sudah mengatakan kepada saudara-saudara. Dosa adalah pergeseran posisi, sesuatu yang indah kemudian terbalik semuanya. Mari sekarang kita perhatikan jawaban Hawa. Kalau tadi jawaban Adam menyalahkan Allah, jawaban Hawa seakan lebih baik, bukan? Menyalahkan Setan, menyalahkan musuh Allah. Ini adalah sesuatu yang benar, kita mesti melawan setan, tetapi ini sama buruknya, ini tidak lebih rohani. Pertanyaannya adalah kenapa ular bisa ada di situ? Siapa yang memperbolehkan ular ada di taman Eden? Allah. Jadi dengan kata lain, jawaban Hawa adalah: “Ular yang Kau tempatkan, masuk di taman Eden ini yang memperdaya aku, sehingga aku makan.” Perhatikan prinsipnya. Ketika kita berdosa dan kita mempersalahkan apapun saja di luar diri kita, pada akhirnya saudara dan saya tidak bisa untuk menghentikannya, kita mempersalahkan Allah.

Ini adalah satu prinsip yang penting. Ini berlaku di taman Eden, ini berlaku di Sydney, ini berlaku di Biak, ini berlaku di Jakarta, ini berlaku di dalam rumah tangga kita, ini berlaku di dalam gereja kita, ini berlaku di dalam hidup kita, hidup saya dan hidup saudara. Perhatikan prinsip ini, ketika kita bersalah, ketika kita berdosa dan di saat titik itu, kita tidak mengakui bahwa itu adalah dosa kita, kita mempersalahkan segala sesuatu di luar kita. Apakah itu orang ataukah itu keadaan? Pada akhirnya sesungguhnya di hadapan Allah, saudara dan saya menyalahkan Dia. Kita bahkan tidak mungkin bisa mempersalahkan keadaan, karena keadaan bukan sesuatu yang berpribadi. Ini adalah sesuatu yang penting, keadaan kondisi bukan moral agent dan jiwa kita tidak akan pernah puas. Kita akan mengejar seseorang untuk mempersalahkannya. Seseorang yang menentukan atau mengontrol keadaan itu dan itu adalah Allah.

Jadi apa yang menjadi jawaban Adam dan Hawa itu sesungguhnya sama. Adam menyalahkan Hawa, siapa yang menciptakan Hawa dan memberikan Hawa di sebelah Adam? Bukankah itu Allah? Maka Allah yang salah? Hawa menyalahkan ular. Siapa yang mengizinkan ular masuk ke Taman Eden? Bukankah Allah? Pada akhirnya Dia yang harus bertanggung jawab, Allah yang bertanggung jawab, bukan? Tidak ada yang dapat lebih jelas menceritakan horror-nya, menakutkannya dosa lebih dari kisah ini. Seseorang yang jelas-jelas bersalah, Adam dan Hawa, malah menuduh Allah yang kudus, yang benar, yang berhikmat, yang baik adalah sebagai pribadi yang paling bersalah di muka bumi ini.

Lihatlah dosa, orang yang berdosa tidak ingin disebut sebagai pendosa. Pendosa juga tidak ingin dihukum dosanya. Sebaliknya dia ingin dimaklumi dan malah disebut kebenaran. Sebisa mungkin, sebanyak mungkin menyeret pribadi yang lain termasuk Allah untuk disebut sebagai pendosa. Lihatlah betapa mengerikannya dosa. Sebelum hukuman dosa sempat dijatuhkan oleh Allah, maka Adam dan Hawa harus menyalahkan Allah terlebih dahulu.

Hal yang ke-3 adalah tuduhan dan pembuktian. Lihatlah bagaimana Allah memberikan tuduhan dan dengan hikmat dan kekuatan-Nya, bukan dengan kalimat Allah memberikan argumentasi pembuktian. Allah kita adalah Allah yang besar. Allah kita tidak mungkin ditolak oleh manusia. Allah tidak mau berargumentasi di dalam hal ini, tawar menawar, atau berdebat dengan manusia. Pembuktian bahwa Adam dan Hawa memakan buah itu adalah dari mulut Adam dan Hawa sendiri. Hawa dan Adam tertuduh dengan dirinya sendiri. Hati nuraninya bersuara membuat mulutnya harus terbuka. Ini adalah sesuatu yang prinsip, yang penting. Allah tidak beragumentasi. Allah tidak tawar menawar. Allah tidak mengatakan; “Kamu sudah makan ya?” “Oh tidak-tidak, aku tidak makan.” Allah memiliki tentara-Nya yang tidak terlihat untuk membuat Adam dan Hawa terbukti. Hati nurani dan providensia Allah membuat Adam dan Hawa harus berbicara apa sesungguhnya yang dilakukan. Mereka adalah kesaksian-kesaksian yang setia. Oh, ini adalah bagian yang ke-3, pembuktian.

Sekarang kita masuk ke bagian yang ke-4. Bagian yang ke-4 sebenarnya adalah bagian dari ayat yang ke-14 dan seterusnya. Kita bisa melihat bagaimana Allah menjatuhkan hukuman kepada Adam, kepada ular dan kepada Hawa tetapi saya tidak masuk lebih dalam lagi karena kita sedang berbicara mengenai pertanyaan-pertanyaan Allah kepada manusia. Tetapi ada sesuatu yang unik yang saya mau tegaskan di sini ketika pernyataan penghukuman mau dijalankan. Sesuatu pernyataan penghukuman, maka ada kasih karunia dari Allah yang mengintervensi di dalamnya. Ini mungkin sesuatu yang lepas dari pengamatan kita. Allah, ketika Dia mulai poin yang ke-4, maka yang pertama berbicara mengenai dakwaan, yang ke-2 adalah pemeriksaan, dan ke-3 adalah pembuktian, maka yang ke-4 adalah bicara mengenai penghukuman. Tetapi ada sesuatu yang unik, ada intervensi kasih karunia Allah. Apa yang saya maksudkan? Benar ada penghakiman. Wanita diberi rasa sakit saat melahirkan. Laki-laki itu, Adam, akan sulit mencari nafkah melalui keringatnya, tetapi perhatikan, kematian fisik ditunda dan bukan itu saja, sebelum penghakiman yang lebih terbatas ini diucapkan, Allah mengucapkan janji seorang penyelamat. Ayat 15 dikatakan: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya, keturunannya akan meremukkan kepalamu dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

Saudara-saudara dapat melihat di sini, bahwa melalui tanya jawab ini, saudara dan saya bisa menemukan kesalahan Adam dan Hawa, tetapi Tuhan tidak pernah benar-benar menyatakan: “Engkau salah!” Di taman Eden. Sama seperti kalau saudara-saudara masuk ke dalam proses pengadilan, maka hakim itu belum mengetukkan palu. Kalau hakim mengetukkan palu, maka tidak ada lagi yang bisa untuk merubah keadaan. Begitu hakim mengetukkan palu, seandainya Allah mengetukkan palu dan menyatakan ke-2 orang ini bersalah di Taman Eden pada saat itu, maka penghukuman yang penuh pasti akan mengikutinya. Adam dan Hawa akan segera mendapatkan pengusiran dari Tuhan bukan ke luar Taman Eden, tetapi ke dalam neraka, siksaan yang tidak ada habisnya. Inilah kesabaran Tuhan. Ini adalah kebaikan Tuhan kita. Allah yang suci adalah Allah yang berkasih karunia kepada saudara dan saya. Kesalahan Adam dan Hawa begitu nyata, kesalahan kita begitu jelas. Bukankah hakim yang adil dan suci seharusnya menyatakan: “Kamu bersalah!” dan detik itu juga kedua orangtua kita ini harus masuk ke neraka, tetapi Allah menunda keputusan ini. Dia tidak menyatakan dengan mulut-Nya dan Dia mengucapkan satu kalimat, “Akan ada seorang Penebus yang menyelamatkan, yang menghancurkan perbuatan setan ini.” Dia tidak mengucapkan kepada Adam dan Hawa bahwa mereka bersalah, tetapi ribuan tahun setelah itu, Dia mengucapkannya, kepada Anak-Nya yang tunggal di atas kayu salib. Itulah sebabnya murka sejadi-jadinya diberikan. Itulah sebabnya dikatakan Yesus turun ke neraka menggantikan seluruh umat manusia, saudara dan saya yang sudah berdosa.

Perhatikan baik-baik, jika saudara tidak berada di dalam Kristus Yesus, keputusan Allah yang masih ditundanya ini suatu hari akan diucapkannya di hadapan saudara dan saudara pasti akan dimasukkan di dalam penghukuman yang kekal dan tidak ada penundaan lagi. Saudara melihat sekarang di dalam kitab Kejadian ini. Betapa jahatnya kita. Betapa jahatnya saudara dan saya. Betapa jahatnya manusia. Betapa sucinya Allah dan betapa besar kasih karunianya kepada kita pendosa. Suatu hari saudara dan saya akan dipanggil satu persatu. Kita akan keluar dari tempat persembunyian itu. Apakah engkau ada di dalam Kristus atau tidak? Jikalau tidak, penghakimannya tidak akan tertunda lagi. Bertobatlah! Bertobatlah! Karena Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah! Karena Kerajaan Allah dan penghakiman-Nya akan djatuhkan bagi umat manusia. Satu-satunya Juru Selamat, yang menyelamatkan kita dari seluruh hukuman dari dosa kita adalah Yesus Kristus, Dia mati menggantikan saudara dan saya. Tidak perlu lagi engkau bersembunyi, tidak perlu lagi berbelat-belit. Katakan dosamu. Nyatakan apa yang menjadi kesalahan kita. Jangan menyalahkan orang lain. Jangan menyalahkan keadaan. Jangan menyalahkan setan atau menyalahkan Allah: “Saya yang berdosa.” “Engkau yang berdosa.” “Kasihilah aku, ya Tuhan.” “Berikan Juruselamat itu.” Yesus Kristus sudah mati bagi saudara dan saya. Dia yang menerima seluruh hukuman yang seharusnya saudara dan saya terima. Maukah engkau pada pagi hari ini tidak berbelat belit lagi dan minta pengampunan Tuhan, bertobat dan dalam masa anugerah ini kita boleh lari dari hukuman Allah karena kita di dalam Kristus, maukah engkau? Engkau bukan menjawab saya, engkau menjawab Tuhan yang menggerakkan saya menyatakan khotbah pada hari ini. Mari kita berdoa.

GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more