Mat 28:18-20
Saudara-saudara di dalam ayat ini ada banyak ayat yang begitu familiar, tetapi sering sekali kita loncat dan tidak memperhatikan dengan detail. Ayat ini terkenal dengan sebutan amanat agung. Setelah puluhan tahun ayat ini terkenal dengan amanat agung, ada banyak teolog yang kemudian berkonfrontasi mengatakan, “Memangnya kalimat-kalimat Yesus yang lain bukan amanat agung?” tetapi bagi saya sendiri, ini tetap amanat agung, karena ini adalah kalimat terakhir dari Yesus Kristus yang diucapkan di telinga dari murid-murid-Nya dan itu artinya seluruh tugas yang Yesus selama ini kerjakan, sekarang diberikan tongkat estafetnya kepada gereja. Saya tidak akan mengeksposisi ayat-ayat ini, karena hari ini kita bicara mengenai culture, tetapi saya mau menekankan beberapa kata di dalam ayat ini yang sering sekali kita salah mengertinya.
Saya akan mulai dari ayat yang ke-18 terlebih dahulu, di situ dikatakan, ‘Karena itu, pergilah, pergilah.’ Saudara-saudara perhatikan kata ‘pergilah’, berarti itu adalah panggilan untuk bergerak keluar. Sekali lagi saudara-saudara, putaran dari hidup kita, putaran dari gereja ini bukan sentripetal tetapi sentrifugal. Sentripetal adalah berputar untuk dirinya sendiri sama seperti saudara memasukan buah-buahan di dalam blender, blender tersebut berputar ke dalam. Tetapi pergi adalah bicara berkenaan jiwa yang keluar. Ini adalah sesuai dengan analogi engkau adalah garam dunia, engkau adalah terang dunia. Begitu lampu ini padam lalu kemudian diterangkan maka langsung bersinar. Dan begitu dia bersinar, maka makin lama makin kekuatannya habis. Sama seperti saudara memasukan garam di dalam masakan, saudara memasukan setengah sendok teh dan begitu saudara masukkan, dia akan menyebar dan saudara tidak akan menemukannya kembali. Maka, ketika saudara dan saya melihat lampu ini, sinar ini, matahari dan sinarnya dan juga garam maka saudara langsung ingat, pergilah! Saudara-saudara, Tuhan yang melatih murid-murid-Nya, Tuhan yang melatih bagaimana murid-murid-Nya mencari wajah Allah, mencari kekuatan-Nya, mencari kuasa-Nya. Melihat dari ayat-ayat dari Perjanjian Lama dengan terang dari Perjanjian Baru, tafsiran dari Yesus Kristus. Setelah bertahun-tahun bersama dengan Yesus, sekarang Yesus mengatakan, “Pergi!”, maka ketika saudara-saudara melihat Kisah Para Rasul, itu adalah kisah penyebaran injil ke seluruh dunia dari Yerusalem dan bahkan ketika kelihatan dari beberapa murid itu tidak mau pergi, Tuhan memberikan aniaya besar untuk akhirnya mereka harus pergi. Saudara perhatikan prinsip ini, di hadapan Allah, maka berdiamlah. Diam dan ketahuilah bahwa Akulah Tuhan, di hadapan Allah menyendirilah di waktu pagi. Berjalan berdua bersama dengan Allah. Memiliki suatu persekutuan yang ekslusif dengan Tuhan. Tidak cerita kepada siapa-siapa, ketika berdoa tidak perlu orang lain tahu. Tutuplah pintumu dan berdoalah di dalam ruang private-mu, demikianlah kata Alkitab. Carilah Dia, tunggulah, diamlah di hadapan Allah. Saudara-saudara dan saya diajar menjadi orang yang introvert seakan-akan di hadapan Allah. Persekutuan yang ekslusif di hadapan Allah. Berdua saja, tetapi di hadapan Allah adalah berdiam berdua saja, ekslusif, introvert. Tetapi kepada dunia, pergi, bergerak, cari jiwa, menjadi saksi, engkau adalah garam dan terang. Untuk apa terang itu jikalau dikasih, dibawa dan kemudian ditutup? Saudara-saudara perhatikan ini adalah sesuatu perintah yang indah sekali. Sekali lagi di hadapan Allah, menyendiri, diam. Di hadapan dunia bicara, di hadapan dunia bersaksi! Ini adalah suatu panggilan bergerak keluar bagi kita semua. Saudara tidak usah tanya, “Ini mesti pergi atau tidak?”, jawabannya harus. Jadi kalimat ini adalah kalimat Yesus sendiri “pergi” itu artinya mesti melampaui dari comfort zone kita. Saudara-saudara, tidak perlu saudara kemudian bercekcok atau kemudian berdebat. Kalau itu pergi, “Bagaimana yang di sekitar saya sendiri?” Semuanya perlu pergi, semuanya yang dekat maupun yang jauh harus dilayani. Saudara-saudara, tetapi setiap saudara melayani, kalau saudara sunggguh-sungguh melayani, pasti Tuhan akan suruh pergi. Itu artinya saudara dan saya tidak bisa memiliki atau saudara-saudara menentukan tempat pelayanannya sendiri. Saudara dan saya harus melihat ke mana Tuhan pimpin. Saudara-saudara apakah itu harus pergi jauh? Jawabannya adalah tidak. Tetapi, tetap saudara dan saya perlu tahu ke mana Tuhan pimpin dan tidak bisa kita tetapkan sendiri. Oh, saudara tidak bisa mengatakan “Kamu pergi ke Jawa saja yah, kamu ke Afrika, kamu pergi ke Biak, kamu pergi ke Palestina, kamu pergi ke sana, saya panggilannya cuma di sekitar Sydney.” Kalau itu panggilan Tuhan, silahkan, tetapi kalau bukan, saudara tidak bisa menetapkan tempat pelayanannya sendiri.
Hal yang ke-2 yang saya mau tekankan di sini adalah “jadikankanlah semua bangsa murid-Ku”. Saudara-saudara “semua bangsa”, ketika bicara mengenai semua bangsa Bahasa yang dipakainya adalah semua suku bangsa, bicara mengenai etos, etnik yang memiliki bahasa yang berbeda. Ini tribes, ini penting. Jadi saudara-saudara ini adalah satu suku yang memiliki perbedaan bahasa dengan suku tetangganya, itu artinya. Ini tidak berarti satu Indonesia, satu Australia. Saudara-saudara di dalam Australia sendiri begitu banyak etnik, dan di dalam Indonesia sendiri ada ribuan etik, bahkan saudara pergi ke satu tempat di Aceh saja, di dalamnya ada puluhan, bahkan ratusan etik grup, dan Tuhan menginginkan setiap etnik grup di Aceh itu maka semuanya dikabarkan injil dan ada perwakilannya di dalam tahta anak domba pada hari penghakiman.
Saudara-saudara kata ke-3 yang saya mau tekankan di sini adalah “murid-Ku”. Saudara-saudara, murid Yesus. Saudara-saudara ini bicara berkenaan amanat agung, bicara berkenaan proses pemuridan. Saudara-saudara, banyak orang-orang melupakan prinsip ini. Banyak dari orang-orang yang mengatakan pengabaran injil penting. Saudara-saudara itu adalah benar, tidak ada salahnya sama sekali. Tetapi pengabaran Injil harus dilakukan supaya pemuridan itu terjadi. Saudara tidak mungkin bisa memuridkan, sebelum orang tersebut menerima Injil. Yang saya mau tekankan biarlah kita boleh mengerti dua hal ini tergabung, terhubung bersama-sama tidak bisa dipisahkan. Mata dari Yesus Kristus adalah untuk menghasilkan, memproses seseorang menjadi murid. Yesus tidak pernah puas dengan seseorang dipertobatkan, menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, tetapi tidak menjadi murid, Dia tidak pernah puas dengan itu. Dia mencari murid, Dia membentuk murid, Dia tahu masa depan kekristenan itu diletakkan di tangan murid, bukan di tangan anggota gereja. Di hadapan ratusan, ribuan orang yang datang berbondong-bondong mengikuti Dia. Oh saudara-saudara, saya membaca ayat itu sendiri, saya sendiri tertegun. Saya tanya kepada saudara-saudara, “Siapa yang mau ketika saya nanti pergi keluar, ada ratusan orang ikut saya?” Saudara-saudara, Pendeta Stephen Tong pergi ke Eropa dan pergi ke Kalimantan Tengah, yang ikut itu bisa belasan atau puluhan. Tetapi saudara-saudara, yang mengikuti Yesus ada ratusan. Saudara, kalau ini bukan orang berkharisma sekali, tidak ada orang yang mau mengikuti. Saudara datang ke sini karena hari ini hari Minggu, jam kebaktian dan saya ada di sini, saudara-saudara sedang tidak mengikuti saya. Tapi lain dengan Yesus Kristus, Yesus itu berjalan dan di belakangnya, orang mengikut Dia, berduyun-duyun mengikut Dia. Oh, kalau seorang pemimpin punya orang-orang yang mengikut seperti ini, betapa bangganya pemimpin tersebut. Ini berarti pemimpin begitu berpengaruh, berarti ini pemimpin yang sungguh-sungguh disegani. Oh, ketemu dengan orang-orang pengikut yang berdedikasi seperti ini harusnya dipelihara bukan? Tetapi Yesus tidak, Dia jalan dan ada ratusan orang di belakang Dia. Ke mana saja Dia jalan, ada ratusan orang di belakang Dia waktu itu. Dan kemudian Dia tiba-tiba menoleh ke belakang. Dia tidak suka, Dia tahu semuanya kepura-puraan. Dia mau mencari hati, Dia mau mencari murid, hanya murid saja yang Dia bisa letakkan kepercayan-Nya, masa depan gereja. Dia tidak peduli dengan adanya urusan mega church. Dia balikkan badan, dan kemudian Dia mengatakan, “Barangsiapa yang tidak menyangkal dirinya dan tidak memikul salibnya dia tidak bisa mengikut Aku, Dia bukan murid-Ku.” Selesai bicara begitu, Dia balik lagi, jalan lagi. Berapa puluh orang, ratus orang yang tertinggal, yang tersinggung, terserah. Mata Yesus kepada murid, mata Yesus bukan urusan pengabaran Injil saja. Ketika saya bicara seperti ini saudara, jangan pernah meremehkan satu persen pun dari usaha pengabaran Injil, karena itu begitu penting adanya. Tetapi pengabaran Injil menerima Kristus Yesus itu bukan segala-galanya, bukan akhir, harus menuju kepada proses yang menyakitkan, yaitu pemuridan. Ketika bicara pemuridan, baru orang tersebut berubah.
Kalau saudara-saudara melihat di Papua, saudara akan mengerti kalimat ini, bukan dari saya, tetapi dari berbagai misionaris. Kalimatnya sama, pengabaran Injil sukses, tetapi pemuridan gagal. Dari belum menjadi orang Kristen, jadi orang Kristen. Seluruh Papua, 90% orang Kristen, hebat ya! Tetapi jadi orang Kristen sudah puluhan tahun, mabuknya tetap sama, pandangan terhadap uang tetap sama, pandangan terhadap waktu tetap sama. Seluruh hidupnya hampir tidak pernah saudara dapatkan perubahan kecuali dari yang awalnya bilang, “Yesus bukan Tuhan,” sekarang, “Yesus Tuhan.” Saya tanya, “Apakah itu juga ada pada kita? Apakah itu ada pada kita? Egoisnya tetap sama, sifat dari karakternya tidak berubah, sifat terhadap uang, sifat terhadap takut kepada Tuhan?” Semuanya tidak ada perubahan. Tetapi yang tadinya aku tidak tahu Yesus, sekarang aku pergi ke gereja.
Saudara perhatikan, Yesus mengatakan, “Jadikan seluruh bangsa murid,” bukan pengikut-Ku, bukan pemeluk agama-Ku, tetapi murid. Dan ‘ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Ku perintahkan kepadamu.’ Saudara perhatikan segala sesuatu, saudara-saudara ini bicara berkenaan segala sesuatu yang Tuhan ajarkan itu berarti segala-segalanya yang Tuhan ajarkan. Dan apa yang Yesus ajarkan? Begitu banyak dalam seluruh aspek hidup manusia. Bukan cuma beribadah di dalam Gereja, maka ini adalah bicara mengenai budaya. Budaya, itulah sebabnya dalam reformed theology dinyatakan ada 2 mandat Kristus kepada gereja-Nya, yaitu mandat Injil dan mandat budaya. Ketika bicara berkenaan mandat Injil, kita bicara bagaimana Injil diberitakan dan orang tersebut mengenal Allah yang tadinya tidak dikenal dan kemudian dia memikirkan, dia bergumul dan kemudian dia memutuskan berada di dalam kerajaan siapa. Bicara mengenai Injil, bicara mengenai keselamatan. Bicara keselamatan, bicara mengenai kekekalan, tetapi sebenarnya bicara mengenai keselamatan, bukan saja mengenai kekekalan, karena di dalam keselamatan kekristenan itu bukan perubahan tempat dari neraka ke surga. Tetapi ada suatu transformasi hidup. Ini bukan bicara mengenai suatu yang sifatnya surga tetapi bicara mengenai dunia. Dalam bumi ini, saudara-saudara perhatian satu prinsip ini. Alkitab adalah buku tentang Allah dan buku tentang manusia. Alkitab bicara berkenaan dengan surga dan dengan bumi. Alkitab mengajarkan kekekalan dan hidup saat ini, bahkan kalau saudara-saudara teliti dari seluruh pembicaraan Yesus, maka ujungnya bicara mengenai bumi. Saudara-saudara, bumi saat ini ‘datanglah kerajaanmu di bumi ini.’ Saudara-saudara, ketika saya bicara di bumi ini, kita bicara berkenaan tujuan Yesus mengajarkan kita bicara mengenai bumi ini. Maka sekali lagi, belajarlah dari orang-orang Puritan. Karena orang-orang Puritan mengerti koneksi antara surga dan bumi. Orang-orang yang tidak memperhatikan surga, dia mau bicara mengenai mandat budaya akan fail. Tetapi di tempat yang lain, kita bukan seperti orang Injili, terus pikir kepingin surga karena bumi ini melelahkan. Jonathan Edward adalah seorang revivalist, dia bersama dengan John Revill adalah pelopor great awakening di Amerika. Dia disebut sebagai the last puritan giant. Jonathan Edward adalah seorang yang luar biasa berhasil menjadikan mandat budaya di bumi ini. Tetapi satu kalimat yang terkenal mengatakan ‘stand my eyes with eternity. Ini adalah hal yang penting sekali. Berjalan ke mandat budaya dengan visi kekal dari Tuhan. Sekali lagi saudara-saudara, maka di sini dikatakan ajarlah segala sesuatu yang kupetintahkan kepadamu. Ini bicara berkenaan budaya.
Dan saya akan masuk ke dalam kata yang ke-5, sebelum saya akan menjelaskan berkenaan budaya itu apa. saudara-saudara perhatikan ayat yang ke-18, “Kepada-Ku telah diberikan kuasa di surga dan di bumi.” Maka saudara perhatikan ayat 19 dan 20 untuk melakukannya saudara dan saya memerlukan kuasa yang tertinggi. Ini bukan suatu perkerjaan peting dari Tuhan yang sifatnya alamiah secara natural, tidak. Untuk bisa melakukan pengabaran Injil sampai ke pemuridan, mandat Injil dan mandat budaya semuanya memerlukan kuasa. Bahkan ketika Yesus telah selesai mengatakan hal ini, Dia mengatakan kepada para murid-Nya, “Kamu tunggu di sini sampai kekuatan kuasa tempat tinggi datana ke tempatmu, jangan bergerak dulu murid-Ku, jangan pergi dulu murid-Ku.” Banyak orang ingin menjadi saksi Tuhan, tapi tidak sabar di dalam doa. Banyak orang ingin berguna bagi kerajaan Allah, tetapi tidak mau bergantung sepenuhnya kepada Allah di dalam doa. Saudara-saudara, mandat Injil dan mandat budaya tidak mungkin bisa dilakukan kecuali dari kuasa tempat tertinggi. Maka saudara-saudara, di dalam 3 ayat dari seluruh hal-hal yang penting ini dinyatakan Yesus sebelum Ia pergi ke Surga. Biarlah kita pada pagi hari ini menyadari apa yang dinyatakan Yesus di pasal 28 ini. Sekali lagi, kalau Tuhan pimpin, mulai pagi ini sampai di dalam 4 kali beturut-turut, kita akan memikirkan Christ and culture. Setiap manusia tidak mungkin luput dari budaya. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan juga diikat suatu budaya. Saudara-saudara, maka di dalam 4 minggu ini, 5 topik besar ini kita akan bicara. Pertama adalah apa budaya itu, apa definisi budaya? Yang ke-2 adalah Alkitab dan kebudayaan. Apa yang Alkitab katakan tentang perjalanan manusia membuat kebudayaan. Dan yang ke-3 adalah Kristus dan kebudayaan. Bagaimana kita menyatakan Kristus itu bersikap kepada kebudayaan kita. Dan ke-4, kalau Tuhan pimpin, maka kita akan bicara berkenaan dengan budaya kita saat ini itu apa dan bagaimana hal-hal praktis kita hidup di dalam kebudayaan masa kini dan bagaimana kita merespon terhadap kebudayaan masa kini.
Hari ini kita akan masuk ke dalam bagian pertama terlebih dahulu, apa definisi dari budaya. Mendefiniskan budaya itu bukan hal yang mudah. Kebudayaan itu memiliki lingkup yang luar biasa luas, detail dan kompleks. Kalau saudara-saudara membaca tulisan teolog, filsuf atau para akademis, saudara akan menemukan ratusan definisi memaparkan definisi budaya itu apa. Ada yang begitu singkat, ada yang sangat kompleks adanya. Tetapi pada pagi hari ini saya akan memberikan beberapa elemen yang penting saja terlebih dahulu untuk membuat saudara dan saya mengerti ketika Alkitab mengajarkan budaya atau sebuah buku mengajarkan budaya itu artinya apa, elemen apa yang terdapat di dalamnya. Saya hanya akan mereduksi di dalam 4 elemen budaya ini. Ini tidak membahas mengenai keseluruhan, tapi minimal hal-hal yang penting untuk saudara dan saya menyadari adanya budaya, ketika saudara berbicara mengenai budaya itu apa.
Hal yang pertama. Ketika bicara mengenai budaya, itu adalah bicara mengenai seluruh produk hasil pikiran dan karya kita manusia. Kebudayaan mencakup segala sesuatu yang diusahakan untuk dicapai oleh manusia. Budaya di dalam Bahasa Inggris itu berasal dari Bahasa Latin adalah colere. Dan pertama-tama dipakai ketika seorang petani itu membudidayakan sebuah tanah, kemudian menghasilkan produk-produknya. Dari prinsipnya, saudara akan bisa mengerti budaya itu seperti yang John Frame itu katakan. Maka budaya berbeda dengan ciptaan Allah. Ciptaan merupakan karya Allah secara langsung. Tetapi kebudayaan adalah karya Allah melalui manusia.
Saudara-saudara, sekali lagi. Kalau saudara-saudara memandang ke mana pun, pandangan saudara hanya akan mendefinisikan benda yang saudara lihat itu cuma 2 kategori. Satu adalah benda ciptaan Allah langsung, dan, yang kedua adalah benda hasil karya budaya manusia. Cuma itu. Misalnya saja, saudara keluar dan kemudian lihat matahari. Matahari adalah ciptaan Allah langsung, tetapi, mengubah panas dan sinar matahari menjadi energi listrik dan kemudian bisa menyalakan lampu ini, ini adalah budaya manusia. Ulat sutra itu adalah ciptaan Allah langsung, tetapi kemudian benangnya bisa diambil dan kemudian menjadi baju saudara dan saya, itu adalah hasil budaya manusia. Titanium itu adalah hasil ciptaan Allah, tetapi kemudian itu bisa diolah menjadi frame kacamata saudara atau dari sebuah lingkar luar dari sebuah jam, itu adalah budaya manusia. Unsur-unsur kimia dari alam itu adalah ciptaan, saudara tidak bisa menciptakannya, tetapi kemudian, manusia mengambilnya dan mengubah unsur besi untuk menjadi tempat duduk yang saudara bisa sandarkan, itu adalah budaya manusia. Pohon adalah ciptaan, saudara dan saya tidak bisa menciptakan, tetapi bisa menjadikannya menjadi sebuah mimbar atau cover dari piano seperti ini, ini adalah budaya manusia. Sekarang, pikirkan segala sesuatunya! Sepatu, tas, kalung, pena, kipas angin, mobil, TV, radio, AC, pesawat ulang alik, senjata nuklir. Seluruhnya produk dari budaya kita! Sekali lagi, begitu saudara lihat, mata saudara memandang, Saudara hanya akan menemukan dua benda ini. Yang pertama adalah ciptaan Allah langsung dan yang kedua adalah, dengan kepadaian manusia, ciptaan Allah itu diolah dengan sedemikian rupa menghasilkan seluruh produk ini. Ini adalah hasil budaya manusia. Itu budaya. Apa itu budaya? Oh, lenong, itu budaya. Gamelan, itu budaya. Ah, bukan. Ketika bicara mengenai budaya, bukan itu. Itu termasuk, tapi bukan itu. Budaya adalah seluruh hasil produk pikiran dan karya manusia. Saudara-saudara, sampai di sini saya sedikit berikan notes. Saudara-saudara, sekarang bisa melihat manusia betapa hebatnya, besarnya, hormatnya, bisa mengubah ciptaan Allah menjadi seluruh produk ini. Hebatnya luar biasa! Bapak-bapak gereja seperti Irenaeus mengatakan, “Inilah yang membedakan antara manusia dengan seluruh dari ciptaan yang lain, dari hewan maupun tumbuhan, yaitu image of God itu ada pada rasio.” Kita sebagai orang Reformed tidak 100% menyetujui bahwa image of God itu pasti rasio, tetapi ini ada sesuatu yang memang membedakan antara kita dengan seluruh makhluk binatang dan tumbuhan.
Kedua, ketika bicara mengenai budaya, apa artinya? Yaitu budaya selalu memiliki kaitan erat dengan people, land and history yang menjadikannya satu dan menjadikannya identitas dan keterkaitan mereka di dalam kelompok tertentu. Saudara-saudara tahu kan, begitu ada orang itu menyeberang seenaknya di Australia. Saudara-saudara langsung tahu, mungkin… minta maaf yah, saudara-saudara bilang, “Ah, dasar Chinese, atau, dasar Indonesia.” Saya, kalau ada orang yang menyelip mobil, saya taruhan dalam hati saya, ‘Ini kalau ndak orang Indonesia, ini orang Chinese.’ Saudara-saudara, ini ada seperti itunya. Ada sesuatu kebiasaan yang mengikat kita. Apalagi kalau saudara-saudara itu sudah mengantrinya panjang, dan ini tidak bisa saya lakukan di Indonesia karena tidak ada orang yang mau mengalah, tetapi dari belakang itu saya akan ambil terus ke kanan, terus saya akan ambil sign kiri, dan karena saya tahu orang Barat itu banyak sekali yang murah hati, dan saya tahu cuman tinggal mengacungkan tangan saja, semuanya beres dan saya masuk. Nah, istri saya atau anak saya bilang, “Biasa ini Indonesia.” Nah, saudara-saudara, saya lihat ada mobil seperti itu, saya sudah pikir ini Indonesia. Saudara-saudara… Budaya… Ketika saudara-saudara bicara budaya. Budaya itu ada sesuatu identitas, keterkaitan kita dalam kelompok tertentu. Tentu ada yang baik, ada yang kurang baik dalam hal ini. Keputusan-keputusannya bahkan saudara-saudara bisa tahu. Ini cara pikir Barat ini. Ini cara pikir Timur ini. Ini cara pikir Chinese ini. Ini cara pikir… apa yah, macam-macam, saudara-saudara.
Saudara-saudara, sekarang definisi budaya yang ketiga adalah. Budaya itu adalah… pakai kalimat Stephen Tong, adalah jiwa masyarakat. Atau para teolog, atau para filosof mengatakan ini adalah spirit zaman. Saudara-saudara, ini bukan saja bicara kebiasaan, ada sesuatu yang men-drive di dalamnya. Saudara-saudara, unik sekali kebudayaan itu karena dia adalah the soul of society, itu mengontrol manusia yang ada di situ. Saudara-saudara, zaman ini adalah zaman postmodern. Saudara-saudara, banyak sekali orang muda yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi dan kemudian sebagai orang Kristen mengatakan, “Jangan ikut postmodern. Jangan ikut postmodern.” Saudara-saudara, kalau kita bukan orang postmodern, kita orang apa? Primitive, saudara-saudara? Ya, kita itu orang postmodern. Saya orang postmodern. Kita bukan orang modern atau kita orang renaissance. Bukan, saudara-saudara. Kita orang postmodern. Tetapi kita mesti menyadari ada sesuatu spirit zaman di dalam setiap zaman termasuk postmodern. Yesus mengatakan rupa langit engkau bisa tahu, tetapi tanda-tanda zaman engkau tidak tahu. Sehingga saudara-saudara bisa mengerti ada sesuatu spirit dari zaman yang sangat-sangat mungkin ada evil di dalamnya. Saudara dan saya harus mengerti itu apa. Di dalam hal ini, saya bisa berbicara panjang lebar berkenaan dengan gereja.
Saudara-saudara, perhatikan kalimat di bawah ini. Kita berharap Tuhan memberikan orang-orang Reformed, membangkitkan banyak sekali anak-anak muda untuk mengerti teologi Reformed dan gerakan Reformed, tetapi kita menyadari tidak mungkin kita menjadi mayoritas. Kita tidak mungkin akan sebesar Karismatik. Oh, kenapa Pak Agus? Kurang iman yah? Bukan. Saya orang yang ingin besar. Bukan dari tempat diri saya sendiri, tapi untuk pekerjaan Tuhan. Tetapi saudara perhatikan, salah satu prinsip Reformed yang bukan saja pada tempatnya, Pendeta Stephen Tong, gerakan Reformed ini, tetapi dari dulu adalah, Reformed itu selalu tidak mau ikut daripada spirit zaman. Saudara-saudara, ada satu historian itu menyatakan demikian. Jikalau engkau mau gerejamu itu bertumbuh secara cepat, maka engkau lihat kuda paling depan itu siapa yang memimpin, tunggangi itu. Kuda yang paling depan itu siapa? Tunggangi itu. Jadi kalau kuda paling depan adalah rationalism, maka engkau tunggangi rationalism untuk memperbesar gerejamu. Kalau kuda paling depan itu adalah postmodern, tunggangi itu dan engkau akan besar. Ini prinsip. Saudara-saudara, banyak orang tidak tahu. Kita belajar harus mengerti, ada prinsip-prinsip pertumbuhan. Tapi kita tidak mau memakai cara dunia. Saudara-saudara, sekarang kuda paling depan apa? Bicara berkenaan dengan postmodern. Ketika bicara mengenai postmodern, maka postmodern itu salah satu diktumnya itu adalah menolak daripada kebenaran yang absolut. Maka jangan sekali-sekali bicara dari mimbar, ini kebenaran, engkau akan dilawan dari seluruh masyarakat. Saudara sekali lihat dari gereja Karismatik, mana berani dia mengatakan sesuatu dengan tegas. Harus ini! Tidak berani. Cinta. Penerimaan. Saling mengerti. Jangan bicara sesuatu yang sifatnya absolut. Saudara-saudara, hal-hal seperti ini diperhatikan sama mereka. Maka, itu budaya. Budaya itu ada sesuatu jiwa di dalam masyarakat, tidak ada yang mengajarkan, tetapi, kenapa bisa dipercaya semuanya. Semuanya lakukan hal yang sama. Semuanya fast food. Fast food semuanya. Aneh. Dulu yang disebut makan itu, saudara perlu 1-1,5 jam, bersama keluarga, semuanya. Sekarang tidak. Pergi ke McDonald’s, langsung ambil kemudian pergi. Pergi ke KFC, langsung ambil. Semuanya fast food. Dan uniknya, kita selalu pasti masuk ke dalamnya. Ya tentu saja, kalau sudah bicara mengenai fast food, kita tidak perlu untuk bertengkar dalam hal ini. Tidak perlu untuk kita kaji. Tetapi, budaya itu di dalamnya ada suatu jiwa yang sangat mungkin di dalamnya itu evil, kita mesti mengerti itu apa. Jadi kita adalah orang postmodern. Kita tidak akan ke mana-mana. Kita orang postmodern. Kita postmodern men. Tetapi kita harus mengerti di dalam postmodern, ada suatu spirit zaman yang evil yang tidak boleh kita ikuti.
Hal yang keempat bicara berkenaan dengan budaya adalah selalu bersangkut paut dengan pengelompokan worldview. Centre dari budaya itu adalah suatu rangkaian dari worldview (cara pandang). Saudara-saudara bisa mengelompokkan ini orang Chinese, atau ini orang Jawa. Dan orang Jawa ini, ada orang Jawa Timur dan Jawa Barat. Orang Jawa Barat sendiri ada berbagai macam yang lain. Saudara-saudara mengelompokkannya berdasarkan apa? Bisa berdasarkan dari kebiasaan, bisa berdasarkan dengan perbedaan dialect, tetapi yang paling dasar, saudara bisa melihat itu ada perbedaan di dalam worldview-nya. Apa itu worldview? Yaitu bagaimana dia memandang natur alam semesta ini. Memandang dirinya. Memandang asalnya. Memandang tempatnya di dunia ini. Apa yang terjadi dan bagaimana remedinya? Serta ke mana dia akan menuju? Saudara-saudara, sebenarnya ketika kita bicara berkenaan dengan worldview, sebenarnya itu ada di dalam satu aspek kecil. Di dalam Christ and Culture. Padahal worldview sendiri adalah aspek yang luar biasa luas. Maka, ketika saudara dan saya mengabarkan Injil kepada seseorang, apapun orang itu, dari Chinese atau dari Pakistan, dari Jawa Barat, atau dari mana saja, sebenarnya yang terjadi adalah sesuatu contra. Counter dari world view. Kita sedang dilatih untuk mendengar khotbah setiap minggu, atau, saudara-saudara mendengar YouTube yang baik dalam kekristenan, itu membentuk worldview kita, sehingga saudara dan saya memiliki worldview Biblical. Jadi kalau saudara-saudara melihat worldview kekristenan, saudara akan merentang Kitab Suci kita, maka ada 4 titik yang penting – creation, fall, redemption and consummation. Saudara akan melihat bagaimana Alkitab mendefinisikan. Saya ini siapa? Dari mana asalnya saya? Apa yang terjadi kepada saya? Kenapa ini bisa terjadi semuanya? Bagaimana remedinya? Dan, ke mana saya akan menuju?
Saudara-saudara, sekarang kita akan kembali. Jadi sebenarnya apa yang dicakup oleh budaya? Saya sudah bicara tentang 4 hal tadi. Jadi sebenarnya apa sih yang dicakup oleh budaya? Saudara-saudara, budaya mencakup aktifitas, tingkah laku, semangat dan arah masyarakat. Budaya mencakup semua ekspresi, emosi dalam bahasa, dalam bentuk sastra, sajak, musik, seni, tarian. Budaya juga termasuk dunia ilmu, filsafat, politik, ekonomi, agama, pendidikan, teknologi, media, periklanan, hiburan. Budaya mencakup juga kehidupan pernikahan keluarga, bagaimana mengutarakan emosi dan kehendak dalam relasi sosial, ekspresi manusia dalam suka duka, marah. Budaya juga mencakup standar yang menjadi dasar dan kewajiban yang menjadi perilaku manusia. Dan semua itu memberikan pengaruh bagi konsistensi, semangat juang dan perjalanan suatu bangsa atau seseorang atau keluarga untuk maju. Manusia adalah mahkluk berkebudayaan. Berbudaya itu secara sederhana adalah menjadi manusia.
Saudara-saudara. Lausanne Committee on World Evangelism mendefinisikan kebudayaan seperti ini. Ini adalah satu definisi yang dipegang oleh seluruh misionaris, penginjil, teolog dunia. Saudara-saudara, kebudayaan adalah suatu integrasi dari sistim kepercayaan. Sistim nilai. Sistim adat istiadat. Dengan seluruh institusi dan produknya yang mengekspresikan kepercayaan, nilai dan adat tersebut, yang mengikat bersama suatu society tertentu dan memberikan kepadanya suatu identity, kehormatan, keamanan, dan kesinambungan untuk kehidupan. Dan, kalau saudara-saudara masuk ke dalam system of belief, maka saudara-saudara berbicara mengenai Tuhan. Bicara tentang realitas. Bicara tentang ultimate meaning. Bicara berkenaan dengan value, apa yang benar, apa yang tidak. Baik apa, beautiful apa, apa yang normative, apa yang tidak? Berkenaan dengan custom/adat istiadat, maka saudara-saudara bicara berkenaan bagaimana itu kita berperilaku, bagaimana kita berbicara, bagaimana kita berdoa, bagaimana memakai pakaian, dan semuanya. Dan ketika bicara berkenaan dengan seluruh institusi dan produk yang mengekspresikan semuanya itu. Belief, value and custom itu. Maka itu segala sesuatu institusi, baik itu pemerintahan maupun yang public, yang lokal. Saudara-saudara bicara mengenai government, bicara mengenai court, bicara berkenaan dengan gereja, temple, family, school, semuanya, saudara-saudara. Dan, bagaimana mengutarakannya keluar dalam art, dalam language, dalam music. Saudara-saudara, ketika bicara berkenaan dengan budaya, bicara mengenai keseluruhan dari hidup kita!
Pendeta Stephen Tong mengatakan, definisi singkatnya adalah the way of thinking and the way of living. Di dalam seluruh konteks ini, ingatlah dari perintah Yesus, ‘Ajarkan segala sesuatu yang Aku ajarkan kepadamu.’ Maka seluruh bidang manusia disentuh oleh Kristus dan harus dikembalikan untuk takluk kepada Kristus seturut dengan Firman-Nya. Itulah yang disebut sebagai mandat budaya. Kdetika saudara pergi ke sekolah, saudara sedang ada perintah mandat buaya. Saudara sedang pergi ke gereja, ada perintah mandat budaya. Saudara pergi kerja, ada perintah mandat budaya. Saudara pergi ke mana pun saja, ada perintah mandat budaya. Bahkan saudara berelasi dengan suami dan istri, ada perintah mandat budaya. Ketika bicara mengenai mandat budaya, bukan berarti saudara-saudara itu kemudian mendirikan sebuah konser hall. Ya, kalau saudara mampu lakukan itu, lakukan. Ini bukan sekedar cuman musik saja. Saudara-saudara, pakai biola, pakai drum, bukan itu saudara-saudara. Atau lalu kemudian saudara melihat hasil kebudayaan, misalnya, lukisanalu saudara tuliskan di bawahnya ayat-ayat Alkitab. Bukan itu, saudara-saudara, itu bukan mandat budaya. Ketika bicara berkenaan dengan mandat budaya, itu keseluruhannya. Ketika seseorang marah, misalnya saja dalam rumah tangga, saudara cek kebiasaan saudara marah, itu yang Tuhan Yesus ajarkan, atau itu hasil kebudayaan dari papa, mama, dari keluarga besar kita yang sebenarnya not Biblical? Bagaimana cara kita melihat keuangan? Bagaimana kita beribadah? Dan tentunya juga, ketika kita mau mengekspresikan di dalam musik, apakah kita ikut dengan orang-orang dunia atau itu sesuatu prinsip yang benar di dalam Alkitab? Tapi yang intinya yang pada pagi hari ini saya mau untuk kita semua sadar. Ke mana pun saudara pergi, saudara ada mandat Injil dan mandat budaya. Kalau Tuhan pimpin, minggu depan kita akan bicara mengenai Alkitab dan kebudayaan, bagaimana Alkitab menjelaskan kebudayaan ini berkembang. Mari kita berdoa.
GRII Sydney
GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more