Ayub 38:1-3
Kitab Ayub adalah kitab yang membahas masalah terdalam pada manusia yaitu penderitaan. Allah itu misteri, manusia juga suatu misteri, dan penderitaan juga suatu misteri. Penderitaan Ayub sangat gelap dan dalam, tidak terduga dan memiliki banyak lekuk-lekuk seperti palung di dasar samudra. Itulah sebabnya penulis kitab Ayub memiliki, memakai fitur puisi dan bukan prosa untuk mengungkapkan emosi yang terdalam dan pengalaman tiap karakter dengan cara yang mendalam dan sangat kuat. Penulis yang menggunakan metafora, menggunakan imaginary dan bahasa yang hidup untuk membantu menyampaikan gejolak emosional yang intense dialami oleh jiwa Ayub. Ayub bergumul dengan misteri penderitaan, sifat Tuhan dan keterbatasan pemahamannya sebagai manusia.
Ketika kita melihat Ayub, apa yang kita pikirkan? Bagi saya, dia adalah seorang yang secara khusus dipakai oleh Allah untuk memuliakan Allah di dalam konteks penderitaan. Ketika kita memikirkan seseorang yang dipakai oleh Allah, apa yang ada di dalam pikiran kita? Oh, seperti Billy Graham, Pdt Stephen Tong, orang-orang yang mengabarkan Injil di masa yang begitu besar, ya mereka adalah orang-orang yang dipakai Allah. Ada orang yang dipakai Allah melalui kepandaiannya, ada orang yang dipakai Allah melalui luasnya pengaruh masa yang dimilikinya, ada pula yang dipakai oleh Allah karena kekuatan belas kasihannya seperti Mother Teresa. Tetapi di sini Ayub dipakai oleh Allah di dalam penderitaannya. Maka seperti orang-orang yang dipakai Allah di dalam kecemerlangannya, dan orang-orang itu tujuannya dipakai oleh Allah cuma satu yaitu Allah dipermuliakan dan kehendak Allah jadi, demikian juga Alkitab mengajar orang yang dipakai oleh Allah di dalam kesakitan dan penderitaan, biarlah juga mengatakan kehendak Allah jadilah dan biarlah memuliakan nama Allah di dalam semua kesakitan dan kegelapan ini.
Hal lain ketika kita melihat kitab Ayub, saudara-saudara akan melihat ada pelajaran-pelajaran rohani yang tidak bisa dipelajari selain dalam konteks penderitaan. Konteks penderitaan di dalam poin tertentu membawa seseorang masuk lebih dalam, lebih real di dalam kerohanian, di dalam berjalan bersama dengan Allah. Ada bentukan-bentukan yang terjadi secara khusus yang tidak dapat dikerjakan atau tidak kita terima di dalam konteks yang lain selain dalam konteks penderitaan. Saudara-saudara, pada pagi hari ini mari kita melihat siapakah Ayub itu. Ayub adalah seorang yang takut akan Allah, hidupnya bersih dan jujur, dia seorang yang luar biasa makmur dan dalam kemakmuran dia tidak melupakan Tuhannya. Ayub adalah seorang pendoa. Seorang pria yang baik hati. Hukum murah hati dan kebaikan ada di bibirnya, seperti Barnabas dalam Perjanjian Baru, dia adalah seorang anak penghiburan, yang kalimatnya sangat menguatkan, bijaksana dan dipilih dengan baik, sehingga dapat memberikan dorongan dan stabilitas pada kehidupan orang lain. Dia adalah family man, seorang yang sangat setia dan sangat memikirkan kesejahteraan rohani anak-anaknya. Ayub bahkan menjadi imam bagi anak-anaknya, terus menerus berdoa syafaat di hadapan Tuhan. Dan kita lihat dengan jelas Tuhan memuji dan meninggikan Ayub bahkan di depan musuh-musuh Allah, yaitu setan. Dia adalah seorang jendral perang Allah di muka bumi ini.
Tetapi tiba-tiba bencana terjadi. Galbraith Todd di dalam Christianity Today di tahun 1956 menggambarkan kejadian bencana Ayub dengan prosa yang tajam seperti ini. Pada pria yang tidak tercela ini, tiba-tiba masalah itu datang dan datang dan makin lama makin besar. Ayub menjadi korban perampokan, penjahat menukik tajam turun dari perbukitan membunuh seluruh pelayannya kecuali satu orang selamat yang membawakan suatu berita yang mengejutkan. Ayub adalah korban dari sifat tanpa belas kasihan. Tidak beberapa lama petir menyambar para gembala dan dombanya di padang. Lalu tiba-tiba sekelompok perampok kedua dari Kasdim menyerbu salah satu peternakannya dan mencuri seluruh ternaknya. Tragedi belum selesai dengannya, dia menjadi korban kekejaman alam, dan orang-orang muda di rumah tangganya sedang mengadakan pesta keluarga. Putera tertuanya menjadi tuan rumah bagi mereka, topan menghantam rumah itu dan ketika malam hari, ketika teror dan badai itu sudah berakhir, tubuh 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan Ayub ditemukan di antara puing-puing. Korban kejahatan kekuatan alam liar ternyata bukanlah akhirnya. Ayub menjadi mangsa penyakit yang keji dan menjijikkan, penyakitnya menular, memalukan dan sangat menyiksa. Di tengah semua penderitaan itu, teman pewaris kasih karunianya yaitu isterinya malah menjatuhkan imannya, “Kutukilah Allahmu.” Isterinya sendiri terbukti tidak membantu sama sekali di dalam penderitaan ini. Ayub yang kaya raya, makmur dan murah hati itu, berakhir di tempat pembuangan sampah. Belum cukup dengan itu, dia menjadi tontonan yang memalukan dan menyedihkan di antara para sahabatnya dan musuhnya sekali pun. Dia menyerupai anjing yang sakit yang dibuang oleh tuannya, yang kemudian merangkak keluar ke suatu tempat yang jauh dari keramaian umum untuk menemukan tempat pelindung yang sunyi untuk cocok bagi kematian. Sama seperti rusa yang terluka, maka akan lari menjauhi kawanannya, dan terhuyung-hyung untuk menemukan tempat tersembunyi yang sunyi untuk bisa mati. Tiga teman Ayub datang ke tempat perlindungan, di tempat pembuangan sampah itu. Pada awalnya mereka mempertahankan sikap diam yang ramah. Salah satu dukungan terkuat ketika suatu duka yang mendalam adalah mungkin pada saat sahabat yang datang menghibur kita, tetapi itu pun tidak membantu. Akhirnya Ayub tergerak untuk berbicara menentang penderitaannya yang menyedihkan ini. Ayub berkali-kali bertanya kepada teman-temannya dengan satu kata, “Mengapa?” Seperti kebanyakan orang lain yang berada dalam penderitaan, “Mengapa kesengsaraan seperti ini timpa dalam hidup saya?”
Saudara-saudara, buku ini adalah buku realita bagaimana anak-anak Allah dealing di dalam penderitaan, dan bagaimana Tuhan menyatakan kasih-Nya di dalam penderitaan meski kasih-Nya itu sangat sulit untuk kita mengerti. Penderitaan adalah buah dari kejatuhan kita dalam dosa. Karena seperti dosa masuk dalam centre hidup manusia demikian juga penderitaan mengikutinya. Di mana-mana dalam dunia ini saudara akan menemukan adanya penderitaan yang dalam. Seorang pengkotbah radio suatu hari menerima telpon yang menyedihkan ini. Orang yang menelpon itu menyatakan demikian, “Saya seorang pria berusia 74 tahun dan saya mendapati diri saya sama sekali tidak dapat menjelaskan situasi saya. Pada tahun 1895, isteri saya yang sakit melancholy, bunuh diri. Pada tahun 1901, putera sulung saya meninggal karena demam. Tahun 1920, puteri sulung saya bunuh diri selama masa depresi mental. Dan pada tahun 1921, putera saya satu-satunya yang tersisa dan dengan kedua anaknya terbakar sampai mati di rumah mereka sendiri. Pertanyaan saya tentang kehidupan dapat diringkas dengan satu kata ini: Mengapa? Mengapa situasi seperti ini terjadi pada saya?”
Di tengah kesedihan dan kegelapan yang dalam, Ayub bertanya kepada Tuhan, apakah dosanya, apakah salahnya? Dia ingin mencari jawaban tentang ‘Mengapa? Mengapa Tuhan aku menderita?’ Adalah suatu kebahagiaan Ayub jikalau dia bisa mendapatkan perkataan Tuhan, “Engkau menderita karena dosamu.” Tetapi Ayub sudah menyelidiki dirinya dan dia menemukan bahwa dirinya itu adalah benar di hadapan Allah. Tidak ada dosa yang sengaja dia buat di hadapan Allah. Maka pertanyaan itu tetap akan ada, “Mengapa Tuhan aku menderita, apa salah saya?” Atau tepatnya dengan satu kalimat yang tajam adalah, “Mengapa Tuhan, orang benar menderita? Mengapa Tuhan, orang benar menderita?” Ayub bertanya terus-menerus. Tidak ada satu jawaban pun. Sampai suatu hari Allah menjawabnya. Ayub 38:2 adalah jawaban Tuhan kepada Ayub. Dan yang mengejutkan dari jawaban Tuhan itu adalah suatu pertanyaan balik kepada Ayub. Ayub bertanya kepada Tuhan, dia mengharapkan jawaban. Dan suatu hari Allah menjawab dia, tetapi secara mengejutkan jawaban-Nya adalah suatu pertanyaan kembali kepada Ayub. Tuhan menjawab seperti ini, “Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan segala perkataan yang tidak berpengetahuan?”
Mari kita lihat beberapa point ini. Pasal 38:1 dinyatakan bahwa dari dalam badai TUHAN menjawab Ayub. Dalam badai bicara mengenai kebesaran. Dalam badai bicara mengenai badai dan sesuatu yang menakutkan. Seorang manusia yang kecil berjumpa dengan badai yang besar itu artinya mematikan, tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan dalam badai yang menakutkan dan mematikan tersebut, TUHAN adalah bicara berkenaan God of Covenant, Tuhan yang berkasih karunia, Tuhan yang setia, di tengah background yang menakutkan itu menjawab kepada Ayub.
Dan saudara perhatikan ayat yang ke-2, “Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan?” Kata ‘menggelapkan’ ini memiliki konotasi yang negatif, menganggap keputusan Tuhan kepada Ayub itu sesuatu yang licik dan jahat adanya. Biarlah kita boleh mengerti ini adalah sesuatu yang penting. Tuhan adalah Tuhan yang suci. Tuhan adalah Tuhan yang murni, yang bersih adanya, terang itu sendiri. Tidak ada sesuatu kejahatan yang disimpan di dalam pikiranNya untuk satu manusia. Tidak ada rancangan yang licik dan jahat dari Tuhan kepada manusia. Sekalipun Allah mematikan orang tersebut, sekalipun orang tersebut tidak bisa melihat rancangan Tuhan yang baik, tetapi di sini dikatakan bahwa Allah itu tidak memiliki sesuatu kelicikan dan kejahatan di dalamnya.
Hal yang ke-3 dalam ayat ke-3, Tuhan menantang Ayub dengan mengatakan, “Bersiaplah engkau sebagai laki-laki!” Saudara-saudara, ini artinya Tuhan mau menghadapi Ayub. Allah menyejajarkan dirinya dengan Ayub. Menurunkan diri-Nya dan menyejajarkan dengan dia untuk menanyai sesuatu. Dan kemudian saudara akan melihat pasal 38:4 sampai 39:40. Allah menyodorkan berbagai macam pertanyaan dan kalau saudara perhatikan, pertanyaan-pertanyaannya itu adalah bicara berkenaan dengan alam semesta ini secara makro maupun secara mikro. Bertubi-tubi pertanyaan diberikan kepada Ayub. Ayat yang ke-4, “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi?” Ayat yang ke-8, “Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim?” Ayat yang ke-12, “Pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang dini hari?” Ayat ke-17, “Apakah pintu gerbang maut tersingkap bagimu?” Ayat ke-31, “Dapatkah engkau memberkas ikatan bintang Kartika?” Pasal yang ke-39:1, “Dapatkah engkau memburu mangsa untuk singa betina?” Ayat yang ke-3, “Siapakah yang menyediakan mangsa bagi burung gagak?” Ayat yang ke-4, “Apakah engkau mengetahui waktunya kambing gunung beranak?” Ayat yang ke-8, “Siapakah yang mengumbar keledai liar?” Saudara lihat bahwa Allah menyodorkan begitu banyak pertanyaan kepada Ayub tentang alam semesta ini, hal-hal yang makro dan mikro dan tidak sekali pun Ayub dapat menjawabnya. Apakah artinya semuanya itu? Allah mau mengajar bahwa Dia Allah TUHAN, God of Covenant. God of Covenant jauh lebih berhikmat daripada Ayub itu sendiri. Allah mau mengajarkan kepada Ayub, Dia lebih setia daripada Ayub, Dia lebih berhikmat daripada Ayub, dan karena Allah tidak pernah bersalah di dalam perlakuan-Nya kepada anak-anakNya yang dikasihi-Nya. Tuhan menegur Ayub, “Engkau tidak tahu segala sesuatunya Ayub. Maka diamlah, terimalah, teduhkan hatimu, jangan meneruskan perkataan-perkataanmu itu.”
Saudara-saudara, Tuhan mendidik kita untuk merendahkan hati kita di semua providensia-Nya meskipun buruk. Tuhan meminta kita menenangkan hati kita di hadapan-Nya meskipun di dalam kesesakan, di dalam penderitaan, di dalam sakit. Di dalam kesesakan yang dalam, diamlah, belajar untuk mempercayai Dia. Karena Dia tidak mungkin berlaku yang salah kepada kita. Diamlah. Percayalah kepada Dia sambil menunggu awan yang gelap itu berlalu, sampai jiwa kita dibebaskan-Nya. Karena sesungguhnya kita tidak mungkin mengerti semua pekerjaan-Nya pada kita dan pekerjaan-Nya terlihat sesuatu yang sangat menyakitkan dan gelap bagi kita, tetapi di balik seluruh yang menyakitkan itu, hikmat dan kasih dan kesetiaan-Nya tetap kepada kita terus-menerus sampai kesudahan zaman. Dia bekerja untuk kebaikan dengan cara kerja yang melampaui akal. C.S.Lewis pernah menyatakan demikian, Allah itu baik tetapi tidak terduga. Saudara betapa terbatasnya kita mengenal Allah. Betapa terbatasnya akal kita dan juga akal Ayub.
Sekali lagi, ini adalah suatu pergumulan yang sangat-sangat unik jawabannya. Mengapa Tuhan? Tetapi Tuhan tidak menjawab. Tuhan tidak menjawab karena ini. Bukankah pertanyaan ‘mengapa’ jawabannya adalah ‘karena’? ‘Mengapa’ Tuhan? Bukankah seharusnya Tuhan mengatakan ‘karena’ begini Ayub? Tetapi pertanyaan Ayub, “Mengapa Tuhan aku menderita?” Dan Tuhan menjawab dengan pertanyaan, “Lihat bintang itu, kamu ada ya pada waktu Aku menciptakannya. Lihat lautan itu, kamu mengerti dasarnya? Bagaimana air lautan itu tidak sampai ke seluruh darat tetapi hanya terbatas sampai titik tertentu saja?” Engkau mengerti bukan Ayub? Engkau pasti mengerti bukan bagaimana kalau satu binatang betina itu beranak kapan terjadinya dan di mana, engkau pasti mengerti bukan? Oh, Ayub tahu ini, bukan? Oh, Ayub engkau tahu itu, bukan? Dan terus-menerus pertanyaan-pertanyaan, bukan tentang manusia, bukan tentang malaikat, bahkan pertanyaan tentang alam dan tidak ada satu pertanyaan pun dari Allah yang kita bisa jawab. Kita tidak bisa mengerti hikmat-Nya. Kita tidak bisa mengerti tuntas rencana-Nya. Maka diamlah. Diamlah. Ayub tidak dijawab. Tetapi Ayub diminta untuk mendekat kepada Allah dan merangkul hikmat-Nya. Disuruh mempercayai Allah. Diminta untuk memegang Allah meski tidak bisa mengerti secara tuntas. Tuhan yang meminta adalah God of covenant.
Di dalam Kristus, Dia menyatakan aku tidak bersalah. Aku tidak pernah memperlakukan engkau Ayub di dalam kesalahan. Aku adalah Allah yang setia, Aku tetap baik dan Aku menyayangi engkau Ayub. Allah tidak menjawab mengapa Ayub menderita karena Allah sendiri tahu jiwa yang hancur menderita tidak memerlukan jawaban dari sebuah bibir. Tetapi God of covenant itu, apa yang dilakukan ketika melihat anak-anaknya menderita? Dia mengutus Yesus Kristus Anaknya yang tunggal itu masuk di dalam penderitaan yang paling dalam daripada seluruh umat manusia melebihi Ayub. Dalam kebenaran itu Sang Suci itu sendiri turun menderita sampai mati di atas kayu salib. Saudara-saudara, perhatikan sekali lagi, penderitaan kita tidak bisa disembuhkan dengan perkataan. Penderitaan hanya akan bisa dihibur, disembuhkan dengan pelukan seseorang yang juga pernah menderita yang mengasihi kita dan itu adalah Allah kita di dalam Yesus Kristus. Alkitab menyatakan Yesus Kristus bukan Allah yang jauh di sana, tetapi Allah yang turun bersama-sama dengan kita masuk di dalam dunia, di dalam penderitaan meski Dia tidak berbuat dosa. Di mana seluruh pendiri agama? Apakah engkau semua pendiri agama dapat menghibur umatmu yang sedang menderita? Hanya di dalam Kristus Yesus, Allah menyatakan diri-Nya, Dia adalah Allah yang mengerti penderitaan kita, dan masuk di dalam penderitaan kita, memegang dan memeluk, dan memegang tangan kita untuk keluar dari penderitaan. Terpujilah Dia. Terpujilah hikmat-Nya. Terpujilah kebaikan-Nya. Terpujilah kasih setia-Nya. Terpujilah Dia yang menyertai kita, God with us. Allah beserta kita di dalam penderitaan. Itulah yang menjadi jawaban Ayub. Kiranya Tuhan boleh memimpin kita di saat-saat kita senang maupun saat-saat kita menderita, penghiburan-Nya karena kehadiran-Nya nyata di dalam hidup kita. Terpujilah Dia. Mari kita berdoa.
GRII Sydney
GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more