Kel 3:1-4:5
Musa, apakah yang ada di tanganmu? Pertanyaan ini muncul di dalam satu konteks yaitu: Allah mengutus Musa. Perikop ini adalah suatu perikop yang besar dan sangat penting. Peristiwanya sendiri sangat mencengangkan. Konteksnya adalah Allah mengutus Musa untuk menghadapi Firaun untuk membebaskan orang Israel yang ditindas oleh orang Mesir. Ini adalah panggilan Allah, pengutusan Allah kepada Musa. Dan dari situlah maka pertanyaan ini muncul. Tapi biarlah kita boleh mengerti satu prinsip ini: Panggilan Allah, pengutusan Allah bukan lahir dari kevakuman. Dan pada pagi hari ini kita akan memperhatikan bahwa panggilan dan pengutusan ini ada setelah ada dua proses besar yang terjalin menjadi satu yang terjadi pada Musa. Tuhan menghadirkan dua proses untuk Musa itu belajar. Sebelum proses itu ada, maka panggilan Allah itu tidak terjadi. Barangsiapa yang ingin dipakai oleh Allah, barangsiapa yang ingin untuk diutus oleh Allah, biarlah kita boleh memperhatikan ada pelajaran-pelajaran rohani yang Tuhan sudah berikan kepada kita dan akan berikan kepada kita sebelum pengutusan itu muncul. Dan di dalam konteks Musa, bahkan pelajaran itu sendiri ada di dalam sebuah sekolah yang besar, sekolah padang gurun ketika dia diajar sendirian. Dua proses besar itu apa? Sebelum terjadinya suatu pengutusan, yang pertama adalah proses pengenalan akan Allah. Ini adalah bicara berkenaan dengan teologi, tetapi bukan saja bicara mengenai teologi yang dipelajari dari buku, tetapi seperti kata scholar orang-orang Puritan yang mengatakan bahwa ini adalah experiential theology. Suatu teologia yang dipelajari dari kenyataan bahwa Allah itu menyatakan diri-Nya kepada kita. Ini adalah suatu perjumpaan yang sifatnya existential antara I and Thou relationships. Dan di dalam pelajaran teologia yang besar, ada dua tema pokok utama yang Allah ajarkan kepada Musa. Hari ini kita akan melihat dua-duanya.
Tema teologia pertama yang penting sekali yang dipelajari oleh Musa adalah kekudusan Allah. Saya yakin bahwa kalimat ini tidak asing bagi kita, bahkan minggu yang lalu kita sudah bicara berkenaan dengan pelajaran ini yang diajarkan Allah juga kepada Yesaya. Saudara bisa melihat seluruh orang yang dipakai oleh Tuhan dengan berbagai peristiwa, berbagai konteks, Tuhan mengajarkan prinsip yang sama yaitu kekudusan Allah, menjadikan seorang yang diutus itu mencintai dan menghargai kesucian. Bukan berarti bahwa orang yang diutus tersebut tidak akan ada kesalahan nantinya atau sempurna, tetapi dia akan memiliki hati yang mengejar kekudusan dan ketika jatuh hatinya akan ada ratapan, ada teriakan untuk minta kembali dikuduskan. Pelajarannya adalah ketika Musa sedang menggembalakan ternaknya di padang belantara. Seperti banyak tempat di Australia, ada banyak sekali padang belantara semak belukar, kemudian tiba-tiba dia melihat ada sekumpulan semak belukar dan api yang menyala tetapi semak itu tidak dimakan oleh api. Musa yang tercengang dengan penglihatan itu dengan sendirinya dia ingin untuk mendekati tempat itu, dan ketika dia sudah mulai mendekati tempat itu, tiba-tiba ada suara Tuhan yang mengatakan, “Musa… Musa, jangan datang dekat-dekat. Tanggalkan kasutmu sebab tempat di mana engkau berdiri ini adalah tanah yang kudus.” Kemudian Tuhan mengatakan, “Akulah Allah Abraham, Ishak dan Yakub.” Saudara lihat di seluruh Alkitab, pertama kali kata kudus muncul di tempat ini. Kalau saya melihat Musa, saya melihat dia adalah nabi yang luar biasa besar dalam Perjanjian Lama, mungkin melebihi daripada seluruh nabi yang lain karena hal-hal yang penting itu dinyatakan oleh Allah kepada Musa. Allah menyatakan diri-Nya, sifat yang terdalam yang dimiliki-Nya yaitu kesucian di tempat padang belantara ini. Saya tidak akan bicara berkenaan dengan panjang lebar apa itu arti kata kudus karena saya sudah berkali-kali menyatakan pada saudara-saudara, tetapi saya akan menyoroti sesuatu yang unik di tempat ini. Perhatikan bahwa semak itu kotor, semak itu berduri, semak itu berdebu. Dan begitu sangat kotornya, bahkan mungkin sekali Musa menemukan kotoran sapi, kerbau, ada di dalam semak itu, tetapi Allah hadir. Dan di dalam Alkitab dikatakan: ‘Allah adalah api yang menghanguskan,’ tetapi ternyata tidak menghanguskan semak yang kotor itu. Ini adalah pemandangan yang luar biasa menarik. John Owen, the prince of puritan English, itu menyatakan satu kalimat yang luar biasa menyentuh saya. Perhatikan apa yang dituliskannya: ‘Api kekal dari sifat ilahi berdiam di dalam semak-semak sifat kita yang lemah, namun api itu tidak menghabiskannya. Demikianlah Allah berdiam di dalam semak ini dengan segala niat baik-Nya terhadap orang-orang berdosa.’ Saya sangat tercengang dengan kalimat Owen ini. Owen menyatakan bahwa apa yang terjadi kepada semak itu adalah tipologi Roh Allah yang berdiam di dalam hidup kita. Ketika saya membaca tulisan Owen, hati saya remuk. Bukankah Roh Allah itu adalah Roh yang suci? Bukankah Roh Allah itu dilambangkan dengan api? Bahkan Dialah yang mengurapi setiap hamba-hamba-Nya dengan api yang tidak mungkin dipatahkan dengan apapun saja di dunia ini. Roh Allah yang suci dan api yang menghanguskan itu, bukankah sekarang ada di dalam hati kita orang-orang yang percaya? Dan kita, adalah orang yang berdosa, sangat berdosa, bahkan saat ini kita berdosa, tetapi dengan kehadiran-Nya, Alkitab mengatakan, kita adalah umat kudus-Nya Allah. Api di tengah semak belukar yang kotor itu dan pandangan ini adalah cinta pertama Musa kepada Allah. Suatu hari, setelah beberapa tahun, Musa akan sangat kecapaian dan sangat depresi secara rohani, mental dan fisik. Dan dia akan mengalami kesulitan yang besar, kekeringan yang besar dan kegagalan yang besar. Ribuan orang di bawahnya harus dengan sendirinya dimakan oleh pedang. Di dalam kekalahan dan kegagalannya yang kedua, maka dia berseru “Show me Thy glory”. Pada waktu itu apa yang dia minta adalah peristiwa persis seperti ini, karena kemuliaan Allah adalah kesucian-Nya. Pelajaran pertama teologia adalah bicara mengenai kekudusan, dan itu diajarkan oleh Allah bukan di kelas, bukan di gereja, bukan dalam konseling, tetapi di padang belantara yang kotor tetapi Allah itu hadir.
Pelajaran teologia yang kedua yang besar sekali adalah berkenaan tentang nama Allah yaitu Yahweh. Di dalam bahasa Ibraninya, bahasa Ibrani tidak memiliki huruf hidup, bahasa Ibrani hanya memiliki huruf mati maka di dalam tulisannya adalah YHWH. Ini disebut sebagai tetragrammaton four unspeakable letters, empat letter yang tidak bisa diucapkan. Saya tidak tahu kenapa Allah memilih bahasa Ibrani dalam Perjanjian Lama untuk menyatakan diri-Nya, tetapi ada seorang penafsir yang mengatakan sangat mungkin karena Allah dengan kemuliaan dan keindahan-Nya sendiri tidak mungkin bisa diucapkan oleh mulut kita. Di dalam Keluaran 3:13 maka saudara akan menemukan pertanyaan kedua dari Musa. Sekali lagi bahwa Allah mengutus Musa. Kalau saudara melihat pasal ketiga sampai pasal keempat, Musa punya lima keberatan. Kita tidak sedang membahas keseluruhan keberatan ini, tetapi keberatan pertama ada pada Keluaran 3:11. Musa bertanya, “Siapakah aku ini?” Keberatan kedua adalah di dalam ayat 13 yaitu “Siapa Engkau itu sesungguhnya?” Maka dalam ayat ke-14, Allah menyatakan nama-Nya. Dia mengatakan “Aku Yahweh” atau “AKU ADALAH AKU” dalam bahasa inggrisnya adalah sesuatu yang tepat “I AM WHO I AM” Dan di sini dikatakan “Itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun.” Kalau saudara-saudara membaca commentary maka saudara akan mengetahui bahwa nama ini masih menjadi sesuatu yang misterius sampai sekarang. Bukan berarti tidak bisa kita ketahui sama sekali, tetapi sangat dalam, sangat luas artinya. Dan sekarang saya akan menyatakan beberapa hal yang penting, yang paling sederhana dari pengertian dan nama ini. Ini adalah God’s self-revelation. Allah sendiri menyatakan diri-Nya. Siapa nama-Mu? Kalau mereka tanya “Siapa nama-Mu?” “Nama-Ku: I AM WHO I AM, Yahweh.” Saudara perhatikan beberapa hal yang penting.
Pertama Yahweh adalah nama Allah. Nama Allah itu berarti Allah itu Pribadi. Allah bukan satu benda impersonal. Allah itu ada nama-Nya; maka Ia adalah pribadi. Allah itu bukan suatu kuasa saja, tetapi Dia adalah pribadi seperti saudara dan saya. Ini adalah kalimat yang terbalik. Karena sesungguhnya saudara dan saya pribadi adalah seperti Allah. Kalau ini pribadi, apa implikasinya? Itu artinya kita memiliki thinking, feeling, action. Kita memiliki kehendak. Maka sesungguhnya pewahyuan nama Allah itu ujungnya berimplikasi kepada ketaatan. Itulah sebabnya banyak orang, dan bahkan kita secara natural yang berdosa, kita tidak menginginkan untuk berelasi dengan Pribadi ini. Karena begitu ada pribadi di atas kita, maka dengan sendirinya, meskipun kita tidak menyadarinya, tetapi di dalam hati kita, kita tahu bahwa aku harus taat kepada Dia. Itu benar dalam keluarga, itu benar dalam gereja, itu benar dalam company. Begitu saudara di interview, kemudian seseorang diletakkan di atas engkau, saudara-saudara langsung tahu bahwa saudara harus harus taat kepada orang itu. Inilah hal yang paling fundamental kenapa orang itu menentang keberadaan Allah. Baik itu orang ateis, maupun orang seperti Nietzsche yang mengatakan “The death of God,” atau orang Kristen yang tahu bahwa ada Allah tetapi dia tidak mau membaca Firman-Nya karena secara natural kita yang berdosa mau menentang, menolak ketaatan. Sekali lagi Allah itu adalah Pribadi, Dia memiliki nama dan nama-Nya itu adalah Yahweh. Pewahyuan nama Allah implikasinya menuntut ketaatan.
Kedua, Yahweh itu artinya “I AM WHO I AM” dan arti ini memiliki banyak sekali hal yang akan dibicarakan. I AM WHO I AM menyatakan satu sifat: self-existence of God atau dalam bahasa teologinya adalah aseity of God. Self-existence of God, kalimat ini sendiri adalah kualitas yang membedakan Allah dengan seluruh makhluk, malaikat, saudara dan saya dan binatang apapun saja. Self-existence of God itu artinya adalah: Allah itu ada pada diri-Nya sendiri. Keberadaan-Nya itu pada diri-Nya sendiri. Keberadaan-Nya tidak tergantung sesuatu dari luar diri-Nya. Dia tidak memiliki kebutuhan sesuatu di luar diri untuk keberadaan-Nya. Saya buat ini menjadi sesuatu yang lebih mudah: Karena Allah ada pada diri-Nya sendiri, maka itu artinya pada diri Allah ada power of being. Segala sesuatu itu ada, di balik itu harus ada satu Pribadi yang memiliki kuasa untuk mengadakannya. Sekali lagi: segala sesuatu itu ada, mau bicara kertas, mau bicara microphone, mau bicara mengenai kacamata, apapun saja itu ada, harus ada sesuatu di balik itu yang memiliki kuasa untuk mengadakannya. Itulah sebabnya ateis adalah orang yang paling bodoh secara fundamental. Dia sungguh-sungguh buta pada dirinya sendiri. Bagaimana sesuatu itu berada out of nothing? Tidak mungkin, itu lebih tidak mungkin. Kalau saudara tidak bisa menerima Allah itu berada, maka saudara-saudara lebih lagi tidak mungkin menerima bahwa Allah itu tidak ada. Karena untuk segala sesuatu yang ada, saudara lihat piano ini, baju ini, harus ada sesuatu di belakang yang memiliki kuasa untuk mengadakannya. Dia adalah satu pribadi I AM WHO I AM, self-existence. Dia tidak memerlukan sesuatu dibalik Dia untuk mengadakannya. Sebaliknya, karena keberadaan-Nya maka seluruh yang ada ini ada. Di dalam Kisah Para Rasul17:28 dikatakan: Di dalam Dia (di dalam Allah) kita hidup, kita bergerak dan kita ada. Perhatikan, Di dalam Dia, kita hidup, kita bergerak, kita ada karena Allahlah maka kita itu bergerak, karena Allahlah maka kita ada, karena Allahlah maka kita exist, karena Allahlah maka kita hidup. Seluruh dunia ini tergantung kepada pribadi-Nya Allah. Dan Dia sendiri tidak tergantung kepada satu pun, apapun saja di luar diri-Nya. I AM WHO I AM, self-existence of God. Kalimat ini sendiri, siapa Engkau? “I AM WHO I AM”. Kalimat ini begitu keluar sudah langsung menyatakan bahwa Aku terpisah dari seluruh makhluk ciptaan-Ku. Allah itu pada kelas-Nya tersendiri. Biarlah kita menyadari hal ini, hai jemaat. Biarlah semua gereja dan semua umat yang hidup perhatikan hal ini: Let God be God and let man be man. Allah itu Allah, manusia itu manusia. Tugas kita adalah menaati Dia, bukan menggunakan Dia untuk cita-cita kita, tetapi sebaliknya hidup kita yang satu kali yang diciptakan oleh Dia adalah hidup yang dibentuk oleh Dia dan dipakai oleh Dia. Saudara perhatikan, Tuhan itu “I AM WHO I AM”. Manusia tidak pernah bisa mengatakan “I am who I am”. Apa status sebutan untuk manusia paling tinggi? Sebutan untuk manusia paling tinggi adalah kalimat dari Paulus “By the grace of God I am what I am” “Karena anugerah Allah aku ada sebagaimana aku ada sekarang”. Paling tinggi, manusia hanya bisa bicara itu. Jadi jangan sombong. Juga jangan lupa ingatan, hari ini saudara bisa berdiri, hari ini saudara bisa berhasil, hari ini saudara tidak jatuh dalam dosa, hari ini saudara sehat atau apapun hal yang terjadi karena anugerah Allah, aku ada sebagaimana aku ada sekarang. Hal yang lain, apa artinya ketika Tuhan menyatakan dirinya “I AM WHO I AM”? Artinya bahwa Dia selalu “I AM”. Itu artinya bahwa Allah itu tidak pernah berubah. Dan Allah yang tidak pernah berubah itu berarti Allah yang di atas time and space. Dikatakan di sini “I AM WHO I AM”, Aku adalah Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub. Abraham itu bukan Ishak, Ishak itu bukan Yakub, bukan Abraham. Maka saudara-saudara perhatikan ketika Ishak itu ada, Abraham itu mati. Ketika Yakub itu ada, maka Ishak itu mati dan itu seterusnya terjadi, tetapi ketika Allah itu bicara mendatangi Abraham, “I AM”. Ketika Abraham mati, maka Allah mendatangi Ishak, Dia tetap “I AM”. Dan Ishak mati dan kemudian Allah mendatangi Yakub dan Dia mengatakan “I AM” dan Yakub itu mati dan beberapa ratus tahun kemudian Allah mendatangi Musa dan Dia tetap “I AM”. Ketika itu terjadi pada Yesus Kristus; banyak orang Farisi, ahli Taurat dan juga ahli-ahli dari bait Allah mau mencerca Dia. Mereka mengatakan kepada Yesus “Engkau itu, umurmu baru berapa?” Yesus mengatakan “Before Abraham was, I AM”. Dia adalah Allah yang tetap, I AM. Allah yang tidak berubah (itu tidak berarti dia statis). Tidak berarti Dia adalah satu batu yang tidak berubah. Sebaliknya, dinamis itu ada pada diri-Nya, kuasa itu ada pada diri-Nya. Dia tidak berubah. Hal yang lain dalam poin ini adalah sekarang saudara tahu bahwa sesungguhnya yang dijumpai oleh Musa di semak belukar itu adalah Kristus yang menyatakan diri dalam Perjanjian Lama. Itu namanya adalah Christophany. Ketika Allah menyatakan diri dalam Perjanjian Lama itu disebut sebagai Theophany. Tetapi para ahli menyelidiki bahwa makin jelas sesungguhnya Allah Bapa itu tidak pernah atau mungkin sangat-sangat diragukan untuk pernah menjumpai manusia maka di sini begitu jelas bahwa sesungguhnya yang menghampiri dan berinteraksi dengan Musa adalah Christophany.
Ketiga, nama Yahweh itu adalah nama God of covenant. Ini adalah Allah yang mengikatkan janji kepada umat-Nya. Saudara perhatikan bagaimana Allah di dalam self-revelation-Nya menyatakan diri di dalam sebuah konteks manusia. Ini adalah sesuatu yang unik dan significant. Allah menyatakan diri-Nya bukan dari kevakuman, tiba-tiba bicara I AM WHO I AM. Tetapi ada suatu konteks yang dipilihnya untuk Dia pada waktu yang tepat, tempat yang tepat, menyatakan diri-Nya. Dan konteks-nya itu apa? Dia menyatakan diri-Nya I AM WHO I AM adalah pada waktu teriakan orang Israel dalam depresi yang besar. Tadi di atas saya sudah mengatakan kepada saudara-saudara, I AM WHO I AM adalah bicara mengenai self-existence of God, self-eternal of God, self-dependence of God, Allah yang tidak membutuhkan apapun di luar diri untuk mengisi kebutuhan diri-Nya. Ini adalah kebesaran-Nya, ini adalah perbedaan kualitatif dengan kita ciptaan-Nya. Itu artinya adalah bahwa Dia tidak memerlukan Musa untuk menjadi utusan-Nya. Dia juga tidak harus mendengar teriakan umat Israel. Tetapi perhatikan ayat 14b, “Akulah Aku telah mengutus Aku kepadamu.” Saya membaca ini sesuatu yang aneh. Aku mengutus engkau Musa, Aku mengutus engkau Wijaya. Saya ketika bicara, “Wijaya pergi ke sana”, itu berarti saya tidak bisa pergi. Jadilah wakil dari gereja ini untuk pergi ke sana, berarti saya tidak bisa pergi. Saya memerlukan Wijaya untuk mewakili saya pergi ke sana. Tetapi di dalam hal ini adalah: Aku mengutus engkau Musa. Engkau mengutus aku? I AM mengutus engkau. Itu artinya Aku tidak perlu engkau. Aku bisa dengan sendirinya. Setiap orang yang mau dipakai oleh Tuhan harus ingat, Tuhan tidak perlu kita sama sekali dan semua orang yang berteriak kepada Tuhan biarlah ingat, Tuhan tidak punya kewajiban mendengar teriakan orang berdosa seperti engkau dan saya, tetapi kalau Dia mau mendengar, dan kalau Dia mau mengutus, dan Dia mau memakai kita, adalah karena Dia cinta kepada kita, dan cintanya diberikan di dalam covenant. Yahweh itu God of covenant. Saya sudah bicara berkenaan dengan pelajaran teologia yang besar ini. Ketika saya mempelajari hal ini saya sangat-sangat terpesona karena Tuhan di dalam dua pasal menyatakan sesuatu yang paling inti kepada seorang dan orang ini adalah Musa. Itulah sebabnya kalau saudara-saudara melihat Ulangan 18:15, di dalam tulisannya dikatakan bahwa: Allah akan membangkitkan seorang nabi di tengah-tengahmu seperti aku. Ini adalah tulisan yang bicara berkenaan dengan Kristus. Kristus lebih besar daripada Musa, tetapi dalam ayat-ayat ini saudara bisa melihat Musa itu nabi yang besarnya luar biasa.
Kembali ke Allah. Pengutusan itu terjadi, tetapi pengutusan itu tidak lahir dari kevakuman. Sebelum seseorang dipakai oleh Tuhan, sebelum diutus oleh Tuhan, ada suatu proses yang panjang, bertahun-tahun yang diajarkan Allah kepada orang tersebut. Seluruh manusia yang hadir di sini dan khususnya semua anak-anak muda yang ingin dipakai oleh Tuhan, engkau selalu menginginkan hari di mana Allah memakai engkau, tetapi itu tidak akan datang dengan sendirinya, ada sesuatu proses panjang yang Tuhan akan lakukan kepada kita sebelumnya. Perhatikan proses itu. Proses pertama adalah proses mengenal Allah. Ini kalimat yang berkali-kali saya bicara dari mimbar sejak saya pertama kali datang ke Sydney. Mengenal Allah, mengenal Allah. Bukan suatu proses untuk diajar bagaimana berkhotbah. Musa sendiri tidak pandai, tidak fasih lidah, tapi dia mengenal Allah, mengenal nama-Nya, mengenal kekudusan-nya. Biarlah engkau camkan dalam hati. Tuhan, aku ingin mengenal engkau.
Proses kedua yang Tuhan ajarkan kepada Musa sebelum pengutusan yaitu proses pembentukan karakter yang panjang di sekolah loneliness di padang belantara. Musa adalah seorang yang kuat. Dia pandai, dia hebat, dia pemimpin militer, tetapi dalam proses yang begitu panjang, maka Allah membentuk sifat-sifat yang indah di dalam hatinya. Saudara tahu apa sifat paling utama yang dibentuk oleh Allah di dalam hati Musa? Empat puluh tahun Allah membentuk sifat ini: Dari seluruh sifat Musa, sifat yang paling dibentuk oleh Allah adalah lembut hati, meekness. Lembut hati adalah sifat-Nya Kristus sendiri. Karena lembut hatilah maka Kristus bisa menanggung salib dan dipaku di atas kayu salib. Bisa tahu dari mana? Di dalam Bilangan 12:3 dikatakan bahwa Musa adalah orang yang paling lembut hati, lebih daripada setiap manusia di atas muka bumi ini. Seorang yang kuat. Lembut itu bukan lemah gemulai. Lembut itu hatinya mau taat kepada Tuhan. Apa konteks yang Tuhan ajarkan kepada Musa? Kalau saudara-saudara melihat seluruh nabi-nabi, saudara akan lihat bagaimana Allah membentuk sifat-sifatnya yang indah, yang anggun itu dengan peristiwa-peristiwa hidup. Kadang melalui penderitaan, kadang melalui penolakan, dan pada Musa adalah melalui kegagalan.
Musa adalah anak putri Firaun. Selama 40 tahun maka dia itu adalah seorang yang menjadi orang kedua dari Firaun. Dia adalah jenderal perang, dia adalah orang yang sangat pandai dan menerima didikan Mesir yang pada waktu itu adalah negara yang paling adikuasa. Ilmu pengetahuan di Mesir itu luar biasa tinggi, bahkan pada saat ini kalau saudara-saudara melihat scholars, yang bisa membaca tulisan huruf Mesir (hieroglyph) tidak lebih dari lima orang yang hidup di dunia ini. Salah satu negara yang paling kuat pada waktu itu namanya Ethiopia (bukan Ethiopia sekarang), dan Mesir melalui Musa, berhasil mengalahkannya. Dia adalah seorang yang dihormati dan disegani. Kalau dia mengatakan, “Maju prajurit!” maka tidak ada seorangpun yang membantah, semuanya akan maju dengan perintahnya. Suatu hari dia lihat bangsa Israel, bangsanya itu di-bully oleh orang Mesir. Dia tidak mau seperti ini, maka darahnya mendidih, dia mau membela bangsanya, dia mau memperhatikan kesusahan bangsanya. Dia hadapi orang Mesir itu, dipukulnya orang Mesir itu dan mereka bertengkar, kemudian orang Mesir itu dibunuh. Mayatnya disembunyikan oleh Musa. Suatu hari ketika dia jalan, ternyata ada dua orang Ibrani yang saling berkelahi dan dihentikan oleh Musa. Musa menghardik salah satu orang Ibrani yang bersalah itu “Kenapa kamu pukul dia?” Kemudian orang itu menjawab dan jawabannya mengejutkan Musa, “Siapa yang mengangkat kamu menjadi hakim kami? Kamu ingin membunuh saya seperti kamu membunuh orang Mesir itu, kan?” Langsung Musa sadar, isu ini sudah menyebar, dan itu benar. Alkitab mengetakan bahwa Firaun berusaha mencari waktunya untuk membunuh Musa. Musa langsung takut, keinginan nasionalismenya itu kemudian menjadi pudar. Dan seluruh teriakan orang Israel yang sampai ke telinganya sekarang dia tidak bisa tangani lagi. Dia langsung lari meninggalkan segala sesuatunya tanpa meninggalkan pesan. Dia lari karena dia tahu dia akan dibunuh oleh Firaun dan dia lari sampai ke tanah Midian. Dengan terengah-engah dia sampai di tempat itu. Kemudian dia menetap di situ menjadi penggembala kawanan kambing domba. Jenderal itu jadi pelarian. Dia tersendiri, dia gagal, tapi dia harus kerja, dia harus makan, dia jadi gembala. Saudara bisa bayangkan bagaimana stress-nya itu menjadi memuncak setelah bertahun-tahun? Bukan satu hari, bukan dua hari, bukan satu bulan, bukan dua bulan, 40 tahun. Allah mendidik dia berapa lama? 40 tahun. Sendirian di padang gurun. Musa mau menangis, dibiarkan oleh Tuhan. Stress-nya itu seperti apa? Tadinya mengatakan “Prajurit, pergi!” Dan kemudian prajurit mengatakan, “Siap!” Tapi sekarang ketika Musa mengatakan, “Prajurit, pergi!” Dia hanya mendengar, “Embeeek, embeeek”. Lebih gampang menangani prajurit daripada menangani domba. Kalau prajuritnya tidak mau taat, langsung dibunuh. Kalau menangani pegawai, pegawainya tidak mau taat, lalu dikeluarkan. Kalau di gereja menangani jemaat, jemaatnya tidak mau taat, gembalanya yang dikeluarkan. Biarlah Tuhan yang menghakimi engkau dan saya. Ketika Musa mengatakan, “Domba pergi!” Jawabannya adalah, “Embeeek.” Empat puluh tahun, setiap hari. Biasanya orang pertama-tama stress, lama-lama akan menjadi nikmat. Itu namanya comfort zone. Comfort zone itu bisa di atas, bisa juga di bawah.
Di saat semuanya sudah seperti biasa, tidak lagi ada harapan, tidak lagi ada cita-cita, tidak ada lagi mimpi, tinggal menunggu waktu tua untuk mati. Di saat seperti itu baru tiba-tiba panggilan Tuhan datang (di pasal yang ketiga). Itulah sebabnya tidak heran jikalau Musa menolak panggilan Tuhan. Bukan karena dia licik, tetapi memang dia sudah tidak punya apa-apa lagi untuk modal hidupnya. Dia menolak panggilan Tuhan bukan karena sombong, bukan karena keras kepala yang berdosa, tetapi karena dia menyadari keadaannya sangat kurang. Tidak ada modal lagi. Ketika Tuhan menyatakan diri kepada Musa, “Musa, pergi ke Firaun, bebaskan orang Israel!” Maka sangat mungkin Musa mengatakan dalam hatinya, “Oh Tuhan, Engkau salah. Salah waktunya, Tuhan. Dulu boleh, sekarang tidak.” Itulah sebabnya Musa berkali-kali argue sama Tuhan. Dan argument yang ketiga adalah di dalam Kel 4:1. Musa bertanya pada Tuhan, “Kalau mereka tidak percaya, bagaimana?” Kemudian Tuhan tanya, “Apakah yang ada di tanganmu itu?” Dan ini adalah pertanyaan Allah kepada Musa. Apa yang ada di tanganmu itu? Tentu Allah tahu, tentu Musa tahu, tentu kita tahu. Dengan seluruh latar belakang sekarang saudara-saudara melihat pertanyaan ini adalah sesuatu yang Tuhan mau ajarkan. Musa katakan, “Tongkat.” Perhatikan tongkat ini benda apa? Ada dua hal. Benda ini adalah lambang rendahnya pekerjaan Musa. Bukan pedang, bukan tombak, bukan perisai tetapi adalah tongkat dan ini adalah tongkat untuk menggembala. Kadang kita melihat simbol-simbol dalam Alkitab itu sudah pakai kacamata sekarang sehingga kita tidak melihat betapa itu sangat berbeda dengan pikiran kita. Kalau saudara-saudara melihat salib, saudara-saudara akan melihat ini Kristen, ini kebanggaan, “Oh, bagus lagi salibnya.” Tetapi kalau saudara-saudara ada pada waktu itu, hidup pada waktu zaman Yesus disalib, tidak pernah ada satu gereja-pun pakai salib di dalam gerejanya. Ini adalah lambang hina. Ini adalah lambang yang mengerikan. Jika dari kecil saudara melihat ada orang di atas salib, itu mengerikan sekali. Sekarang kita melihat salib tidak ada sama sekali satu sense bahwa ini adalah satu kehinaan. Juga demikian dengan gembala. Pada zaman itu gembala domba adalah pekerjaan bagi orang-orang yang tidak bisa apa-apa. Orang yang tidak diterima di manapun. Kalau saudara-saudara masa kini tiba-tiba dipecat (saya harap tidak), kemudian mencari kerja tetapi tidak bisa mendapatkan perkerjaan, pada waktu itu jadi gembala domba. Itu adalah pekerjaan yang paling rendah. Maka ketika bicara mengenai tongkat itu, itu adalah menggambarkan sesuatu yang paling rendah. Kalau saudara-saudara ada di Jakarta, atau ada di Indonesia, maka saudara-saudara akan melihat tukang sampah membawa sapu lidi dan pengki yang dari rotan. Kemudian tukang sampah itu mengambil-ambil sampah. Saudara tahu orang ini tidak bisa bekerja pekerjaan yang lain. Gajinya rendah dan tidak memerlukan skill apapun saja untuk mengerjakan pekerjaan itu. Dan itu sama dengan penggembala domba. Saudara sekarang pikirkan seorang tukang sampah di Jakarta dengan sapu lidinya dan detik ini pergi ke Rusia menghancurkan Putin, itu sesuatu yang ridiculous. Dan itu yang terjadi dalam kitab Keluaran.
Hal yang kedua. Tongkat itu lambang apa? Lambang habisnya kekuatan Musa, dia berumur 80 tahun. Alkitab memang mengatakan matanya masih kuat, tetapi umur itu makin lama tidak bisa kita bohongi. Dengan tongkat itu dia menggembalakan, dengan tongkat itu pula dia berdiri. Dengan tongkat itu dia mendaki bukit dan menuruni bukit supaya tidak jatuh. Sendirian, bertahun-tahun, dan ketika dia sudah capai di bawah panas matahari, dan ketika melihat domba-dombanya masih makan, dia ada di dekat dombanya, dia kadang duduk di situ. Tapi bagi orang yang sudah tua, duduk lalu kemudian berdiri itu semuanya sakit. Dan apa yang dilakukan dengan tongkat itu? Dia akan mengokohkan tongkat itu dan dia bersandar kepada tongkat itu. Tongkat itu adalah tongkat untuk menyandarkan kekuatannya yang tersisa. Musa apa yang di tanganmu? “Tongkat, Tuhan.” Lempar ke tanah dan tiba-tiba jadi ular. Dan Musa itu takut, lalu dia mau lari, tapi Tuhan katakan, “Kembali! Ulurkan tanganmu dan pegang ekornya.” Kalimat yang dipakai sebenarnya dalam bahasa aslinya itu adalah ‘Pegang erat ekornya’. Tapi Musa ketakutan, dia hanya pegang sedikit. Ular itu dipegang dan kemudian jadi tongkat lagi. Ular adalah simbol dari Firaun. Kalau saudara-saudara menonton cerita tentang Firaun Mesir, saudara akan tahu bahwa dia memiliki penutup kepala dengan mahkota ular kobra. Ini menyatakan bagaimana tongkat itu akan Allah pakai untuk mengalahkan si ular itu: Firaun. Sekarang perhatikan baik-baik satu prinsip ini: Tongkat itu adalah lambang pekerjaan Musa yang tidak berarti, dan tongkat itu adalah lambang kekuatan Musa yang mulai memudar, tetapi di tangan Allah tongkat itu akan menjatuhkan Mesir dan membelah lautan. Ini adalah pertanyaan Allah untuk menyadarkan apa yang sebenarnya Musa itu miliki. Tidak ada, tidak ada. Setelah didikan yang lama, pada waktunya Tuhan, Tuhan tahu cara menghadapi kita, waktunya kapan? Empat puluh tahun, seorang jenderal untuk mengakui: aku hanya punya tongkat – itulah waktu Tuhan akan memakai dia. Sepanjang saudara masih mengandalkan relasi, mengandalkan kepandaian, mengandalkan kekuatan, mengandalkan keuangan, saudara-saudara tidak akan bisa melihat kuasa Allah bekerja sempurna dalam hidup kita. Paulus sendiri mengatakan: Dalam kelemahanku kuasa-Mu itu sempurna. “Apa yang ada padamu Musa?” “Tongkat, Tuhan. Tidak berarti. Kau tahu aku rendah, aku bukan jenderal, cari orang lain, bukan aku, aku sudah mulai tua, kau tahu aku bersandar pada tongkat ini.” “Tidak Musa, Aku akan pakai tongkat ini dan Aku akan mengalahkan Firaun, Aku akan memakai tongkat ini, dan akan membelah lautan untuk menghadirkan keselamatan bagi Israel umat-Ku. I AM WHO I AM.” Biarlah setiap dari kita dididik oleh Tuhan. Saya rindu sekali kiranya kalimat-kalimat yang ada di sini terjadi dalam hidup kita. Masa depan gereja tergantung dari orang-orang hebat di dunia ini yang direndahkan oleh Tuhan, diurapi dan dipakai oleh Dia. Dan saya teringat dan akan menyimpulkan khotbah ini dengan satu kalimat yang sangat terkenal, ketika seorang hamba Tuhan itu menuliskan khotbah Musa ini. Kalimatnya sangat terkenal: 40 tahun pertama dari Musa: “I am something”, 40 tahun kedua dari Musa: “I am nothing”, 40 tahun ketiga dari Musa sampai matinya: “God is everything”. Kiranya Tuhan menguduskan kita.
GRII Sydney
GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more