Ringkasan Khotbah

19 November 2023
Christ and Culture (03) – Christ and Redemption of Fallen Culture
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Kej 4:17-22, Mat 5:13-16

Kej 4:17-22, Mat 5:13-16

Minggu yang lalu kita sudah melihat bagian Alkitab mengenai perkembangan manusia di dalam kebudayaan. Mengembangkan kebudayaan adalah kehendak Allah di muka bumi ini bagi kita. Penyembahan kepada Allah bukan saja terjadi di dalam gereja, tetapi juga di toko, di tempat saudara bekerja. Keduanya adalah tempat suci-Nya Tuhan, Holy Ground. Keduanya adalah tempat Tuhan hadir. Keduanya adalah tempat prinsip-prinsip Kerajaan Allah itu ditegakkan di muka bumi. Biarlah sebagai orang Kristen kita menyadari tidak ada pembagian antara yang secular dan yang sacred. Kedua-duanya adalah milik Allah. Kedua-duanya adalah tempat, di mana Dia harus bertakhta. Sama seperti gereja, di mana Dia yang memerintah, maka di tempat kerja, Dia pula yang menguasai. Gereja harus murni, gereja harus bersih, Kristus harus menjadi Raja, tetapi tempat kerja kita juga harus murni, harus bersih, harus menjadi tempat Kristus menjadi Raja. Juga tempat kita berumahtangga adalah tempat yang harus murni, harus bersih, dan Kristus harus menjadi Raja. Tidak ada satu tempat pun di muka bumi, di mana Tuhan tidak memilikinya. Tidak ada satu pojokan di mana pun saja di muka bumi, di mana Tuhan tidak menciptakan dan berhak untuk menguasainya. Kita diminta untuk mengembangkan seluruh pekerjaan, aktifitas, dan itu artinya mengembangkan seluruh budaya manusia. Tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan setelah mandat ini diberikan, setelah perintah ini diberikan, manusia jatuh di dalam dosa. Kejadian 4 menceritakan Kain yang membunuh Habel dan ayat 17-22 tadi yang kita baca, saudara bisa melihat bahwa melalui keturunan Kain, banyak penemuan kebudayaan itu dihasilkan. Membangun kota, memiliki usaha, memelihara ternak, membuat alat musik dan alat-alat dari kayu dan besi. Meskipun dosa sudah masuk, perkembangan dan pencapaian kebudayaan terus-menerus berkembang. Saudara perhatikan baik-baik, itu berarti kebudayaan tetaplah dipertahankan dan dipelihara oleh Allah meskipun di bawah kuasa dosa. Kebudayaan tetaplah dipertahankan dan dipelihara Allah meskipun berada di bawah penghakiman Allah.

Pagi ini secara sederhana maka kita akan membagi khotbah menjadi dua. Yang pertama kita akan melihat sekilas apa yang terjadi ketika dosa sudah masuk ke dalam kebudayaan. Dan yang kedua adalah apa yang menjadi kehendak Kristus ketika Kristus berhadapan dengan kebudayaan yang sudah berdosa. Yang pertama adalah apa yang terjadi ketika dosa itu masuk di dalam sebuah kebudayaan. Dan yang kedua apa yang Kristus lakukan ketika Dia menebus kebudayaan yang sudah jatuh dalam dosa.

Apa yang terjadi di dalam sebuah kebudayaan ketika dosa itu sudah masuk? Maka saudara dan saya bisa melihat kebudayaan itu adalah gabungan antara anugerah umum yang indah dari Tuhan dan ada evil di dalamnya. Sekali lagi, kebudayaan yang kita lihat sekarang di mana pun saja, apa pun saja institusinya, apa pun saja produknya, apa pun saja yang dipikirkan manusia, saudara akan melihat ada gabungan antara anugerah umum dari Allah yang indah tetapi di dalamnya ada kejahatan, ada evil. Itulah sebabnya kalau saudara-saudara melihat di dalam Alkitab, nanti di dalam akhir zaman, maka akan ada langit dan bumi yang baru, dan sesungguhnya kata aslinya adalah langit dan bumi sekarang yang diperbaharui. Itu artinya maka seluruh hasil kebudayaan manusia yang ada unsur dosanya, unsur dosanya semuanya dihilangkan. Saudara-saudara, Tuhan tidak akan membuat langit dan bumi yang baru dan membinasakan yang lama. Tuhan akan me-renew, akan memperbaharui yang lama ini menjadi sesuatu yang baru dengan mengeluarkan seluruh unsur dosa. Biarlah kita boleh menyadari ketika Perjanjian Baru di dalam kitab Wahyu bicara mengenai surga, surga itu bukan kita yang menuju ke surga tetapi surga itu yang hadir di muka bumi. Jadi bukan kita yang menuju ke sana tetapi surga yang dinyatakan di muka bumi di dalam bumi yang kita jajaki sekarang ini. Karena jikalau bumi di mana campuran antara anugerah umum Allah yang indah dan kejahatan itu kemudian Tuhan hancurkan sama sekali dan Tuhan menciptakan yang baru, berarti Tuhan kalah oleh setan. Ketika Tuhan menghancurkan semuanya ini dan menciptakan sesuatu yang baru, berarti Tuhan kalah oleh  evil. Saudara-saudara, Tuhan tidak menciptakan yang baru, Tuhan akan memperbaharui yang lama yang sudah dipengaruhi dan dimasuki oleh dosa. Itu pengertian surga dan bumi yang baru.

Saudara-saudara, ketika bicara berkenaan dengan kebudayaan dan satu dosa sudah masuk di dalamnya, maka di mana pun saja saudara-saudara akan melihat gabungan antara anugerah umum dari Tuhan yang indah dan sesuatu yang evil. Dan di dalam point besar ini, dalam gabungan anugerah umum dan evil, maka ada beberapa hal yang terjadi.

Yang pertama, saudara akan menemukan ada hal evil yang selalu berada dalam sebuah kebudayaan. Kalau saudara-saudara melihat sejarah William Carey, maka dia melayani di India. Di India pada waktu itu ada satu kebudayaan yang unik sekali yaitu bahwa jikalau suami mati maka istrinya harus dikubur hidup-hidup bersama dengan mayat suaminya. Saudara perhatikan, ini adalah suatu kebudayaan, ini adalah suatu kebudayaan yang ada evil di dalamnya. Apa yang disebut sebagai mandat budaya adalah William Carey melihat hal itu dan seumur hidup dia sebisa mungkin membuat peristiwa-peristiwa seperti itu dihindarkan. Ada hal-hal evil yang berada di dalam sebuah kebudayaan.

Hal yang ke-2, apa yang terjadi? Saudara akan menemukan kemajuan kebudayaan selalu disertai dengan elemen self-centre, self-worship, makin kita menemukan suatu produk, suatu yang baru, selalu kita makin sombong. Kita mencuri kemuliaan Allah. Saudara-saudara, kita tidak mungkin bisa menciptakan, kita hanya bisa discover, menemukan, karena seluruh ciptaan itu dari Tuhan. Kita hanya bisa mengubah ciptaan itu menjadi suatu produk yang ada gunanya bagi masyarakat. Dan memang untuk hal itu kita memerlukan dari kita suatu pikiran yang sungguh-sungguh, yang pandai dan yang kerja keras. Tetapi saudara-saudara, ketika itu sudah kita dapatkan, kita merasa bangga dan kemudian menjadi sombong. Kita mencuri kemuliaan Allah. Saudara perhatikan, ini adalah evil, dosa yang masuk di dalam sebuah kebudayaan.

Hal yang ke-3, ketika dosa masuk ke dalam sebuah kebudayaan, apa yang terjadi? Di mana pun itu, apa pun itu, yang kita pikirkan dan hasilkan oleh manusia tidak lagi sempurna, selalu ada defect di dalamnya. Saudara perhatikan, semakin majunya kebudayaan, teknologi, ilmu pengetahuan, saudara-saudara makin maju, saudara-saudara yang sakit jiwa makin banyak, bunuh diri makin banyak, ancaman terhadap kemanusiaan makin banyak, pencemaran lingkungan makin banyak, kekacauan sistem makin banyak. Bukankah sebenarnya peralatan-peralatan kesehatan yang canggih itu didapatkan sekarang dan dulu zaman Musa belum ada? Bukankah dulu belum ada pesawat, belum ada TV, tetapi dengan kemajuan semuanya yang luar biasa itu, maka saudara bisa melihat bahwa itu paralel dengan umur kita yang makin menurun, mental health yang makin menurun, relation manusia yang makin menurun? Unik ya saudara-saudara? Ada sesuatu yang baik, penemuan yang baik, dan itu kemudian menjadi sesuatu yang bisa kita puji, dan sungguh-sungguh baik, dan kita bersyukur untuk seluruh kemajuan tersebut, tetapi uniknya side effect-nya itu menghancurkan kita. Ada selalu unsur evil di dalamnya.

Hal yang ke-4. Ketika dosa masuk ke dalam sebuah kebudayaan, maka manusia itu terlepas dari Allah, maka apa pun yang dihasilkan semakin tinggi kebudayaan itu makin leluasalah dipakai untuk kejahatan. Saudara-saudara, evil merajalela di tengah-tengah dunia dengan seluruh penemuan kebudayaan manusia. Semakin tinggi kebudayaannya, semakin kejahatannya itu memuncak. Dan ini selalu terjadi. Saudara bisa melihat kemajuan apa pun saja, kenapa pornografi bisa masuk ke mana pun saja? Kenapa segala sesuatu yang merusak itu bisa begitu cepat menjalar ke manusia? Karena teknologi itu semakin didapat tangan kita, kejahatan itu langsung mendekat kepada kita bersamaan.

Dan yang ke-5. Budaya begitu sudah jatuh di dalam dosa, tidak bisa memberi jawab dan jalan keluar terhadap masalah manusia dan tidak bisa memberi arah kepada manusia. Menempelkan identitas kita kepada pencapaian hasil kerja itu adalah suatu kebodohan. Saudara pasti tahu sekali poin ke-5 ini. Kalau kita bekerja dan kerja kita bagus, oh langsung kita bangga. Sampai titik tertentu itu tidak salah. Tetapi kita menggabungkan diri kita, identitas kita bukan kepada Allah tetapi apa yang kita kerjakan. Pencapaian hasil kerja itu menentukan kita punya identitas. Saudara dan saya tidak ditentukan dari pencapaian kerja kita. Kita tidak boleh menempelkan identitas kita kepada apa yang kita miliki. Kita adalah orang yang memiliki identitas karena Tuhan menciptakan kita dan menebus kita di dalam Kristus Yesus.

Saudara-saudara, kita bisa bicara panjang lebar mengenai satu per satu, tetapi saya tidak bermaksud untuk masuk ke dalam satu per satu, tetapi saya akan masuk lebih lanjut berkenaan dengan bagaimana Kristus berespon terhadap kebudayaan yang sudah jatuh. Kristus datang, itu bukan saja menyelamatkan manusia menuju ke surga, bukan saja memindahkan kita dari neraka menuju ke surga. Saudara dan saya mempercayai Kristus itu bukan bicara cuma urusan surga, tetapi sebaliknya di dalam Alkitab ini adalah bicara mengenai case di dunia, bicara berkenaan dengan kebudayaan di dunia. Kristus mau men-transform dunia yang sudah jatuh dalam dosa ini. Itulah sebabnya Dia mengajarkan bahwa Kerajaan Allah itu datang, kehendak-Nya jadi di muka bumi ini seperti di surga. Bisnis Kristus kepada kita adalah muka bumi ini. Menghadirkan prinsip-prinsip surgawi di muka bumi ini. Dan ini adalah suatu pengubahan, transform kebudayaan. Biarlah kita orang-orang Kristen menyadari panggilan ini. Ketika kita mengabarkan Injil, dan ketika orang itu terima Yesus Kristus, yang terjadi sesungguhnya bukan cuma orang itu dari neraka dipindahkan ke surga, tetapi sesungguhnya yang terjadi adalah orang tersebut sepanjang sisa hidupnya akan terjadi suatu transformasi kebudayaan. Ini yang diinginkan oleh Kristus Yesus: kerajaan-Nya hadir di dalam setiap aspek hidup manusia dan setiap aspek hidup manusia itu artinya kebudayaan.

Dan bagaimana Kristus melakukannya setelah Dia naik ke surga, maka perhatikan baik-baik prinsip ini. Dia menggunakan gereja. Gereja lokal. Berkali-kali saya bicara pentingnya gereja lokal dan berkali-kali dari berbagai macam aspek Alkitab memberikan kepada kita pandangan pentingnya gereja lokal. Saudara-saudara, yang paling penting bukan diri kita, seberapa rohaninya kita, tetapi adalah komunitas. Komunitas itu penting sekali. Sekali lagi, saya bertemu dengan begitu banyak orang yang tidak mementingkan gereja lokal, bahkan orang-orang tersebut adalah orang-orang yang kelihatannya rohani tetapi orang-orang tersebut tidak mengerti pentingnya dan significancy-nya gereja lokal. Kerohanian kita tidak lebih tinggi daripada kehendak Allah di dalam gereja lokal.

Beberapa waktu yang lalu saya sudah pernah mengatakan bahwa Doa Bapa Kami itu tidak bisa diucapkan kepada orang-orang Kristen yang individualis. Kalau saudara dan saya memang sungguh-sungguh mau menaati Alkitab dan masuk di dalam rencana Allah di dalam kekekalan di muka bumi ini, harus gereja. Ya, gereja tidak sempurna, gereja sering sekali menyakiti kita, gereja banyak kesalahan sana sini yang terjadi. Tetapi saya tanya kepada saudara-saudara, apakah pribadimu tidak seperti itu? Sebelum kita menyalahkan sebuah gereja, kita harus lihat diri kita sendiri. Kalau Tuhan lihat kita, kita juga mengecewakan. Kalau Tuhan lihat kita, kita juga terlalu banyak kesalahan. Kita sering sekali tidak adil dengan gereja lokal. Padahal untuk menyatukan sebuah gereja lokal di mana pun saja, maka Allah di surga harus merancangkan sebelum kekekalan dan Allah Anak harus mati di atas kayu salib sebelum kita lahir dan Roh Kudus bekerja secara tersembunyi di hati kita masing-masing. Untuk bisa membuat satu gereja lokal seperti ini, Allah Tritunggallah yang bekerja di tengah-tengah kita. Jangan menghina pekerjaan Allah. Jangan berpikir diri kita lebih hebat daripada komunitas ini. Gereja lokal adalah isi hati Tuhan. Dan di dalam urusan kebudayaan, ketika teologia Reformed menyatakan mandat budaya, tugas budaya, transform budaya, redeem culture, itu tidak mungkin bisa saudara dan saya lakukan sendiri sehebat apa pun. Ini harus dilakukan melalui dan di dalam sebuah komunitas yaitu gereja. Ini harus dilakukan oleh sebuah komunitas yang berkumpul bersama-sama dan memiliki komitmen yang sama.

Matius 5 menyatakan hal ini dengan jelas, bagaimana Yesus berespon terhadap kebudayaan, bagaimana Yesus menghadapi sebuah kebudayaan, bagaimana Yesus mengubah kebudayaan. Maka saudara-saudara, Dia menggunakan gereja, sebuah komunitas. Matius 5:13-16 menyatakan dua gambaran yang begitu terlihat untuk hal ini. Dan ini adalah bicara mengenai identity of the church and the task of the church. Ini bicara mengenai identitas dan tugas gereja. Ada dua hal. Yang pertama adalah terang. Yang ke-2 adalah garam. Saudara perhatikan baik-baik apa yang ditulis di sini. Terang di bumi ini, terang dunia. Kemudian dikatakan gambaran yang dipakai adalah kota di atas bukit. Kota di atas bukit. Ini adalah satu tulisan yang sangat indah dan kalau saudara-saudara melihat ini, jarang sekali ada seorang pengkhotbah masa kini yang mengkhotbahkan ‘kota di atas bukit’. Dan ‘kota di atas bukit’ adalah satu tema yang beberapa kali orang puritan itu khotbahkan. Saudara, gambaran yang dipakai di sini adalah kota di atas bukit yang melakukan perbuatan baik bagi orang-orang yang belum percaya supaya mereka mempermuliakan Bapamu di surga.

Mari kita melihat satu per satu bagian ini. Saudara-saudara perhatikan ’kota di atas bukit’. Sebuah kota itu sebuah komunitas. Kita tidak bisa menyebut kota kalau kita hidup sendirian. Dan saudara perhatikan lagi, sebuah kota itu bukan fellowship. Kota itu melebihi daripada hanya sekedar persekutuan. Apa bedanya antara sebuah kota dan sebuah fellowship? Sekali lagi, Tuhan menghendaki kita adalah city on a hill, bukan fellowship, tapi city. Apa bedanya city dengan fellowship? Saudara perhatikan, sebuah kota itu ada prinsip hidupnya, ada aturan-aturan yang lebih ketat dari fellowship. Ada nilai-nilai bersama, ada hukumnya, ada sistemnya. Sebuah persekutuan itu adalah saudara-saudara ada kesamaan interest saja. Ayo kita ber-fellowship, setelah ini ada persekutuan senior, persekutan wanita nanti hari Kamis, ada persekutuan  remaja, pemuda, semuanya bicara mengenai persekutuan. Tidak salah saudara-saudara, tetapi ini bukan persekutuan, ini adalah city. Apa bedanya fellowship dengan city? City, saudara-saudara punya kota Sydney, maka saudara lihat ada hukumnya, ada sistemnya, ada nilai-nilai bersamanya yang berbeda dengan city yang di Jakarta. Ada aturan-aturan yang lebih ketat daripada hanya sekadar bersekutu, makan bersama-sama. Ada prinsip hidup yang disepakati bersama dan dihidupi bersama. Apa artinya? Apa arti yang Yesus katakan di sini? Timothy Keller menyatakan demikian, “Kekristenan diminta oleh Yesus menjadi suatu kota alternatif di dalam setiap kota yang ada. Suatu budaya alternatif dalam sebuah kebudayaan yang ada.” Sehingga saudara-saudara bisa melihat di sini ada kota Sydney dan di tengah-tengah kota Sydney ini, yang memiliki aturannya, memiliki hukumnya, memiliki cara hidupnya, memiliki sistemnya, Tuhan menghendaki gereja lokal menjadi city tandingan, city alternatif, city yang hadir di tengah-tengah city ini. Bukan sekadar kita disatukan oleh fellowship tetapi dengan prinsip yang sama dengan cara hidup yang sama. Dengan cara seperti itulah kebudayaan tandingan itu bisa terjadi di kota Sydney.

Jikalau kita itu hanya bermain di dalam solo karir, kita sendirian, dan kita tidak mau bergabung dengan gereja lokal, maka saudara jangan pernah berpikir bahwa Matius 5 ini akan terjadi. Karena Tuhan bicara mengenai terang itu tidak pernah sendirian. Begitu kita mau sendirian dan tidak tergabung dalam gereja lokal, tidak ada komitmen dalam gereja lokal, saudara dan saya tidak mungkin bisa menjadi terang. Bahkan secara metafora pun tidak mungkin bisa menyamai. Hari ini saudara bisa melihat lampu ini, terang itu ada. Kalau saudara-saudara dan saya keluar, ada matahari yang terang. Saudara perhatikan baik-baik untuk bisa terang berapa partikel yang harus dikeluarkan? Tidak mungkin satu, itu jutaan partikel yang dikeluarkan baru bisa ada perubahan yang terlihat di tempat saya. Itulah sebabnya orang yang paling diurapi sekali pun, yang paling pintar sekali pun, dia tidak mungkin bisa mempengaruhi budaya, kecuali dia bergabung di dalam sebuah komunitas yang kuat di dalam Tuhan dan baru mandat budaya itu terjadi. Kota di atas bukit. Kota alternatif di tengah-tengah kota yang ada.

Saudara-saudara, ketika saya membaca tulisan Timothy Keller, saya membayangkan oh di kota itu, di kota ini yang besar maupun kecil di seluruh dunia. Kota yang kecil, kota yang besar, kota yang sangat-sangat miskin, kota yang kaya, kota yang begitu saudara masuk di dalamnya sangat tidak menyenangkan, dan juga kota yang begitu masuk di dalamnya saudara sangat suka. Tetapi kalau di dalam setiap kota-kota yang tadi saya sebutkan ada gereja lokal yang sejati yang memiliki prinsip hidup di dalam kelompok-kelompoknya itu yang seturut dengan Alkitab dan memiliki aturan dan nilai-nilai bersama dan hukum dan sistem yang ada di dalam Alkitab, itu menjadi kota di atas bukit, kota alternatif di tengah-tengah kota yang ada di mana mereka hidup. Dan itu kehendak Allah. Ini kalimat yang kita harus bicara dengan hormat. Kita selalu bicara apa yang harus dihormati, maka Calvin menyatakan, “Yang harus dihormati adalah Allah, dan yang kedua yang harus dihormati adalah kehendak Allah.” Ketika kita bicara mengenai kehendak Allah, ini kehendak Allah. Kota di atas bukit. Kota ini akan menjadi kota tandingan, kota ini akan menjadi kota alternatif.

Di dalam gereja lokal yang sehat maka kita bisa memperlihatkan, demikian kata Timothy Keller, bagaimana sex, uang, kuasa dapat digunakan untuk sesuatu yang tidak merusak dan dibentuk oleh Injil. Ini kalimat yang bagus. Kita bisa menyatakan bagaimana sex, uang dan kuasa dapat digunakan untuk sesuatu yang tidak merusak dan tiga bagian itu dibentuk oleh Injil. Lebih lanjut lagi saudara-saudara, kita akan melihat lebih teliti lagi. Kota di atas bukit yang menjadi terang, diketahui oleh banyak orang dan kemudian berdasarkan perbuatanmu yang baik banyak orang akan memuji Allah. Mari kita teliti ‘perbuatan baik’. Di dalam bahasa Yunani, kata untuk ‘perbuatan baik’ itu bukan sekedar moralitas, tetapi artinya adalah suatu tindakan pelayanan yang dilakukan dengan compassion, suatu tindakan pelayanan yang sifatnya itu adalah ada hati yang berbelas kasihan. Dan kata ini saudara bisa dapatkan di dalam Alkitab di dalam gereja-gereja awal. Saudara-saudara, gereja mula-mula sangat terkenal karena mereka itu mengidentifikasikan dirinya pada yang miskin dan lemah, pada orang-orang yang terpinggirkan. Mereka secara jumlah itu minoritas tetapi mereka terus-menerus berjuang dan berbicara untuk orang-orang mayoritas di komunitas mereka dan sebagian orang-orang yang mayoritas itu adalah orang-orang yang terpinggirkan, yang lemah, yang miskin. Dan Timothy Keller kemudian mengatakan demikian, “Kecuali gereja sekarang mengikuti langkah mereka, mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang yang lemah, yang miskin, yang terpinggirkan, kecuali gereja sekarang mengikuti langkah mereka, maka gereja akan dipinggirkan.” Gereja yang tidak memikirkan orang-orang yang dipinggirkan, gereja tersebut akan terpinggirkan. Gereja yang tidak memikirkan orang-orang yang tidak penting, maka gereja tersebut menjadi tidak penting. Gereja yang membangun menara gadingnya sendiri, gereja tersebut tidak akan dipakai Tuhan apa pun saja. Oh ini sesuatu hal yang kita mesti belajar. Tuhan bermaksud memakai gereja untuk menjadi kota di atas bukit. Menjadi kota alternatif di dalam kota yang ada. Yang melayani keluar dengan perbuatan baik, yaitu belas kasihan dan pelayanan bagi orang-orang yang lemah dan terpinggirkan.

Saudara-saudara, kalau saudara-saudara masuk dalam bidang gereja dan kemudian melayani di tengah-tengah dunia ini, maka pembicaraan kami di tempat seminari, salah satu yang paling rumit adalah bagaimana kami mesti, gereja yang sejati itu mesti memberi dampak pada masyarakat. Karena di dalam sejarah gereja, orang-orang liberal yang tidak mengakui Yesus Kristus sangat memperhatikan masalah compassion itu. Mereka bahkan mengatakan bahwa inti iman Kristen itu tidak penting, yang paling penting adalah bagaimana gereja itu sendiri memiliki influence di tengah-tengah masyarakat. Maka perbuatan sosial itu yang penting dan mereka sangat curiga dengan orang-orang Kristen yang membangun sebuah gereja untuk menara gadingnya sendiri. Mereka mengatakan ini bukan kehendak Yesus Kristus, tetapi kehendak Yesus Kristus adalah kita masuk ke jalanan dan kemudian kita memberikan pelayanan-pelayanan yang penuh dengan compassion kepada orang-orang yang terpinggirkan. Tetapi ini bukan sepenuhnya yang Alkitab katakan. Apa yang dikatakan oleh liberal bukan sepenuhnya yang Alkitab katakan. Alkitab mengatakan kota di atas bukit itu memberikan suatu perbuatan baik pada akhirnya adalah supaya mereka mempermuliakan Bapamu di surga, Allah di surga. Maka ini adalah suatu prinsip yang penting. Seluruh perbuatan kita harus berdasarkan iman yang sejati. Harus didorong oleh iman yang sejati yaitu pengenalan akan Kristus yang sejati. Orang yang mengenal Allah adalah orang yang mau dipakai Allah untuk manusia-manusia, orang-orang lain. Kamu adalah terang dunia. Ketika terang itu ada supaya mereka mempermuliakan Bapamu di surga.  Maka Saudara bisa memperhatikan dua hal ini menjadi satu: iman dan perbuatan. Iman, pengenalan akan Allah dan juga compassion kepada orang-orang yang terpinggirkan. Gereja ini sudah terus-menerus Tuhan beri kepada kita mengenal Allah. Tetapi saudara-saudara, kita perlu untuk memperhatikan saat ini untuk kita boleh menjadi berkat bagi kota ini. Tetapi berkat untuk kota ini tidak mungkin bisa dilakukan kecuali kita mau berkomitmen di dalam sebuah gereja lokal, karena yang Tuhan hadirkan di tengah-tengah dunia, di tengah-tengah budaya, Tuhan memakai gereja. Itu adalah yang pertama. Terang dunia.

Sekarang yang kedua. Gambaran yang kedua adalah garam di bumi ini. Garam dunia. Kalau saudara-saudara melihat metafora ini adalah metafora yang terbalik. Terang itu terlihat. Semua orang bisa melihat. Kota di atas bukit itu tidak mungkin bisa ditutupi. Tetapi garam itu lebih sederhana, lebih tidak terlihat. Garam itu penetrasi di dalamnya. Sebelum saya masuk lebih jauh, saudara juga tidak mungkin menemukan garam satu butir dan kemudian seluruh masakan saudara itu berubah. Sekali lagi, ini adalah dua-duanya, meskipun cara kerjanya terbalik, tapi ini adalah gerakan komunitas. Sekali lagi. Terang dan garam cara kerjanya berbeda, bahkan 180 derajat berbeda, tetapi dua-duanya adalah gerakan komunitas. Dan dengan cara ini Kristus mau menghadirkan perubahan transform budaya. Terang itu terlihat, semua bisa melihat. Garam ketika bekerja tidak terlihat. Di dalam zaman kuno garam dipakai untuk preservative membuat sebuah daging untuk selalu ‘diperbaharui’ sehingga tidak terbuang. Saudara-saudara, hidup Kristiani dengan sendirinya akan mempertahankan budaya dari kemunduran, dari pengrusakan. Tadi saya sudah katakan apa yang terjadi jika dosa itu masuk ke dalam sebuah budaya, maka kebudayaan yang indah sekali pun akan terus turun, terus-menerus degradasi turun. Sama seperti sebuah daging yang saudara ambil dari pasar meskipun itu daging yang segar, saudara letakkan di satu tempat, dengan berlangsungnya waktu maka daging tersebut akan degradasi makin lama makin busuk. Maka pada zaman kuno, orang-orang menggunakan garam. Garam itu akan ‘renew’ selalu daging tersebut atau mempertahankan supaya jatuhnya tidak begitu cepat.

Saudara-saudara, hidup Kristiani itu dengan sendirinya akan mem-preserve kebudayaan untuk tidak jatuh lebih cepat. Tentu kita tidak sama sekali bisa menahan secara tuntas daripada kejatuhan tersebut. Dan juga mungkin tidak bisa secara fundamental mengubah social transformation itu terjadi, tetapi yang jelas adalah proses itu diperlambat dengan sendirinya. Dan itu adalah gerakan dari kita yang menyebar. Saudara ada yang jadi ibu rumah tangga, ada yang masuk ke dalam finance, ada yang masuk ke hospitality, ada yang masuk ke administrasi, ada yang masuk ke education, ada yang masuk ke teknik, pabrik atau apa pun saja. Biarlah saudara dan saya mengerti, kita adalah city on the hill yang kemudian menyebar. Kita menyebar ke tempat yang Tuhan kehendaki. Jikalau saudara dan saya taat kepada Dia, di mana pun saja saudara dan saya ditempatkan, maka kita akan menemukan bahwa kejatuhan budaya di tempat kerja saudara atau tempat hidup saudara itu akan diperlambat dengan kehadiran kita. Tetapi prinsipnya ada satu di sini. Dikatakan, garam itu jikalau tawar dengan apa dia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Yang paling penting di sini adalah komitmen saudara sebagai satu gereja di tempat kerja masing-masing dengan Allah. Saudara-saudara, jika itu tidak ada, jikalau kita tidak pernah mau untuk berkomitmen di dalam hal ini, maka kita yang ada di ujung-ujung tombak di tempat dunia kerja kita, kita tidak mempengaruhi kebudayaan, kita sama dengan kebudayaan yang jatuh itu. Bukan kita yang transform culture tetapi culture dunia yang berdosa itu transform kita. Bukan orang lihat kita dan mempermuliakan Bapa di surga, tetapi kita melihat mereka dan kita mengikuti bapa mereka yaitu setan.

Garam juga mengobati luka, tetapi ketika garam bekerja mengobati luka, maka orang yang diobati dengan garam itu akan sakit. Timothy Keller mengatakan demikian, “Ketika gereja bergerak dengan kebenaran doktrinal dan praktikal, jadi gereja bergerak dengan kebenaran doktrinal dan praktikal, pasti akan ada perlawanan.” Saudara-saudara, maka ada harga yang harus kita bayar ketika kita berhadapan dengan culture. Itulah sebabnya tadi saya sudah mengatakan kepada saudara-saudara, bahwa lagu yang tadi dikumandangkan adalah penghibur kita. Mengapa menghibur kita? Karena ada janji Allah, Dia akan memelihara kita. Ketika saudara dan saya bergerak keluar menjadi garam dunia, jangan punya harapan tidak ada oposisi. Dan kalau saudara dan saya tidak ada oposisi sepanjang hidup kita, berarti sangat mungkin dunia menerima kehadiran kita. Kalau dunia menerima kehadiran kita, berarti prinsip kita, cara hidup kita, dan seluruh pekerjaan kita tidak ada bedanya dengan dunia. Kalau kita sungguh-sungguh mau bekerja dengan sungguh-sungguh tulus jujur untuk kemuliaan Allah saja, saya yakin cepat atau lambat pasti akan ada satu, dua atau banyak orang oposisi dengan kita. Mereka tidak bisa menerima kita. Mereka akan menjelek-jelekkan kita. Mereka akan melihat dan mengincar kekurangan, kesalahan, kelemahan kita dan kemudian cepat akan menembak. Itu pasti terjadi.

Saudara-saudara, hal yang lain, saya mau mengingatkan kalimat Yesus ini adalah kalimat identity saat ini saudara dan saya. Yesus mengatakan demikian, ”Ikutlah Aku, Petrus, dan engkau akan Aku jadikan penjala manusia.” Maka ‘akan’ ini adalah proses becoming. Kamu ‘akan’, berarti saat ini belum. Kamu ikut saya terus akan ada satu proses kamu akan menjadi murid. Ketika bicara ‘akan’ itu ada kemungkinan untuk mengundurkan diri, kemungkinan untuk berhenti. Itulah sebabnya Yesus mengatakan, “Kalau kamu mau menjadi murid-Ku kamu harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Aku.” Banyak orang yang menjadi pengikut agama Kristen tetapi siapa yang menjadi murid itu hal lain. Banyak orang seakan-akan melayani Yesus, tetapi siapa yang menjadi murid itu urusan lain. Kamu ‘akan’ Kujadikan. Saudara-saudara, ada process of becoming, ada suatu progress, ada waktu di situ. Tetapi di sini tidak. Kamu adalah terang dunia. Kamu adalah garam dunia. Begitu saudara dan saya mengaku diri menjadi orang Kristen, suka atau tidak suka maka ini adalah identitas kita. Ini adalah tugas kita. Oh aku tidak bisa bersaksi, hidup saya baru kemarin satu minggu terima Tuhan Yesus, jadi aku masih muda, aku masih bayi rohani, jangan tuntut aku untuk jadi orang yang hebat di kantorku, jangan tuntut aku menjadi terang atau menjadi garam. Ada pengaruh di dalam hidupku. Saudara-saudara, di dalam Alkitab prinsipnya adalah kalau sungguh-sungguh terima Tuhan Yesus, maka kamu akan menerima kuasa sebagai anak-anak terang. Kamu adalah terang dunia dan kamu adalah garam dunia. Tuhan tidak mengatakan kamu ‘akan menjadi’ terang dunia, kamu ‘akan menjadi’ garam dunia. Suka atau tidak suka, kalau sungguh-sungguh Roh Kudus sudah bekerja di dalam hidup kita, maka dunia akan melihat kita. Suka atau tidak suka maka kita harus menjadi satu witness di hadapan Allah kepada dunia. Dan ini adalah yang diartikan.

Saudara-saudara ingat ya, pagi ini ingat, Tuhan mengatakan kepada kita ‘kamu adalah terang’ dan bicara terang maka bicara kota di atas bukit, kota alternatif. Ketika bicara mengenai terang, maka kota itu penduduknya memberikan suatu pelayanan compassion kepada dunia, memikirkan bagaimana yang terpinggirkan. Kedua, ketika bicara mengenai budaya, maka ‘kamu adalah garam’. Garam! Ketika bicara mengenai garam, maka ada kekuatan untuk mem-preserve, untuk menahan kehancuran. Satu kekuatan untuk bercahaya, satu adalah kuasa untuk menahan. Dan ketika bicara mengenai garam maka ini adalah suatu penyembuh sakit tetapi menyakitkan. Akan ada oposisi. Saudara-saudara, gereja ini dibentuk sama Tuhan untuk boleh menggenapi ini. Saudara-saudara memikirkan orang lain di luar, memikirkan bagaimana perbuatan baik kita boleh dipancarkan keluar bukan supaya orang terima kasih kepada kita. Tetapi pikirkan daripada orang-orang yang terpinggirkan. Saya ketika merenungkan hal ini, saya sangat-sangat bersyukur untuk Tuhan pimpin kita selangkah demi selangkah, gereja kita tidak sempurna tetapi kita boleh melihat pekerjaan Tuhan satu langkah demi satu langkah. Pada waktu beberapa minggu yang lalu di dalam hari perjuangan, di dalam beberapa minggu sebelumnya saya mengatakan, mari, kalau saudara-saudara mau berbagian bersama-sama memberikan persembahan untuk membangun satu asrama yang sederhana di kota Biak, karena begitu banyak anak-anak yang terlantar. Dan saudara-saudara, bicara mengenai terlantar, itu sungguh-sungguh terlantar. Otaknya tidak bertumbuh, tubuhnya tidak bertumbuh. Jangan bicara mengenai sekolah untuk menjadi pintar, tidak ada komitmen sama sekali di dalam hal-hal yang baik, orang tuanya cuma pokoknya melihat anaknya masih datang di depan dia kalau dipanggil itu hidup, ya sudah beres. Di dalam keadaan seperti itu kalau saudara dan saya tau, pernah menjajak Biak, saudara dan saya pasti setuju kita harus membuat sebuah asrama. Lalu gerakan ini terus ada, lalu kemudian hati saya terus di bawa ke sana.

Di tengah-tengah seluruh kebutuhan kita, di tengah-tengah bahkan seluruh kebutuhan pelayanan di Sydney, lalu saya kemudian pikir bagaimana? Saya bicara kepada jemaat, ini masa susah. Siapa yang tidak tahu di kota Sydney, ini masa susah, untuk mendapatkan uang susah dan keluar uang begitu banyak. Kita semua laki-laki, kita jarang pergi belanja bukan? Mungkin ada yang belanja, saya tidak tahu, kita pasti jarang pergi belanja-belanja. Saya yang jarang saja, ketika melihat harga di Coles, harga di Woolies naiknya luar biasa, 30%, 40%, barang yang sama. Saya lihat, oh ini naik. Belum lagi bill dari electricity, water, ini naik semua, naiknya tidak karu-karuan. Seperti ini bagaimana? Tidak usah bicara mengenai biaya anak sekolah. Saudara-saudara semuanya, bahkan kalau saudara-saudara PR di sini, super pun di situ persentasi untuk bayarnya ditambah. Beberapa waktu yang lalu saya sampai kaget, saya sharing di tim kerja. Ini tempat dokter yang biasa kita pergi pun dari bulk bill sekarang musti bayar. Semuanya naik, tidak usah bicara berkenaan dengan mortgage rumah, sama loan. Satu per satu jemaat mengatakan meskipun mereka, saya mengerti hati yang baik dan tidak berkeluh-kesah, tetapi saya tanya bagaimana sekarang? Oh dari $600 sekarang $900. $900 satu minggu sewa? Saudara-saudara, ini mencekik sekali. Saya terus pikir, Tuhan ini bagaimana? Saya mesti bicara atau tidak? Ini waktu yang tidak tepat. Ini bukan waktu untuk mengumpulkan uang. Kami kesulitan keuangan. Tetapi dalam hati saya ada satu prinsip, pekerjaan Tuhan adalah pekerjaan Tuhan. Baik atau tidak baik waktunya kita mesti mengerjakan. Dan serahkan kepada Tuhan hasilnya. Dan apa yang menjadi motivasi yang terbesar, membuat suatu menara gading? Tidak. Tetapi supaya misi boleh sampai kepada anak-anak Biak.

Pada waktu itu, tidak ada satu kata pun di dalam pikiran saya untuk masuk ke dalam dan perhatikan orang-orang yang terpinggirkan, sampai saya membaca apa yang Timothy Keller ini katakan dan apa arti kata sesungguhnya dari perbuatan baik itu. Oh, hati saya tersentuh, saya mengucap syukur kepada Tuhan. Di tengah-tengah iman yang kecil, di tengah-tengah ketidaktahuan pimpinan Tuhan ke depan, hanya tahu cuma selangkah demi selangkah, gereja yang tidak memperhatikan orang yang terpinggirkan, gereja itu sendiri akan terpinggirkan. Kita mengucap syukur kalau Tuhan boleh memimpin gereja kita. Gereja ini tidak sempurna, gereja ini banyak kekurangannya, dan suatu hari mungkin saya akan pindah dari gereja ini. Tetapi pun kalau saya pindah, saya tetap akan mengatakan satu kalimat ini, “Gereja ini sungguh dipimpin oleh Tuhan.” Tidak mungkin bisa dibantahkan, sungguh-sungguh dipimpin oleh Tuhan. Bukan saya. Bukan penatua. Ada Kristus yang tidak terlihat, Roh Kudus yang tidak terlihat sedang menyatukan kita sama-sama. Tuhan, saya ini gembala. Apa punya perasaan di saat seperti ini? Terus kemudian sama-sama kumpulkan uang untuk Biak, apa punya perasaan? Tapi kehendak-Mu jadi. Yang penting saya taat. Saya bicara dan saya sendiri membayar harganya, yang terbaik yang saya bisa, selanjutnya Tuhan, Engkau yang mencukupkan atau tidak, itu kehendak-Mu, dan Tuhan berikan kecukupan yang besar. Tuhan hidup. Tuhan hidup di tengah-tengah kita. Tuhan hidup bukan saja Dia menyediakan tetapi juga Dia memimpin pada kegenapan yang Dia kehendaki mesti pertamanya kita tidak lihat. Mari seluruh jemaat saudara-saudara sungguh-sungguh menyatukan hati untuk kita boleh belajar menjadi terang dan menjadi garam di tengah-tengah bumi. Kiranya Tuhan dipermuliakan. Mari kita berdoa.


Kejadian 1:27-28, Kejadian 2:15, Bilangan 3:8
 
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more