3 September 2023
Pertanyaan-pertanyaan Allah Kepada Manusia (8)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Kel 3:1-4:5

Kel 3:1-4:5

Musa, apakah yang ada di tanganmu? Pertanyaan ini muncul di dalam satu konteks yaitu: Allah mengutus Musa. Perikop ini adalah suatu perikop yang besar dan sangat penting. Peristiwanya sendiri sangat mencengangkan. Konteksnya adalah Allah mengutus Musa untuk menghadapi Firaun untuk membebaskan orang Israel yang ditindas oleh orang Mesir. Ini adalah panggilan Allah, pengutusan Allah kepada Musa. Dan dari situlah maka pertanyaan ini muncul. Tapi biarlah kita boleh mengerti satu prinsip ini: Panggilan Allah, pengutusan Allah bukan lahir dari kevakuman. Dan pada pagi hari ini kita akan memperhatikan bahwa panggilan dan pengutusan ini ada setelah ada dua proses besar yang terjalin menjadi satu yang terjadi pada Musa. Tuhan menghadirkan dua proses untuk Musa itu belajar. Sebelum proses itu ada, maka panggilan Allah itu tidak terjadi. Barangsiapa yang ingin dipakai oleh Allah, barangsiapa yang ingin untuk diutus oleh Allah, biarlah kita boleh memperhatikan ada pelajaran-pelajaran rohani yang Tuhan sudah berikan kepada kita dan akan berikan kepada kita sebelum pengutusan itu muncul. Dan di dalam konteks Musa, bahkan pelajaran itu sendiri ada di dalam sebuah sekolah yang besar, sekolah padang gurun ketika dia diajar sendirian. Dua proses besar itu apa? Sebelum terjadinya suatu pengutusan, yang pertama adalah proses pengenalan akan Allah. Ini adalah bicara berkenaan dengan teologi, tetapi bukan saja bicara mengenai teologi yang dipelajari dari buku, tetapi seperti kata scholar orang-orang Puritan yang mengatakan bahwa ini adalah experiential theology. Suatu teologia yang dipelajari dari kenyataan bahwa Allah itu menyatakan diri-Nya kepada kita. Ini adalah suatu perjumpaan yang sifatnya existential antara I and Thou relationships. Dan di dalam pelajaran teologia yang besar, ada dua tema pokok utama yang Allah ajarkan kepada Musa. Hari ini kita akan melihat dua-duanya.

Tema teologia pertama yang penting sekali yang dipelajari oleh Musa adalah kekudusan Allah. Saya yakin bahwa kalimat ini tidak asing bagi kita, bahkan minggu yang lalu kita sudah bicara berkenaan dengan pelajaran ini yang diajarkan Allah juga kepada Yesaya. Saudara bisa melihat seluruh orang yang dipakai oleh Tuhan dengan berbagai peristiwa, berbagai konteks, Tuhan mengajarkan prinsip yang sama yaitu kekudusan Allah, menjadikan seorang yang diutus itu mencintai dan menghargai kesucian. Bukan berarti bahwa orang yang diutus tersebut tidak akan ada kesalahan nantinya atau sempurna, tetapi dia akan memiliki hati yang mengejar kekudusan dan ketika jatuh hatinya akan ada ratapan, ada teriakan untuk minta kembali dikuduskan. Pelajarannya adalah ketika Musa sedang menggembalakan ternaknya di padang belantara. Seperti banyak tempat di Australia, ada banyak sekali padang belantara semak belukar, kemudian tiba-tiba dia melihat ada sekumpulan semak belukar dan api yang menyala tetapi semak itu tidak dimakan oleh api. Musa yang tercengang dengan penglihatan itu dengan sendirinya dia ingin untuk mendekati tempat itu, dan ketika dia sudah mulai mendekati tempat itu, tiba-tiba ada suara Tuhan yang mengatakan, “Musa… Musa, jangan datang dekat-dekat. Tanggalkan kasutmu sebab tempat di mana engkau berdiri ini adalah tanah yang kudus.” Kemudian Tuhan mengatakan, “Akulah Allah Abraham, Ishak dan Yakub.” Saudara lihat di seluruh Alkitab, pertama kali kata kudus muncul di tempat ini. Kalau saya melihat Musa, saya melihat dia adalah nabi yang luar biasa besar dalam Perjanjian Lama, mungkin melebihi daripada seluruh nabi yang lain karena hal-hal yang penting itu dinyatakan oleh Allah kepada Musa. Allah menyatakan diri-Nya, sifat yang terdalam yang dimiliki-Nya yaitu kesucian di tempat padang belantara ini. Saya tidak akan bicara berkenaan dengan panjang lebar apa itu arti kata kudus karena saya sudah berkali-kali menyatakan pada saudara-saudara, tetapi saya akan menyoroti sesuatu yang unik di tempat ini. Perhatikan bahwa semak itu kotor, semak itu berduri, semak itu berdebu. Dan begitu sangat kotornya, bahkan mungkin sekali Musa menemukan kotoran sapi, kerbau, ada di dalam semak itu, tetapi Allah hadir. Dan di dalam Alkitab dikatakan: ‘Allah adalah api yang menghanguskan,’ tetapi ternyata tidak menghanguskan semak yang kotor itu. Ini adalah pemandangan yang luar biasa menarik. John Owen, the prince of puritan English, itu menyatakan satu kalimat yang luar biasa menyentuh saya. Perhatikan apa yang dituliskannya: ‘Api kekal dari sifat ilahi berdiam di dalam semak-semak sifat kita yang lemah, namun api itu tidak menghabiskannya. Demikianlah Allah berdiam di dalam semak ini dengan segala niat baik-Nya terhadap orang-orang berdosa.’ Saya sangat tercengang dengan kalimat Owen ini. Owen menyatakan bahwa apa yang terjadi kepada semak itu adalah tipologi Roh Allah yang berdiam di dalam hidup kita. Ketika saya membaca tulisan Owen, hati saya remuk. Bukankah Roh Allah itu adalah Roh yang suci? Bukankah Roh Allah itu dilambangkan dengan api? Bahkan Dialah yang mengurapi setiap hamba-hamba-Nya dengan api yang tidak mungkin dipatahkan dengan apapun saja di dunia ini. Roh Allah yang suci dan api yang menghanguskan itu, bukankah sekarang ada di dalam hati kita orang-orang yang percaya? Dan kita, adalah orang yang berdosa, sangat berdosa, bahkan saat ini kita berdosa, tetapi dengan kehadiran-Nya, Alkitab mengatakan, kita adalah umat kudus-Nya Allah. Api di tengah semak belukar yang kotor itu dan pandangan ini adalah cinta pertama Musa kepada Allah. Suatu hari, setelah beberapa tahun, Musa akan sangat kecapaian dan sangat depresi secara rohani, mental dan fisik. Dan dia akan mengalami kesulitan yang besar, kekeringan yang besar dan kegagalan yang besar. Ribuan orang di bawahnya harus dengan sendirinya dimakan oleh pedang. Di dalam kekalahan dan kegagalannya yang kedua, maka dia berseru “Show me Thy glory”. Pada waktu itu apa yang dia minta adalah peristiwa persis seperti ini, karena kemuliaan Allah adalah kesucian-Nya. Pelajaran pertama teologia adalah bicara mengenai kekudusan, dan itu diajarkan oleh Allah bukan di kelas, bukan di gereja, bukan dalam konseling, tetapi di padang belantara yang kotor tetapi Allah itu hadir.

Pelajaran teologia yang kedua yang besar sekali adalah berkenaan tentang nama Allah yaitu Yahweh. Di dalam bahasa Ibraninya, bahasa Ibrani tidak memiliki huruf hidup, bahasa Ibrani hanya memiliki huruf mati maka di dalam tulisannya adalah YHWH. Ini disebut sebagai tetragrammaton four unspeakable letters, empat letter yang tidak bisa diucapkan. Saya tidak tahu kenapa Allah memilih bahasa Ibrani dalam Perjanjian Lama untuk menyatakan diri-Nya, tetapi ada seorang penafsir yang mengatakan sangat mungkin karena Allah dengan kemuliaan dan keindahan-Nya sendiri tidak mungkin bisa diucapkan oleh mulut kita. Di dalam Keluaran 3:13 maka saudara akan menemukan pertanyaan kedua dari Musa. Sekali lagi bahwa Allah mengutus Musa. Kalau saudara melihat pasal ketiga sampai pasal keempat, Musa punya lima keberatan. Kita tidak sedang membahas keseluruhan keberatan ini, tetapi keberatan pertama ada pada Keluaran 3:11. Musa bertanya, “Siapakah aku ini?” Keberatan kedua adalah di dalam ayat 13 yaitu “Siapa Engkau itu sesungguhnya?” Maka dalam ayat ke-14, Allah menyatakan nama-Nya. Dia mengatakan “Aku Yahweh” atau “AKU ADALAH AKU” dalam bahasa inggrisnya adalah sesuatu yang tepat “I AM WHO I AM” Dan di sini dikatakan “Itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun.” Kalau saudara-saudara membaca commentary maka saudara akan mengetahui bahwa nama ini masih menjadi sesuatu yang misterius sampai sekarang. Bukan berarti tidak bisa kita ketahui sama sekali, tetapi sangat dalam, sangat luas artinya. Dan sekarang saya akan menyatakan beberapa hal yang penting, yang paling sederhana dari pengertian dan nama ini. Ini adalah God’s self-revelation. Allah sendiri menyatakan diri-Nya. Siapa nama-Mu? Kalau mereka tanya “Siapa nama-Mu?” “Nama-Ku: I AM WHO I AM, Yahweh.” Saudara perhatikan beberapa hal yang penting.

Pertama Yahweh adalah nama Allah. Nama Allah itu berarti Allah itu Pribadi. Allah bukan satu benda impersonal. Allah itu ada nama-Nya; maka Ia adalah pribadi. Allah itu bukan suatu kuasa saja, tetapi Dia adalah pribadi seperti saudara dan saya. Ini adalah kalimat yang terbalik. Karena sesungguhnya saudara dan saya pribadi adalah seperti Allah. Kalau ini pribadi, apa implikasinya? Itu artinya kita memiliki thinking, feeling, action. Kita memiliki kehendak. Maka sesungguhnya pewahyuan nama Allah itu ujungnya berimplikasi kepada ketaatan. Itulah sebabnya banyak orang, dan bahkan kita secara natural yang berdosa, kita tidak menginginkan untuk berelasi dengan Pribadi ini. Karena begitu ada pribadi di atas kita, maka dengan sendirinya, meskipun kita tidak menyadarinya, tetapi di dalam hati kita, kita tahu bahwa aku harus taat kepada Dia. Itu benar dalam keluarga, itu benar dalam gereja, itu benar dalam company. Begitu saudara di interview, kemudian seseorang diletakkan di atas engkau, saudara-saudara langsung tahu bahwa saudara harus harus taat kepada orang itu. Inilah hal yang paling fundamental kenapa orang itu menentang keberadaan Allah. Baik itu orang ateis, maupun orang seperti Nietzsche yang mengatakan “The death of God,” atau orang Kristen yang tahu bahwa ada Allah tetapi dia tidak mau membaca Firman-Nya karena secara natural kita yang berdosa mau menentang, menolak ketaatan. Sekali lagi Allah itu adalah Pribadi, Dia memiliki nama dan nama-Nya itu adalah Yahweh. Pewahyuan nama Allah implikasinya menuntut ketaatan.

Kedua, Yahweh itu artinya “I AM WHO I AM” dan arti ini memiliki banyak sekali hal yang akan dibicarakan. I AM WHO I AM menyatakan satu sifat: self-existence of God atau dalam bahasa teologinya adalah aseity of God. Self-existence of God, kalimat ini sendiri adalah kualitas yang membedakan Allah dengan seluruh makhluk, malaikat, saudara dan saya dan binatang apapun saja. Self-existence of God itu artinya adalah: Allah itu ada pada diri-Nya sendiri. Keberadaan-Nya itu pada diri-Nya sendiri. Keberadaan-Nya tidak tergantung sesuatu dari luar diri-Nya. Dia tidak memiliki kebutuhan sesuatu di luar diri untuk keberadaan-Nya. Saya buat ini menjadi sesuatu yang lebih mudah: Karena Allah ada pada diri-Nya sendiri, maka itu artinya pada diri Allah ada power of being. Segala sesuatu itu ada, di balik itu harus ada satu Pribadi yang memiliki kuasa untuk mengadakannya. Sekali lagi: segala sesuatu itu ada, mau bicara kertas, mau bicara microphone, mau bicara mengenai kacamata, apapun saja itu ada, harus ada sesuatu di balik itu yang memiliki kuasa untuk mengadakannya. Itulah sebabnya ateis adalah orang yang paling bodoh secara fundamental. Dia sungguh-sungguh buta pada dirinya sendiri. Bagaimana sesuatu itu berada out of nothing? Tidak mungkin, itu lebih tidak mungkin. Kalau saudara tidak bisa menerima Allah itu berada, maka saudara-saudara lebih lagi tidak mungkin menerima bahwa Allah itu tidak ada. Karena untuk segala sesuatu yang ada, saudara lihat piano ini, baju ini, harus ada sesuatu di belakang yang memiliki kuasa untuk mengadakannya. Dia adalah satu pribadi I AM WHO I AM, self-existence. Dia tidak memerlukan sesuatu dibalik Dia untuk mengadakannya. Sebaliknya, karena keberadaan-Nya maka seluruh yang ada ini ada. Di dalam Kisah Para Rasul17:28 dikatakan: Di dalam Dia (di dalam Allah) kita hidup, kita bergerak dan kita ada. Perhatikan, Di dalam Dia, kita hidup, kita bergerak, kita ada karena Allahlah maka kita itu bergerak, karena Allahlah maka kita ada, karena Allahlah maka kita exist, karena Allahlah maka kita hidup. Seluruh dunia ini tergantung kepada pribadi-Nya Allah. Dan Dia sendiri tidak tergantung kepada satu pun, apapun saja di luar diri-Nya. I AM WHO I AM, self-existence of God. Kalimat ini sendiri, siapa Engkau? “I AM WHO I AM”. Kalimat ini begitu keluar sudah langsung menyatakan bahwa Aku terpisah dari seluruh makhluk ciptaan-Ku. Allah itu pada kelas-Nya tersendiri. Biarlah kita menyadari hal ini, hai jemaat. Biarlah semua gereja dan semua umat yang hidup perhatikan hal ini: Let God be God and let man be man. Allah itu Allah, manusia itu manusia. Tugas kita adalah menaati Dia, bukan menggunakan Dia untuk cita-cita kita, tetapi sebaliknya hidup kita yang satu kali yang diciptakan oleh Dia adalah hidup yang dibentuk oleh Dia dan dipakai oleh Dia. Saudara perhatikan, Tuhan itu “I AM WHO I AM”. Manusia tidak pernah bisa mengatakan “I am who I am”. Apa status sebutan untuk manusia paling tinggi? Sebutan untuk manusia paling tinggi adalah kalimat dari Paulus “By the grace of God I am what I am” “Karena anugerah Allah aku ada sebagaimana aku ada sekarang”. Paling tinggi, manusia hanya bisa bicara itu. Jadi jangan sombong. Juga jangan lupa ingatan, hari ini saudara bisa berdiri, hari ini saudara bisa berhasil, hari ini saudara tidak jatuh dalam dosa, hari ini saudara sehat atau apapun hal yang terjadi karena anugerah Allah, aku ada sebagaimana aku ada sekarang. Hal yang lain, apa artinya ketika Tuhan menyatakan dirinya “I AM WHO I AM”? Artinya bahwa Dia selalu “I AM”. Itu artinya bahwa Allah itu tidak pernah berubah. Dan Allah yang tidak pernah berubah itu berarti Allah yang di atas time and space. Dikatakan di sini “I AM WHO I AM”, Aku adalah Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub. Abraham itu bukan Ishak, Ishak itu bukan Yakub, bukan Abraham. Maka saudara-saudara perhatikan ketika Ishak itu ada, Abraham itu mati. Ketika Yakub itu ada, maka Ishak itu mati dan itu seterusnya terjadi, tetapi ketika Allah itu bicara mendatangi Abraham, “I AM”. Ketika Abraham mati, maka Allah mendatangi Ishak, Dia tetap “I AM”. Dan Ishak mati dan kemudian Allah mendatangi Yakub dan Dia mengatakan “I AM” dan Yakub itu mati dan beberapa ratus tahun kemudian Allah mendatangi Musa dan Dia tetap “I AM”. Ketika itu terjadi pada Yesus Kristus; banyak orang Farisi, ahli Taurat dan juga ahli-ahli dari bait Allah mau mencerca Dia. Mereka mengatakan kepada Yesus “Engkau itu, umurmu baru berapa?” Yesus mengatakan “Before Abraham was, I AM”. Dia adalah Allah yang tetap, I AM. Allah yang tidak berubah (itu tidak berarti dia statis). Tidak berarti Dia adalah satu batu yang tidak berubah. Sebaliknya, dinamis itu ada pada diri-Nya, kuasa itu ada pada diri-Nya. Dia tidak berubah. Hal yang lain dalam poin ini adalah sekarang saudara tahu bahwa sesungguhnya yang dijumpai oleh Musa di semak belukar itu adalah Kristus yang menyatakan diri dalam Perjanjian Lama. Itu namanya adalah Christophany. Ketika Allah menyatakan diri dalam Perjanjian Lama itu disebut sebagai Theophany. Tetapi para ahli menyelidiki bahwa makin jelas sesungguhnya Allah Bapa itu tidak pernah atau mungkin sangat-sangat diragukan untuk pernah menjumpai manusia maka di sini begitu jelas bahwa sesungguhnya yang menghampiri dan berinteraksi dengan Musa adalah Christophany.

Ketiga, nama Yahweh itu adalah nama God of covenant. Ini adalah Allah yang mengikatkan janji kepada umat-Nya. Saudara perhatikan bagaimana Allah di dalam self-revelation-Nya menyatakan diri di dalam sebuah konteks manusia. Ini adalah sesuatu yang unik dan significant. Allah menyatakan diri-Nya bukan dari kevakuman, tiba-tiba bicara I AM WHO I AM. Tetapi ada suatu konteks yang dipilihnya untuk Dia pada waktu yang tepat, tempat yang tepat, menyatakan diri-Nya. Dan konteks-nya itu apa? Dia menyatakan diri-Nya I AM WHO I AM adalah pada waktu teriakan orang Israel dalam depresi yang besar. Tadi di atas saya sudah mengatakan kepada saudara-saudara, I AM WHO I AM adalah bicara mengenai self-existence of God, self-eternal of God, self-dependence of God, Allah yang tidak membutuhkan apapun di luar diri untuk mengisi kebutuhan diri-Nya. Ini adalah kebesaran-Nya, ini adalah perbedaan kualitatif dengan kita ciptaan-Nya. Itu artinya adalah bahwa Dia tidak memerlukan Musa untuk menjadi utusan-Nya. Dia juga tidak harus mendengar teriakan umat Israel. Tetapi perhatikan ayat 14b, “Akulah Aku telah mengutus Aku kepadamu.” Saya membaca ini sesuatu yang aneh. Aku mengutus engkau Musa, Aku mengutus engkau Wijaya. Saya ketika bicara, “Wijaya pergi ke sana”, itu berarti saya tidak bisa pergi. Jadilah wakil dari gereja ini untuk pergi ke sana, berarti saya tidak bisa pergi. Saya memerlukan Wijaya untuk mewakili saya pergi ke sana. Tetapi di dalam hal ini adalah: Aku mengutus engkau Musa. Engkau mengutus aku? I AM mengutus engkau. Itu artinya Aku tidak perlu engkau. Aku bisa dengan sendirinya. Setiap orang yang mau dipakai oleh Tuhan harus ingat, Tuhan tidak perlu kita sama sekali dan semua orang yang berteriak kepada Tuhan biarlah ingat, Tuhan tidak punya kewajiban mendengar teriakan orang berdosa seperti engkau dan saya, tetapi kalau Dia mau mendengar, dan kalau Dia mau mengutus, dan Dia mau memakai kita, adalah karena Dia cinta kepada kita, dan cintanya diberikan di dalam covenant. Yahweh itu God of covenant. Saya sudah bicara berkenaan dengan pelajaran teologia yang besar ini. Ketika saya mempelajari hal ini saya sangat-sangat terpesona karena Tuhan di dalam dua pasal menyatakan sesuatu yang paling inti kepada seorang dan orang ini adalah Musa. Itulah sebabnya kalau saudara-saudara melihat Ulangan 18:15, di dalam tulisannya dikatakan bahwa: Allah akan membangkitkan seorang nabi di tengah-tengahmu seperti aku. Ini adalah tulisan yang bicara berkenaan dengan Kristus. Kristus lebih besar daripada Musa, tetapi dalam ayat-ayat ini saudara bisa melihat Musa itu nabi yang besarnya luar biasa.

Kembali ke Allah. Pengutusan itu terjadi, tetapi pengutusan itu tidak lahir dari kevakuman. Sebelum seseorang dipakai oleh Tuhan, sebelum diutus oleh Tuhan, ada suatu proses yang panjang, bertahun-tahun yang diajarkan Allah kepada orang tersebut. Seluruh manusia yang hadir di sini dan khususnya semua anak-anak muda yang ingin dipakai oleh Tuhan, engkau selalu menginginkan hari di mana Allah memakai engkau, tetapi itu tidak akan datang dengan sendirinya, ada sesuatu proses panjang yang Tuhan akan lakukan kepada kita sebelumnya. Perhatikan proses itu. Proses pertama adalah proses mengenal Allah. Ini kalimat yang berkali-kali saya bicara dari mimbar sejak saya pertama kali datang ke Sydney. Mengenal Allah, mengenal Allah. Bukan suatu proses untuk diajar bagaimana berkhotbah. Musa sendiri tidak pandai, tidak fasih lidah, tapi dia mengenal Allah, mengenal nama-Nya, mengenal kekudusan-nya. Biarlah engkau camkan dalam hati. Tuhan, aku ingin mengenal engkau.

Proses kedua yang Tuhan ajarkan kepada Musa sebelum pengutusan yaitu proses pembentukan karakter yang panjang di sekolah loneliness di padang belantara. Musa adalah seorang yang kuat. Dia pandai, dia hebat, dia pemimpin militer, tetapi dalam proses yang begitu panjang, maka Allah membentuk sifat-sifat yang indah di dalam hatinya. Saudara tahu apa sifat paling utama yang dibentuk oleh Allah di dalam hati Musa? Empat puluh tahun Allah membentuk sifat ini: Dari seluruh sifat Musa, sifat yang paling dibentuk oleh Allah adalah lembut hati, meekness. Lembut hati adalah sifat-Nya Kristus sendiri. Karena lembut hatilah maka Kristus bisa menanggung salib dan dipaku di atas kayu salib. Bisa tahu dari mana? Di dalam Bilangan 12:3 dikatakan bahwa Musa adalah orang yang paling lembut hati, lebih daripada setiap manusia di atas muka bumi ini. Seorang yang kuat. Lembut itu bukan lemah gemulai. Lembut itu hatinya mau taat kepada Tuhan. Apa konteks yang Tuhan ajarkan kepada Musa? Kalau saudara-saudara melihat seluruh nabi-nabi, saudara akan lihat bagaimana Allah membentuk sifat-sifatnya yang indah, yang anggun itu dengan peristiwa-peristiwa hidup. Kadang melalui penderitaan, kadang melalui penolakan, dan pada Musa adalah melalui kegagalan.

Musa adalah anak putri Firaun. Selama 40 tahun maka dia itu adalah seorang yang menjadi orang kedua dari Firaun. Dia adalah jenderal perang, dia adalah orang yang sangat pandai dan menerima didikan Mesir yang pada waktu itu adalah negara yang paling adikuasa. Ilmu pengetahuan di Mesir itu luar biasa tinggi, bahkan pada saat ini kalau saudara-saudara melihat scholars, yang bisa membaca tulisan huruf Mesir (hieroglyph) tidak lebih dari lima orang yang hidup di dunia ini. Salah satu negara yang paling kuat pada waktu itu namanya Ethiopia (bukan Ethiopia sekarang), dan Mesir melalui Musa, berhasil mengalahkannya. Dia adalah seorang yang dihormati dan disegani. Kalau dia mengatakan, “Maju prajurit!” maka tidak ada seorangpun yang membantah, semuanya akan maju dengan perintahnya. Suatu hari dia lihat bangsa Israel, bangsanya itu di-bully oleh orang Mesir. Dia tidak mau seperti ini, maka darahnya mendidih, dia mau membela bangsanya, dia mau memperhatikan kesusahan bangsanya. Dia hadapi orang Mesir itu, dipukulnya orang Mesir itu dan mereka bertengkar, kemudian orang Mesir itu dibunuh. Mayatnya disembunyikan oleh Musa. Suatu hari ketika dia jalan, ternyata ada dua orang Ibrani yang saling berkelahi dan dihentikan oleh Musa. Musa menghardik salah satu orang Ibrani yang bersalah itu “Kenapa kamu pukul dia?” Kemudian orang itu menjawab dan jawabannya mengejutkan Musa, “Siapa yang mengangkat kamu menjadi hakim kami? Kamu ingin membunuh saya seperti kamu membunuh orang Mesir itu, kan?” Langsung Musa sadar, isu ini sudah menyebar, dan itu benar. Alkitab mengetakan bahwa Firaun berusaha mencari waktunya untuk membunuh Musa. Musa langsung takut, keinginan nasionalismenya itu kemudian menjadi pudar. Dan seluruh teriakan orang Israel yang sampai ke telinganya sekarang dia tidak bisa tangani lagi. Dia langsung lari meninggalkan segala sesuatunya tanpa meninggalkan pesan. Dia lari karena dia tahu dia akan dibunuh oleh Firaun dan dia lari sampai ke tanah Midian. Dengan terengah-engah dia sampai di tempat itu. Kemudian dia menetap di situ menjadi penggembala kawanan kambing domba. Jenderal itu jadi pelarian. Dia tersendiri, dia gagal, tapi dia harus kerja, dia harus makan, dia jadi gembala. Saudara bisa bayangkan bagaimana stress-nya itu menjadi memuncak setelah bertahun-tahun? Bukan satu hari, bukan dua hari, bukan satu bulan, bukan dua bulan, 40 tahun. Allah mendidik dia berapa lama? 40 tahun. Sendirian di padang gurun. Musa mau menangis, dibiarkan oleh Tuhan. Stress-nya itu seperti apa? Tadinya mengatakan “Prajurit, pergi!” Dan kemudian prajurit mengatakan, “Siap!” Tapi sekarang ketika Musa mengatakan, “Prajurit, pergi!” Dia hanya mendengar, “Embeeek, embeeek”. Lebih gampang menangani prajurit daripada menangani domba. Kalau prajuritnya tidak mau taat, langsung dibunuh. Kalau menangani pegawai, pegawainya tidak mau taat, lalu dikeluarkan. Kalau di gereja menangani jemaat, jemaatnya tidak mau taat, gembalanya yang dikeluarkan. Biarlah Tuhan yang menghakimi engkau dan saya. Ketika Musa mengatakan, “Domba pergi!” Jawabannya adalah, “Embeeek.” Empat puluh tahun, setiap hari. Biasanya orang pertama-tama stress, lama-lama akan menjadi nikmat. Itu namanya comfort zone. Comfort zone itu bisa di atas, bisa juga di bawah.

Di saat semuanya sudah seperti biasa, tidak lagi ada harapan, tidak lagi ada cita-cita, tidak ada lagi mimpi, tinggal menunggu waktu tua untuk mati. Di saat seperti itu baru tiba-tiba panggilan Tuhan datang (di pasal yang ketiga). Itulah sebabnya tidak heran jikalau Musa menolak panggilan Tuhan. Bukan karena dia licik, tetapi memang dia sudah tidak punya apa-apa lagi untuk modal hidupnya. Dia menolak panggilan Tuhan bukan karena sombong, bukan karena keras kepala yang berdosa, tetapi karena dia menyadari keadaannya sangat kurang. Tidak ada modal lagi. Ketika Tuhan menyatakan diri kepada Musa, “Musa, pergi ke Firaun, bebaskan orang Israel!” Maka sangat mungkin Musa mengatakan dalam hatinya, “Oh Tuhan, Engkau salah. Salah waktunya, Tuhan. Dulu boleh, sekarang tidak.” Itulah sebabnya Musa berkali-kali argue sama Tuhan. Dan argument yang ketiga adalah di dalam Kel 4:1. Musa bertanya pada Tuhan, “Kalau mereka tidak percaya, bagaimana?” Kemudian Tuhan tanya, “Apakah yang ada di tanganmu itu?” Dan ini adalah pertanyaan Allah kepada Musa. Apa yang ada di tanganmu itu? Tentu Allah tahu, tentu Musa tahu, tentu kita tahu. Dengan seluruh latar belakang sekarang saudara-saudara melihat pertanyaan ini adalah sesuatu yang Tuhan mau ajarkan. Musa katakan, “Tongkat.” Perhatikan tongkat ini benda apa? Ada dua hal. Benda ini adalah lambang rendahnya pekerjaan Musa. Bukan pedang, bukan tombak, bukan perisai tetapi adalah tongkat dan ini adalah tongkat untuk menggembala. Kadang kita melihat simbol-simbol dalam Alkitab itu sudah pakai kacamata sekarang sehingga kita tidak melihat betapa itu sangat berbeda dengan pikiran kita. Kalau saudara-saudara melihat salib, saudara-saudara akan melihat ini Kristen, ini kebanggaan, “Oh, bagus lagi salibnya.” Tetapi kalau saudara-saudara ada pada waktu itu, hidup pada waktu zaman Yesus disalib, tidak pernah ada satu gereja-pun pakai salib di dalam gerejanya. Ini adalah lambang hina. Ini adalah lambang yang mengerikan. Jika dari kecil saudara melihat ada orang di atas salib, itu mengerikan sekali. Sekarang kita melihat salib tidak ada sama sekali satu sense bahwa ini adalah satu kehinaan. Juga demikian dengan gembala. Pada zaman itu gembala domba adalah pekerjaan bagi orang-orang yang tidak bisa apa-apa. Orang yang tidak diterima di manapun. Kalau saudara-saudara masa kini tiba-tiba dipecat (saya harap tidak), kemudian mencari kerja tetapi tidak bisa mendapatkan perkerjaan, pada waktu itu jadi gembala domba. Itu adalah pekerjaan yang paling rendah. Maka ketika bicara mengenai tongkat itu, itu adalah menggambarkan sesuatu yang paling rendah. Kalau saudara-saudara ada di Jakarta, atau ada di Indonesia, maka saudara-saudara akan melihat tukang sampah membawa sapu lidi dan pengki yang dari rotan. Kemudian tukang sampah itu mengambil-ambil sampah. Saudara tahu orang ini tidak bisa bekerja pekerjaan yang lain. Gajinya rendah dan tidak memerlukan skill apapun saja untuk mengerjakan pekerjaan itu. Dan itu sama dengan penggembala domba. Saudara sekarang pikirkan seorang tukang sampah di Jakarta dengan sapu lidinya dan detik ini pergi ke Rusia menghancurkan Putin, itu sesuatu yang ridiculous. Dan itu yang terjadi dalam kitab Keluaran.

Hal yang kedua. Tongkat itu lambang apa? Lambang habisnya kekuatan Musa, dia berumur 80 tahun. Alkitab memang mengatakan matanya masih kuat, tetapi umur itu makin lama tidak bisa kita bohongi. Dengan tongkat itu dia menggembalakan, dengan tongkat itu pula dia berdiri. Dengan tongkat itu dia mendaki bukit dan menuruni bukit supaya tidak jatuh. Sendirian, bertahun-tahun, dan ketika dia sudah capai di bawah panas matahari, dan ketika melihat domba-dombanya masih makan, dia ada di dekat dombanya, dia kadang duduk di situ. Tapi bagi orang yang sudah tua, duduk lalu kemudian berdiri itu semuanya sakit. Dan apa yang dilakukan dengan tongkat itu? Dia akan mengokohkan tongkat itu dan dia bersandar kepada tongkat itu. Tongkat itu adalah tongkat untuk menyandarkan kekuatannya yang tersisa. Musa apa yang di tanganmu? “Tongkat, Tuhan.” Lempar ke tanah dan tiba-tiba jadi ular. Dan Musa itu takut, lalu dia mau lari, tapi Tuhan katakan, “Kembali! Ulurkan tanganmu dan pegang ekornya.” Kalimat yang dipakai sebenarnya dalam bahasa aslinya itu adalah ‘Pegang erat ekornya’. Tapi Musa ketakutan, dia hanya pegang sedikit. Ular itu dipegang dan kemudian jadi tongkat lagi. Ular adalah simbol dari Firaun. Kalau saudara-saudara menonton cerita tentang Firaun Mesir, saudara akan tahu bahwa dia memiliki penutup kepala dengan mahkota ular kobra. Ini menyatakan bagaimana tongkat itu akan Allah pakai untuk mengalahkan si ular itu: Firaun. Sekarang perhatikan baik-baik satu prinsip ini: Tongkat itu adalah lambang pekerjaan Musa yang tidak berarti, dan tongkat itu adalah lambang kekuatan Musa yang mulai memudar, tetapi di tangan Allah tongkat itu akan menjatuhkan Mesir dan membelah lautan. Ini adalah pertanyaan Allah untuk menyadarkan apa yang sebenarnya Musa itu miliki. Tidak ada, tidak ada. Setelah didikan yang lama, pada waktunya Tuhan, Tuhan tahu cara menghadapi kita, waktunya kapan? Empat puluh tahun, seorang jenderal untuk mengakui: aku hanya punya tongkat – itulah waktu Tuhan akan memakai dia. Sepanjang saudara masih mengandalkan relasi, mengandalkan kepandaian, mengandalkan kekuatan, mengandalkan keuangan, saudara-saudara tidak akan bisa melihat kuasa Allah bekerja sempurna dalam hidup kita. Paulus sendiri mengatakan: Dalam kelemahanku kuasa-Mu itu sempurna. “Apa yang ada padamu Musa?” “Tongkat, Tuhan. Tidak berarti. Kau tahu aku rendah, aku bukan jenderal, cari orang lain, bukan aku, aku sudah mulai tua, kau tahu aku bersandar pada tongkat ini.” “Tidak Musa, Aku akan pakai tongkat ini dan Aku akan mengalahkan Firaun, Aku akan memakai tongkat ini, dan akan membelah lautan untuk menghadirkan keselamatan bagi Israel umat-Ku. I AM WHO I AM.” Biarlah setiap dari kita dididik oleh Tuhan. Saya rindu sekali kiranya kalimat-kalimat yang ada di sini terjadi dalam hidup kita. Masa depan gereja tergantung dari orang-orang hebat di dunia ini yang direndahkan oleh Tuhan, diurapi dan dipakai oleh Dia. Dan saya teringat dan akan menyimpulkan khotbah ini dengan satu kalimat yang sangat terkenal, ketika seorang hamba Tuhan itu menuliskan khotbah Musa ini. Kalimatnya sangat terkenal: 40 tahun pertama dari Musa: “I am something, 40 tahun kedua dari Musa: “I am nothing, 40 tahun ketiga dari Musa sampai matinya: “God is everything. Kiranya Tuhan menguduskan kita.

 

Yesaya 5:1-4, Yeremia 2:21, Yehezkiel 15:1-8
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

27 August 2023
Pertanyaan-pertanyaan Allah Kepada Manusia (7)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Yeh 37:1-4

Yeh 37:1-4

Perikop ini menggambarkan suatu penglihatan yang dialami Yehezkiel. Apakah penglihatan ini ada di dalam tubuh atau di luar tubuh kita tidak mengetahuinya. Paulus sendiri tidak mengetahuinya dan Yehezkiel tidak mengetahuinya. Tetapi yang paling penting adalah penglihatan apa yang dinyatakan Allah kepada nabi dan rasul-Nya itu yang lebih penting. Penglihatan itu bagi Yehezkiel dan bagi kita gereja-Nya masa kini. Tiba-tiba Yehezkiel dibawa oleh Allah dan diletakkan di tengah suatu lembah yang penuh berisi tulang-tulang, dan bukan saja tulang-tulang tetapi tulang-tulang yang sudah kering, dan di tengah-tengah seluruh penglihatannya terhadap tulang-tulang itu tiba-tiba Tuhan bertanya kepada dia, “Hai anak manusia, hai Yehezkiel apakah tulang-tulang ini dapat dihidupkan kembali?” Ini adalah pertanyaan Tuhan. Ini adalah suatu pertanyaan dari Tuhan yang didengar oleh seorang nabi-Nya. Apa sebenarnya yang Tuhan mau ajarkan kepada Yehezkiel dengan pertanyaan ini? Dan pertanyaan ini juga sampai di telinga kita gereja-Nya. Apa yang Tuhan inginkan kita mengerti dari pertanyaan ini? Pertanyaan ini diberikan Allah kepada nabi-Nya bukan karena Allah mau mendapatkan jawaban, tetapi ada sesuatu yang diajarkan Allah kepada nabi-Nya. Kalau bukan Tuhan yang bertanya, pasti pertanyaan ini mungkin menggelikan. Tetapi meskipun Tuhan bertanya pertanyaan ini, tetap ada sesuatu yang aneh, “Hai Yehezkiel, apakah tulang-tulang ini dapat dihidupkan kembali?”.

Tidak ada satu manusia yang hidup yang pernah mengharapkan tulang itu bisa dihidupkan kembali. Situasinya itu situasi yang sangat tidak ada harapan. Saudara-saudara, saya pernah mendengar ada seorang hamba Tuhan yang mati di daerah Semarang dan ribuan jemaatnya mencintai dia maka jemaatnya meminta untuk hamba Tuhan ini tidak diberikan formalin, hamba Tuhan ini tidak ditutup petinya, terus didoakan karena berharap ada kebangkitan. Ada beberapa cerita juga yang seperti itu. Kita masih bisa menerima, bahkan cerita itu pun masih masuk akal karena masih ada harapan untuk hidup. Tetapi mengharapkan tulang yang sudah kering untuk hidup itu adalah sesuatu yang di luar nalar. Ini adalah kumpulan tulang, lembah yang penuh dengan tulang dan bukan saja tulang, tulang yang sudah kering itu bicara mengenai kematian yang sudah lama. Kita tahu semua kematian adalah bukan suatu keadaan. Kematian adalah suatu kuasa dan kuasa kematian sudah memenangkan seluruh pertarungan itu secara tuntas. Kalau saudara-saudara melihat seseorang yang hidup dan saudara melihat bagaimana kuasa kematian menyerang dia. Makin lama makin lemah, dan makin lama dia akan makin menuju kepada ajalnya. Bahkan dia sulit sekali untuk bernafas, dan saudara akan bisa melihat bagaimana peperangan kematian bisa mencengkeram dia dan tidak melepaskannya dan memenangkan peperangan itu. Kemudian dia sampai kepada nafas terakhir. Orang ini berusaha untuk mempertahankan nafasnya tetapi dia kalah. Dan dia sampai kepada nafas terakhir dan nafasnya kemudian putus. Apakah kuasa kematian sampai disitu saja? Oh, tidak sama sekali! Sama sekali tidak! Setelah dia mematikan nafas kita, maka dia akan menggerogoti seluruh daging dan kulit kita, dan satu persatu bakteri mulai menggerogoti kita. Telinga, mata, paru-paru, jantung, seluruhnya dihabiskan. Apa yang terjadi di dalam tanah? Kuasa kematian menghabisi kita, meninggalkan tulang sampai kering. Apakah masih bisa dihidupkan, Yehezkiel? Manusia, ketika menghadapi kematian, tidak bisa ada apapun yang dikerjakannya. Kematian menghadirkan satu keadaan tidak mampu di dalam hidup kita sepenuhnya, tidak ada orang-orang yang dapat kita kumpulkan untuk menghentikannya. Tidak ada uang yang cukup kita kumpulkan untuk menghentikannya. Tidak ada relasi yang kita bisa hubungi untuk menghentikan kematian itu. Tidak ada rencana, tidak ada ketrampilan, tidak ada tenaga medis yang cukup untuk menghentikannya, dan tidak ada yang mampu untuk menghidupkan kembali.

“Yehezkiel, apakah tulang-tulang ini dapat dihidupkan kembali?”” Yehezkiel mengatakan, “Ya Tuhan Allah, hanya Engkau saja yang tahu.” Jawaban Yehezkiel ini bukan seperti kita menjawab Tuhan. Jawaban Yehezkiel ini bicara berkenaan dengan dia meletakkan seluruhnya pada kedaulatan Allah. Tetapi Yehezkiel lain dengan kita, dia belajar tentang teologia kedaulatan Allah melalui eksperiental, bukan melalui buku. Kalau kita ditanya seperti ini lalu kita ini kira-kira sembuh atau tidak ya? “Ya, cuma 50-50, Tuhan yang tahu.” Itu adalah jawaban yang benar tetapi jawaban yang tidak pernah kita alami. Lain dengan Yehezkiel, kalau saudara membaca Yehezkiel pasal 1, apalagi pasal 4, pasal 5, saudara akan menemukan bahwa dia mengalami kedaulatan Allah sampai kepada DNA-nya. Allah di dalam kedaulatan-Nya tiba-tiba membuat Yehezkiel bisu selama 7 tahun. Dan di dalam 7 tahun tiba-tiba dia bisa bicara, hanya jikalau Allah mau bicara kepada umat-Nya. Suatu hari Tuhan mengatakan, “Yehezkiel, berbaringlah sebelah kiri dan acungkan tanganmu kepada satu gundukan pasir selama 390 hari.” Dia kemudian mengacungkan tangannya dan melihat gundukan pasir itu, dan setiap hari dia berbaring di sebelah kirinya selama 390 hari. Setelah selesai, 40 hari dia disuruh untuk berbaring di sebelah kanan sampai memelototkan wajahnya kepada satu gundukan dan dia mengacungkan tangannya. Dia tidak bisa bicara. Dia berkotbah dengan seluruh lekuk tubuhnya. Saya kadang-kadang berpikir kapan Tuhan membangkitkan lagi pengkotbah seperti ini.

Seorang pengkotbah bukan dengan mulut, dengan bibir, dengan kalimat, tetapi dengan seluruh lekuk tubuhnya. Kita sangat mengerti sedikit berkenaan dengan kotbah atau seorang nabi yang bernubuat. Yunus bernubuat mengenai kebangkitan Kristus bukan dengan bibirnya tetapi ditelan oleh ikan. Dalam pasal yang ke-24 tiba-tiba istri Yehezkiel mati mendadak detik itu. Dan Tuhan mengatakan istrimu mati namun engkau tidak boleh meratap, tidak boleh meraung, tidak boleh menangis dengan keras. Yehezkiel sudah belajar banyak mengenai kedaulatan Allah. Ketika dia mengatakan kepada Tuhan, dia mengatakan dengan satu hati yang gentar dan pengenalan akan Allah yang berdaulat. “Anak manusia, apakah tulang-tulang ini bisa dihidupkan kembali?” “Ya Tuhan, hanya Engkau saja yang tahu.” Kemudian Tuhan mengatakan dalam ayat yang ke-4. Kita sudah biasa mungkin dengan kalimat ini, tetapi kita sampai tidak bisa lagi mengingat bagaimana ‘menggelikan’-nya kalimat ini sebenarnya. Apakah seseorang pergi ke kuburan dan berkhotbah? Apakah seseorang mendekati tulang mati dan mengharapkan tanggapan? Kalau saudara melihat beberapa pengkhotbah yang Tuhan pakai di sepanjang sejarah, beberapa pengkhotbah yang Tuhan pakai, mereka melatih khotbah pertama-tama mereka di depan patung, di depan kaca atau di depan batu-batu. Tetapi, mereka melatih diri mereka di depan batu-batu itu, di depan patung-patung itu untuk melatih homiletika, untuk melatih style mereka berkhotbah. Tetapi bukan di dalam case ini. Allah meminta Yehezkiel untuk berkhotbah di depan tulang-tulang yang mati itu. Perhatikan prinsip ini, khususnya jikalau ada dari kita yang dipanggil Tuhan untuk berkhotbah, seseorang pengkhotbah sesungguhnya akan berdiri di antara Allah yang hidup dan tulang yang mati.

Yehezkiel diperintahkan Tuhan untuk berkhotbah kepada tulang-tulang, Yeh 37:4. Apakah saudara bisa menemukan satu titik berat dari pesan ini? Pesan ini, berita ini bukanlah “Bertobatlah, berbaliklah dari jalanmu yang jahat.” Ini adalah tulang-tulang yang mati. Bagaimana mungkin mereka bisa bertobat? Tidak mungkin. Tuhan melalui Yehezkiel menyatakan, “Aku, Tuhan, akan memberikan kehidupan kembali kepadamu, Aku akan menyatukan tulang-tulangmu, Aku akan menutupi engkau dengan daging dan kulit, Aku akan mengeluarkan nafas-Ku, Roh-Ku dan kamu akan dihidupkan kembali.” Bagi saya, ini adalah sesuatu penglihatan di surga, apa yang sebenarnya terjadi jikalau Allah menghendaki seseorang itu bertobat. Di satu sisi, di hadapan manusia, maka kita akan melihat pengkhotbah menegur dosa dengan kuat sekali. Tetapi sesungguhnya adalah sesuatu kebangkitan dari kematian yang dikerjakan oleh Allah yang ada di surga. Jikalau orang itu adalah orang yang menerima, sesungguhnya Allah di surga menghidupkan dia kembali seperti menghidupkan tulang yang kering. Dan ketika Yehezkiel berbicara kepada tulang-tulang itu setelah selesai, maka Yehezkiel melihat suatu bunyi yang gemeretak, dan tulang-tulang itu menyatu. Oh, lembah yang penuh dengan tulang-tulang yang terpisah yang sudah kering itu, sekarang puluhan ribu mungkin jutaan, mereka menyatu. Oh, saya sendiri yakin pandangan ini sangat mencengangkan Yehezkiel. Dia sendiri tidak akan menduga kalau kalimatnya begitu berkuasa sampai tulang-tulang itu bisa bergerak dan kemudian menyatu. Sebenarnya seorang pelayan Tuhan yang sejati dirinya sendiri tidak akan tahu seberapa jauh jangkauan dan dampak dari kotbahnya. Tulang-tulang itu bersatu dan dalam penglihatan Yehezkiel sesuatu yang sudah mati, yang kering, yang putus asa yang tidak ada harapan sekecil apapun. Harapannya tidak ada sekarang, tiba-tiba menyatu dan terbentuk kembali. Tetapi itu tidak cukup. Tulang-tulang itu berkumpul, urat dan daging itu tumbuh tetapi tidak ada kehidupan. Dan Allah memberitahu kepada Yehezkiel, “Bernubuatkah kepada nafas hidup itu, datanglah dari keempat penjuru angin, dan berembuslah ke dalam orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali.” Ayat yang ke-10 menyatakan bahwa aku bernubuat sesuai dengan perintah Tuhan kepadaku dan nafaspun masuk ke dalam mereka, mereka hidup kembali dan berdiri suatu pasukan yang sangat besar. Saudara-saudara, sekarang ke dalam titik berat dari seluruh pasal ini. Tuhan mau menyatakan kepada kita semua, Dia mau menegaskan kepada hamba-Nya Yehezkiel dan kepada kita gereja-Nya. Jemaat, dengarkan baik-baik. Di tengah kematian Israel tidak ada jalan keluar bagi keadaan ini kecuali Roh Allah yang mengatasinya. Sekali lagi, di tengah kematian Israel, di tengah seluruh dari tulang-tulang di lembah yang kering itu, tidak ada jalan keluar, tidak ada harapan sekecil apa pun hai Yehezkiel, kecuali Roh-Ku yang akan mengatasinya. Kecuali Roh-Ku yang akan berintervensi kepadanya atau dengan kata lain, tidak ada jalan keluar bagi kematian seluruh bangsa ini, seluruh nasional Israel, kecuali Roh Allah berintervensi kepada bangsa ini. Doktrin dasarnya adalah kebangunan karena Firman yang diberdayakan oleh Roh Kudus dan itu yang menghidupkan. Itu satu-satunya yang menghidupkan di tengah-tengah dunia. Satu-satunya!

Ini adalah pelajaran yang besar sekali berkenaan dengan relasi Firman dan Roh Kudus. Kalau saudara membaca sepanjang sejarah, maka relasi Firman dengan Roh Kudus menjadi pergumulan gereja sepanjang masa sampai pada masa ini. Pertanyaan utamanya ada dua. Yang pertama adalah apakah Firman dapat berhasil untuk menyelamatkan tanpa Roh Kudus?  Pertanyaan ke-2 adalah apakah Roh Kudus dapat menyelamatkan seseorang tanpa Firman? Kita dealing dulu dengan pertanyaan pertama. Apakah Firman dapat berhasil menyelamatkan tanpa pekerjaan Roh Kudus? Yehezkiel berkhotbah dengan kesetiaan, dengan kepresisian doktrin. Apa yang dinyatakan oleh Allah dinyatakan oleh Yehezkiel, dan tulang-tulang itu kemudian menyatu. Khotbahnya berhasil, tetapi tidak pernah sampai kepada kehidupan. Kecuali Roh Tuhan itu bekerja. Apakah Firman dapat berhasil menyelamatkan tanpa kerja Roh Kudus? Maka Reformed Theology menyatakan, tidak! Dengan tegas menyatakan tidak. Kalimat-kalimat Alkitab ini sendiri tidak dapat menyelamatkan seseorang. Tetapi untuk keselamatan seseorang, Firman ini harus diberdayakan oleh Roh Kudus. Richard Sibbes seorang Puritan menyatakan, “Firman tidak berdampak tanpa pekerjaan Roh Kudus. Firman dihidupkan dan digerakkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus adalah hidup dan jiwa dari Firman.” Sekali lagi, kalimat-kalimat Alkitab itu sendiri tidak dapat menyelamatkan seseorang. Untuk menyelamatkan seseorang Firman harus diberdayakan oleh Roh Kudus. Tetapi dalam hal ini saya akan memberikan satu catatan dan catatan ini luar biasa penting. Saudara-saudara dengarkan baik-baik, itu tidak berarti Alkitab ini tidak penting. Alkitab ini luar biasa penting. Apakah Roh Kudus bekerja atau tidak. Apakah yang tertulis dalam Alkitab ini pasti terjadi. Tetapi di dalam hal keselamatan maka Alkitab ini tidak bisa berdiri sendiri. Di dalam hal keselamatan harus ada pekerjaan Roh Kudus untuk memberdayakan Alkitab ini, firman ini sampai kepada diri kita. Roh Kuduslah yang menginspirasi Alkitab. Roh Kudus pula yang mengiluminasi Alkitab bagi kita, Reformed menegaskan hal ini. Firman Allah tidak mungkin berhasil menyelamatkan tanpa kerja Roh Kudus.

Sekarang kita dealing dengan pertanyaan ke-2, Apakah Roh Kudus dapat menyelamatkan seseorang tanpa Firman? Perhatikan baik-baik apa yang Reformed ajarkan, jawabannya adalah tidak. Tetapi, tanpa afirmasi yang sekuat dari pertanyaan pertama. Sekali lagi, apakah Roh Kudus dapat menyelamatkan seseorang tanpa Firman? Saudara perhatikan baik-baik apa yang Reformed ajarkan. Jawabannya adalah tidak, tetapi, tanpa afirmasi yang sekuat dari pertanyaan pertama bahwa Firman dapat menyelamatkan tanpa Roh Kudus. Karena Reformed menyadari Roh Kudus dapat bekerja di luar Firman ini, tetapi jarang; sangat jarang terjadi. Tetapi, ketika Roh Kudus bekerja, pasti tidak akan berkontradiksi dengan Firman, dan pasti akan membuat seseorang di mana Roh itu bekerja akan mengasihi, akan membaca dan bergantung pada Firman. Siapa yang menggambil kalimat yang ke-2 ini dengan menekankan dengan mutlak, maka saudara dan saya akan jatuh kepada pencobaan dari setan. Siapa yang mengatakan bahwa kalau Roh Kudus terbebas dari Firman karena Dia adalah Allah pribadi yang ke-3 dan Dia boleh mengerjakan apa pun saja terlepas dari Firman, dan saudara menegaskan kalimat itu, kita pasti akan jatuh di dalam pencobaan setan. Kalau saudara-saudara melihat sejarah dari masa lalu orang-orang Puritan berdebat dan melawan orang-orang Quaker. Pada saat ini saudara akan menemukan orang-orang Karismatik yang menganggapnya demikian. Mereka percaya dan mereka mengklaim bahwa mereka mendapatkan sesuatu penglihatan atau sesuatu wahyu dari Roh Kudus tanpa mereka mengeceknya di dalam Firman. Memisahkan pekerjaan Roh dari Firman sedemikian jauh, akan membawa kita kepada pencobaan untuk jatuh ditipu oleh setan.

Sekarang kita akan masuk di dalam hal ini sebagai aplikasi bagi kita. Reformed sudah menegaskan berkali-kali. Alkitab sudah menggambarkannya berkali-kali bahwa khotbah bisa menyatukan tulang, tetapi tidak bisa menghidupkan. Untuk bisa menghidupkan Aku akan mengutus Roh-Ku hai Yehezkiel. Tidak ada Firman yang dapat menyelamatkan, tidak ada khotbah yang dapat menyelamatkan tanpa pekerjaan Roh Kudus. Maka perhatikan baik-baik, Firman itu sangat penting. Seorang pengkhotbah dengan kesetiaan teologia kepada Firman itu sangat penting. Tetapi bergantung kepada Roh Kudus juga luar biasa penting. Ingatlah bahwa orang-orang Puritan dan Martyn Lloyd-Jones sendiri mengatakan berkali-kali, ‘The Dead of Orthodoxy’. Beberapa waktu yang lalu saya mengajar, dan ketika saya mengajar, kami sampai pada Spiritual Theology. Saya tahu sekali karena apa yang ada dalam pikiran mereka (mahasiswa) adalah persis seperti apa yang pernah saya pikirkan. Teolog-teolog muda, orang-orang yang baru pertama kali masuk ke dalam sekolah teologia dan bahkan yang sudah lama pun selalu berpikir berkenaan dengan teologia itu penting dan belajar berkhotbah itu penting sekali, bahkan banyak orang sekolah teologia melihat identitas dirinya adalah apakah dia berhasil menjadi seorang pengkhotbah atau tidak. Kalau dia kurang berhasil menjadi seorang pengkhotbah dia adalah orang yang failed. Jadi seumur hidup mereka, mereka mengejar bagaimana caranya untuk menjadi seorang pengkhotbah, bahkan seluruh jemaat pun akan membandingkan seseorang dengan orang lain adalah dari khotbahnya, maka ini mati-matian dikejar oleh orang-orang dari sekolah teologia. Saya tidak mengatakan itu salah, tetapi saya bertanya kepada mereka, suatu pertanyaan bagi saya sendiri, “Lebih sulit mana, belajar teologia dan belajar berkhotbah daripada menggerakkan jemaat untuk berdoa?”  Dan mereka terkejut. Saya tidak sedang suka dengan keterkejutan mereka, tetapi inilah kesalahan dari kita semua termasuk saya. Kita menekankan kesetiaan kepada teologia dan itu mutlak. Kita menekankan berkenaan dengan satu khotbah yang baik dan itu mutlak, tetapi kita lupa bahwa itu tidak bisa menghadirkan kehidupan, walaupun sesetia apapun kita. “Roh-Ku”, demikian kata Allah yang akan menghidupkan mereka. Itulah sebabnya bahwa di dalam ayat-ayat ini menegaskan sesuatu yang sangat penting. Semua tulang menyatu, otak, daging dan kulit, tetapi tidak ada nafas. Tidak ada nafas. Gereja ini akan terlihat dari luar baik, setia, berharap kita bisa setia dalam doktrin. Dan kalau saudara-saudara adalah orang yang cara berpikirnya analytical, pasti saudara-saudara menyukai teologia Reformed, tetapi itu bahkan tidak akan mengubah apapun saja di dalam hidup kita.

Firman yang kebenaran hanya akan membuat kita terpesona, tetapi tidak pernah membuat transformasi dalam hidup kita. Berapa banyak yang terjadi dan itu juga terjadi di dalam hidup kita. Kita berjuang dalam teologia Reformed, kita menyatakan kebenaran tetapi kesombongan terus ada dalam hidup kita. Kita mau untuk mengalahkan dunia, untuk membawa kepada Kristus tetapi dosa yang Kristus sendiri hardik, paling besarpun tidak pernah kita bisa matikan. Kita sudah mendengar pengajaran berkali-kali, ribuan, bahkan melalui Youtube, melalui khotbah, melalui apapun, bible study, semakin kita mendengar, semakin kita tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi dalam hidup kita. Tidak ada apapun saja yang terjadi, tidak ada transformasi. Hanya sedikit letupan-letupan dari sinar saja kemudian kita merunduk, hal yang sama dengan beberapa tahun yang lalu. Oh, tulang itu bisa bersatu, tetapi tidak pernah ada kehidupan. Kita harus belajar Firman. Kita tidak bisa menyimpang dari Firman. Kita harus belajar teologia yang benar. Tetapi kita harus belajar mencari wajah Allah dan belas kasihan-Nya di dalam Roh Kudus. Berapa banyak anak muda yang luar biasa sombong. Engkau membaca satu persatu buku-buku teologia, tetapi tidak pernah belajar untuk jiwamu berlutut. Apakah engkau pikir dengan teologia bisa membereskan dosa manusia? Tidak! Tidak pernah! Lihat lembah dari tulang-tulang kering ini. Pelajaran yang luar biasa penting. Dia tidak akan pernah hidup, kecuali Roh Tuhan bekerja. Sekali lagi, titik beratnya adalah Tuhan mau menyatakan kepada Yehezkiel dan gereja-Nya, “Yehezkiel, di tengah seluruh kematian Israel tidak ada jalan keluar bagi keadaan ini, kecuali Roh-Ku yang mengatasinya.”

Sekarang mari kita lihat apa tujuan arti penglihatan ini di dalam konteksnya. Tuhan menyatakannya dari ayat 11-14: Anak manusia, tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel. Ini bukan sekedar gambaran tentara. Tuhan sudah menyatakannya itu tentara, tetapi sebenarnya adalah seluruh bangsa. Kalau saudara-saudara melihat beberapa commentary, saudara akan menemukan bahwa ada orang-orang yang mengatakan penglihatan ini adalah penglihatan zaman akhir, kebangkitan zaman akhir. Tetapi pada intinya ini bicara berkenaaan dengan keadaan seluruh kaum Israel. Seluruh Israel mengatakan, “Tulang-tulang kami telah kering dan harapan kami telah hilang, kami sudah terputus.” Apa konteksnya saudara-saudara? Teriakan ini adalah teriakan umat Allah di pembuangan di Babel pada waktu itu. Umat yang dipimpin Allah keluar dari Mesir, membelah lautan, menaklukkan Firaun, melewati padang gurun 40 tahun dengan mukjizat setiap hari, tiang awan dan tiang api dan masuk ke dalam Tanah Perjanjian dengan mengalahkan satu per satu bangsa-bangsa yang jauh lebih besar daripada mereka. Dimulai dari Yerikho dan sampai mereka bisa meng-establish, membangun satu kerajaan sampai gilang gemilang di bawah pimpinan Daud. Tetapi seluruh catatan sejarah itu sekarang sudah hilang. Seluruh bangsa ini sudah tidak ada lagi. Israel sudah terbunuh. Mereka semua diserakkan. Tidak ada lagi kerajaan. Tidak ada lagi Bait Allah dengan shekinah, The present of God-nya. Tidak ada lagi tanah Israel. Tidak ada lagi imam yang mempersembahkan korban. Semuanya mereka sudah habis, sudah ditinggal sendirian, tersebar, terserak dan tersendiri. Dengan singkat kata, bangsa ini sudah musnah. Kalau saudara-saudara masih ingat Yerusalem adalah ibu kota dari Yehuda. Kalau saudara-saudara melihat dalam Alkitab, ada tulisan ‘Yehuda’, itu berarti Israel Selatan. Kalau saudara-saudara bicara mengenai ‘Efraim’, itu adalah 10 suku, Israel Utara. Tahun 722, Israel Utara semua dihabisi oleh Asyur, dibuang ke seluruh negeri, kemudian 10 suku ini tidak ada lagi. Dan Israel Selatan ditawan oleh Babel. Pembuangan terjadi 3 kali. Kalau saudara-saudara membaca sejarah, 605 sebelum Yesus Kristus lahir maka itu adalah pembuangan pertama; hasil panen dihabisi oleh Allah kemudian Daniel dan orang-orang yang terpelajar, yang pintar-pintar IQ-nya dibawa dari Yerusalem menuju kepada Babel. Pembuangan yang kedua adalah tentara Babel datang lagi dan menghabisi Israel lagi, kemudian pemimpin-pemimpin yang paling atas dan kaum bangsawan disingkirkan pada tahun 597 sebelum Kristus. Di situlah Yoyakim, di situlah Ibu suri, di situlah Yehezkiel diangkut dan Babel kembali ke tempatnya. Beberapa belas tahun kemudian datang lagi, dan ini adalah the fall of Jerusalem, tepatnya 14 Agustus 586 sebelum Kristus. Bait Allah dihancurkan, seluruh kota Yerusalem dibakar dan semua orang diangkut ke Babel, kecuali hanya orang-orang miskin, orang-orang sakit dan Yeremia yang tertinggal disana. Saya ingat ini, hati saya remuk. Allah luar biasa benci kepada umat-Nya, “Saya mengatakan engkau pelacur, engkau sundal, dan dihabisi.” Tetapi saya tidak tahu kenapa ketika dihabisi, Dia meninggalkan Yeremia di tempat itu, membawa Yehezkiel untuk bersama umat yang menengah ke bawah di Babel, Yehezkiel di tengah-tengahnya dan menempatkan Daniel di pemerintahan Babel. Tuhan tidak pernah tidak mencintai umat-Nya, meskipun Dia marahnya luar biasa, seluruh orang Yehuda dibawa, ditawan di Babel.

Mari kita sekarang lihat apa yang ada di sekitar Yehezkiel. Bukankah kita masih mengingat kalimat-kalimat pemazmur yang kurang lebih seperti ini, “Di tepi sungai Babel, disana kami menggantungkan kecapi kami.” Mereka menggantungkan alat kegembiraan itu, mereka tidak ada lagi alasan untuk bersukacita. Tetapi musuh-musuh, orang babel itu mengatakan, “Ayo turunkan kecapimu, mainkan bagi kami lagu, yang sedih juga tidak apa-apa, kami ingin sekali engkau menari dan menyanyi hai Israel.” Dan orang-orang Israel di situ mengatakan, “Bagaimana kami bisa menyanyikan lagu Sion di negeri asing?” Perhatikan baik-baik, Allah Perjanjian yang mengikatkan diri-Nya dengan umat perjanjian-Nya. Melalui Bait Suci yang dijanjikan di tanah perjanjian itu seluruhnya musnah. Itulah sebabnya umat masuk dalam keputusasaan besar, itulah sebabnya saudara menemukan titik berat dari puisi Ibrani; “Tulang kami mengering dan harapan kami hilang.” Beberapa puluh tahun sebelumnya, maka Daud pernah mengatakan, “Hidupku dihabiskan oleh kesedihan dan tahun-tahunku dipenuhi dengan keluh kesah, kekuatanku melemah karena penderitaanku dan tulang-tulangku melemah.” Tulang-tulang ini sudah mengering, karena bangsa ini sudah hancur, mereka ada dalam jurang keputusasaan, tidak ada harapan secuilpun. Singkatnya bangsa ini sudah mati, ini adalah lembah tulang kering. Yehuda telah dihajar dan dihancurkan. Dimusnahkan dari muka bumi. Diserakkan di tangan para musuhnya. Maka Tuhan mendatangi Yehezkiel dengan seluruh penglihatan ini. Yehezkiel tidak disuruh untuk menceritakan ini kepada bangsa Israel, tetapi Tuhan membawa semua ini, ada sesuatu yang mau dinyatakan kepada Yehezkiel. “Apakah tulang ini bisa dihidupkan kembali?” Tuhan mau mengatakan, “Tidak mungkin Yehezkiel, tidak mungkin, kecuali Aku mengutus Roh-Ku menghidupkannya.” Ini adalah kunci revival. Inilah kunci kebangunan bagi gereja, bagi keluarga kita, bagi rohani kita, bagi seluruh bangsa. Roh Allah kalau Dia berkehendak melalui Firman dan melalui Roh-Nya, baru revival terjadi. Apakah saudara mengerti bahwa revival itu luar biasa, hampir mustahil kalau bukan anugerah. Itu benar untuk Israel, dan Alkitab dalam Perjanjian Baru juga mengatakan, itu benar bagi kita. Ya, benar bagi kita. Di dalam kitab Roma, ada kalimat Paulus: Hanya ada 2 jenis manusia, yaitu orang yang mati dan hidup. Yang mati adalah mati di dalam daging dan yang hidup adalah hidup karena Roh. Ini adalah prinsip yang sama dalam Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru. Prinsip yang sama dari Israel, kepada gereja, kepada pribadi kita sampai kepada akhir zaman.

Di dalam kehidupan Kristen, tidak ada yang dapat mengalahkan sifat dosa kita yang mematikan, selain Roh Allah. Semua yang hidup dengan sifat daging, sifat dosa memiliki pikiran yang tertuju untuk keinginan sifat itu. Tetapi mereka hidup oleh Roh, mereka akan memiliki pikiran yang selaras dengan Roh tersebut. Ketika bicara berkenaan dengan pikiran, maka Paulus bukan menyatakan proses rasional saja, tetapi berbicara berkenaan segala sesuatunya. Intelligent, kasih sayang, kemauan, seluruh jati diri kita apakah ditaklukan oleh dosa yang mematikan atau dihidupkan oleh Roh. Yang dihidupkan oleh Roh akan menerima pembenaran, pengudusan, pemuliaan dan seluruhnya tidak akan terpisah. Dari yang mati, tulang itu menjadi hidup, maka, itu adalah kebangunan, itu adalah kebangkitan dan mutlak Roh Kudus bekerja. Ketika Roh Kudus bekerja Yesus mengatakan, “Seluruh murid jangan engkau pergi, seluruh murid tunggu di sini sampai engkau dipenuhi oleh kekuasaan dari tempat yang tertinggi.” Gereja dari sejak pertama diminta untuk tidak take it for granted dengan Roh Kudus. Murid-murid sudah dilatih oleh Yesus Kristus. Seharusnya mereka bisa diutus bukan? Tetapi mereka diminta untuk berdoa. Berdoa untuk minta Roh Kudus turun. Saudara, kita berdoa bukan minta Roh Kudus turun karena Roh Kudus sudah turun dari sejak Pentakosta. Kita tidak minta Roh Kudus turun lagi seperti banyak orang Pentakosta. Tetapi secara rohani prinsip ini benar, ada sesuatu preparation di dalam doa, preparation di dalam hati sebelum Tuhan mengirimkan Roh-Nya kepada kita. Yesus sendiri di dalam pengajaran-Nya mengatakan, “Bapa di Surga akan memberikan Roh Kudus kepada siapa yang meminta kepada Dia.” Kita harus menjadi satu gereja yang sungguh-sungguh mendedikasikan hati kita, belajar Firman dan belajar untuk mengenal, mencari dan mengejar urapan Roh Kudus.

Hal terakhir, lihat apa yang Yehezkiel itu nyatakan. Allah mengatakan kepada Yehezkiel, “Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan.” Ayat 13, “Pada saat Aku membuka kubur-kuburmu, membangkitkan kamu hai umat-Ku dari dalamnya. Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu sehingga kamu hidup kembali dan Aku akan membiarkan kamu tinggal di tanahmu dan kamu akan mengetahui bahwa Aku Tuhan yang mengatakannya dan membuatnya, demikianlah Firman Tuhan.” Perhatikan, untuk apa semua ini dilakukan oleh Tuhan? Bangsa itu sudah memberontak kepada Tuhan. Bangsa itu sudah tidak ada lagi, sudah musnah, sudah terbunuh dan pengharapan mereka sudah tidak ada lagi. Mereka tulang yang kering di kumpulan di lembah itu tetapi Tuhan berfirman kepada mereka, kemudian Tuhan mengutus Roh-Nya menghidupkan mereka kembali menjadi satu tentara yang bergerak di muka bumi ini. Sekarang pertanyaannya adalah, ‘Untuk apa Tuhan?’ Tuhan menyatakannya di sini, “Supaya mereka mengetahui bahwa Akulah Tuhan.” Oh, kalimat ini muncul berkali-kali di seluruh buku Yehezkiel. Semua ini supaya seluruh bangsa tahu siapa Tuhan. Semua ini untuk Yehezkiel, saudara dan saya tahu siapa Tuhan. Siapa Dia yang suci? Siapa Dia yang berkasih karunia? Siapa Dia yang bekerja di tengah-tengah hidup kita? Allahnya Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Daniel, Daud yang tidak pernah lupa akan janji-Nya. Dia adalah Allah yang tidak berubah di tengah-tengah kita yang berubah. YHWH, God of Covenant, di dalam Yesus Kristus. Ini adalah segala sesuatu, all about God, not about Israel. Semua ini adalah tentang Tuhan. ini cerita Tuhan berintervensi bukan cerita tentang pelayanan kita, gereja kita, setianya kita. Kalau Tuhan kehendaki, dalam beberapa bulan kita akan mengadakan 10 tahun hari perjuangan. Biasanya setiap tahun ada perjalanan gereja kita yang ditayangkan di video. Dan ketika itu nanti ditayangkan, semua saudara yang membuat video ini, masukkan ini dalam hatimu. Ketika semua ini ditayangkan, apa yang ada di dalam pikiran orang yang melihatnya? “Oh, hebat ya GRII Sydney. Oh, hasil karyamu hebat ya, engkau benar-benar dipakai oleh Tuhan.” Saya hanya mau satu, “And they will know that I am the Lord.” Nanti seluruh hidup kita akan berakhir. Dan jikalau ada rekaman videonya dan ditayangkan, apakah kita yang melihatnya kembali dan seluruh umat di dunia ini yang melihat video kehidupan kita akan mengenal Allah yang berintervensi dalam hidup kita? Saya tidak tahu saudara diselamatkan atau tidak. Tetapi jikalau Roh Allah bekerja dalam hidup saudara. Kalau saudara bukan saja tulang yang disatukan, tetapi nafas yang diberikan; saudara mendapatkan keselamatan. Itu bukan untuk saudara nikmati, tetapi supaya dunia tahu dan saudara dan saya sendiri tahu bahwa Dia, Allah. “And they will know that I am the Lord.” Kiranya Nama-Nya dipermuliakan, biar hanya Dia ditakuti, dan kiranya Roh-Nya kita cari seumur hidup. Mari kita berdoa.


Why 21:4-8, Ibr 5:7-10, 4:15-16
 
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

20 August 2023
Penderitaan
Pdt. Budy Setiawan, M.Div · Why 21:4-8, Ibr 5:7-10, 4:15-16

Why 21:4-8, Ibr 5:7-10, 4:15-16

Saudara sekalian, pada pagi hari ini saya mau mengajak kita memikirkan satu tema yaitu tentang penderitaan. Saya tadi tidak ada janjian sama liturgis. Tadi liturgis sudah mengatakan bahwa kita semua di dalam dunia ini, bukan hanya orang-orang yang tidak percaya, termasuk orang-orang Kristen, mengalami penderitaan, tetapi sebaliknya juga benar, bukan hanya orang-orang Kristen yang menderita dan bukan hanya orang Kristen yang perlu mengerti artinya penderitaan, tetapi sebenarnya orang dunia ini juga bergumul di dalam penderitaan. Bagaimana sebenarnya manusia menghadapi penderitaan di dalam dunia ini? Mempelajari orang-orang dari segala agama dari segala latar belakang yang juga mengalami penderitaan itu sebenarnya sangat menarik. Beberapa hari setelah peristiwa Sandy Hook Elementary School shooting tahun 2012 di Amerika, di mana 26 orang mati ditembak dan di antara 26 orang itu, 20 adalah anak-anak yang berumur 6-7 tahun. Salah satu penembakan yang memang sering terjadi, tetapi salah satu yang paling mengerikan terjadi di Amerika, maka beberapa hari setelah itu terjadi, New York Times  mencetak satu tulisan Pastor Katolik atau Pendeta Katolik, dia memberi judul di dalam tulisannya itu ‘Why God?’ Dia meresponi kejadian itu dan merefleksikan bagaimana kita boleh mengerti akan kesulitan, penderitaan, kematian yang dialami oleh banyak orang di New York pada saat itu. Saudara sekalian, setelah dia mem-publish tulisan itu, banyak orang meresponi artikel yang dia tulis. Ada ratusan orang yang meresponi dan kebanyakan dari respon itu tidak setuju terhadap tulisan pendeta ini tetapi yang menariknya, tidak setujunya mereka itu juga bertentangan satu dengan yang lain. Jadi artinya, orang-orang memiliki banyak cara mengerti, berespon terhadap penderitaan yang semua orang di dalam dunia ini sebenarnya mengalami. Setiap agama, setiap filsafat, setiap pemikiran yang ada dalam dunia ini, mereka harus berpikir bagaimana harus meresponi dan bagaimana harus mengerti akan penderitaan yang dialami oleh mereka dan oleh setiap manusia yang hidup di dalam dunia ini. Tentu tidak di dalam scope-nya kita mempelajari dan bagian-bagian pandangan-pandangan yang berbeda tentang bagaimana orang-orang itu meresponi akan penderitaan.

Saya akan ajak kita hari ini mempelajari apa yang Alkitab katakan tentang bagaimana manusia harus mengerti dan menghadapi penderitaan ini. Saya percaya inilah yang patut kita renungkan di dalam ibadah pada pagi hari ini, bukan hanya akan memberi pengertian yang tepat kepada kita, tetapi juga akan membentuk hati kita dan menguatkan kita untuk menghadapi penderitaan di dalam dunia ini. Saya mengajak kita merenungkan tiga doktrin yang powerful yang menolong kita untuk mengerti dan menghadapi penderitaan yang kita alami.

Doktrin pertama yang kita akan renungkan adalah doktrin penciptaan dan kejatuhan manusia dalam dosa. Bagian ini kita tidak baca Alkitabnya karena saya percaya banyak di antara kita semua sudah familiar dengan kebenaran ini tetapi saya ajak kita boleh memikirkan di dalam konteks bagaimana doktrin ini menolong kita mengerti dan menghadapi penderitaan yang kita hadapi yang sedang kita alami. Mengerti akan doktrin creation and fall menolong kita mengerti bahwa pertama-tama Tuhan menciptakan seluruh dunia ini adalah sebenarnya dunia yang baik bahkan sangat baik. Di dalam penciptaan yang pertama, maka tidak ada penderitaan, maka tidak ada kesulitan, maka tidak ada kematian. Tuhan menciptakan segala sesuatu, dikatakan dalam Alkitab sebagai shalom, ada damai sejahtera dari Allah kepada manusia, di antara manusia dan antara manusia dengan ciptaan yang lain. Setiap hari Tuhan menciptakan hari pertama, hari kedua, hari ketiga, Tuhan mengatakan itu baik, itu baik dan itu baik. Tuhan adalah yang berkuasa atas segala sesuatu, berdaulat atas segala sesuatu, yang menciptakan segala sesuatu dengan Firman-Nya, maka segala sesuatu jadi. Dan Dia melihat akan apa yang Dia sudah kerjakan dan Tuhan sendiri senang akan karya-Nya dan Dia mengatakan, “It was good.” Bahkan ketika Dia selesai mengerjakan seluruh penciptaan, dari penciptaan manusia maka Dia mengatakan, “It was very good,”  dan manusia juga bersukacita di dalam ciptaan yang Tuhan sudah berikan itu. Ada relasi yang indah antara manusia dengan Allah dan ketika Hawa diciptakan dan diberikan kepada Adam, maka Adam sangat bersukacita dan mengatakan, “Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Di situlah sukacita Adam dan Hawa dan mereka dipersatukan di dalam pernikahan yang dibuat di surga dan mereka diberikan tugas untuk beranak cucu, bertambah banyak, menguasai seluruh ciptaan, dan mereka mengerjakan tugas itu dengan sukacita dan dengan keberhasilan yang pasti, karena memang itulah yang Tuhan inginkan untuk mereka kerjakan.

Tetapi, kita tahu kemudian suatu tragedi terjadi di dalam ciptaan Tuhan ini. Manusia kemudian melawan Tuhan dan dari situlah kemudian manusia jatuh dalam dosa, dunia terkutuk oleh Tuhan dan manusia mengalami segala akibat daripada dosa. Relasi yang baik dengan Tuhan sekarang menjadi relasi yang menakutkan bagi manusia. Ada seorang yang menceritakan seperti ini. Di dalam satu sekolah, ada seorang guru memerintahkan murid-muridnya, “Sekarang adalah waktunya kalian boleh menggambar bebas,” maka banyak anak yang mulai menggambar gunung, menggambar binatang dan sebagainya, tetapi kemudian ada satu anak yang menggambar satu gambar yang sangat aneh yaitu dia menggambar mata yang sangat kereng dan sangat mengerikan.

Kemudian guru ini bertanya kepada anak itu, “Apa yang kamu gambar?” Dia mengatakan, “Saya mengambar sebuah mata.” “Apa maksudnya kamu menggambar sebuah mata?” Dia bilang, “Ini adalah matanya Tuhan. Mata Tuhan yang selalu melihat semua perbuatan yang saya lakukan, dan saya sangat marah dan tidak suka akan hal itu, dan saya ingin colok mata itu!”

Saudara-saudara, itulah manusia yang berdosa. Manusia yang berdosa, manusia yang tadinya relasi dengan Tuhan begitu baik, tetapi sekarang kehadiran Tuhan menjadi menakutkan bagi manusia. Tadinya hubungan antara manusia dengan manusia lain itu adalah akrab dan begitu indah, tapi ketika manusia jatuh dalam dosa, maka sekarang manusia itu berkata, “Perempuan yang kau tempatkan di sisiku itulah yang memberi aku makan, maka aku makan sehingga aku jatuh di dalam dosa.” Dengan satu kalimat itu dia putus hubungan dengan Tuhan, dia putus hubungan dengan manusia lain, dan dari situlah kita melihat begitu banyak kesulitan, penderitaan dan bahkan kematian terjadi di dalam hidup manusia. Di dalam Kejadian 5, right after manusia jatuh dalam dosa, maka di situ dikatakan, ditegaskan Adam hidup 930 tahun kemudian dia mati, dan kemudian keturunannya hidup berapa ratus tahun dan mati, dan kemudian anaknya lagi hidup berapa ratus tahun dan mati, mati, mati. Kejadian 5 menegaskan kepada kita bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan manusia sekarang. Tetapi kalau kita mengerti bahwa itu bukanlah rencana Tuhan yang dari awal, maka kita akan tahu bahwa bukan hanya orang-orang muda yang mati yang menyedihkan dan bukan rencana Tuhan, tetapi bahkan orang yang umurnya 90 tahun yang mati dengan tenang, itu pun bukanlah rencana awal dari Tuhan pada mulanya. That is not the way it’s supposed to be. Juga kematian di dalam umur berapa pun sebenarnya bukanlah rencana awal dari Tuhan, tetapi ini adalah karena keberontakan manusia terhadap Tuhan, karena ketidaktaatan manusia, maka manusia kemudian jatuh di dalam dosa dan dari situ semua kesulitan, penderitaan dan kematian itu tiba di dalam hidup manusia.

Saudara sekalian mengerti fakta bahwa manusia dan seluruh dunia sudah jatuh di dalam dosa, juga berarti kita mengerti bahwa orang-orang yang mengalami penderitaan yang banyak dan mengalami penderitaan yang sangat berat, belum tentu adalah orang yang lebih berdosa daripada orang yang menderita sedikit. Ini justru adalah kesalahan dari teman-teman Ayub ketika mereka melihat Ayub yang begitu menderita. Melihat Ayub, yang semua anak-anaknya mati, semua barang, semua yang dia miliki dihancurkan, bahkan dirinya sendiri menderita begitu kesakitan dari kepala sampai ujung kaki, maka teman-temannya yang pertama-tama simpati kepada dia, tetapi kemudian akhirnya mulai menghakimi Ayub. Mereka berkata, “Bagaimana mungkin engkau mengalami penderitaan seperti demikian kalau bukan karena engkau melakukan dosa yang sangat besar?” Dan penghakiman Tuhan datang justru bukan kepada Ayub, tapi kepada teman-temannya yang menghakimi Ayub.

Saudara sekalian, seorang dokter Kristen menyelidiki dan mempelajari akan kekompleksan tubuh manusia, maka dia mengatakan dia semakin kagum bahwa ada tubuh yang bisa berjalan berfungsi dengan baik. Kalau ada bayi yang lahir tanpa cacat, itu adalah suatu keajaiban. Ada begitu banyak hal yang bisa menjadi salah di dalam kandungan itu. Tapi ketika bayi itu akhirnya lahir dengan sempurna tanpa cacat, itu adalah anugerah Tuhan yang besar. Kalau tubuh kita tetap bisa bernafas pada waktu kita tidur, itu adalah anugerah Tuhan. Pada waktu kita tidur, pencernaan itu tetap bisa berjalan dan kemudian pada waktu kita tidur, sebenarnya tubuh kita ada self-healing untuk melawan penyakit, itu adalah sesuatu yang ajaib. Saudara sekalian, dengan kata lain ketika tubuh kita sakit dan kita mengalami penderitaan di dalam dunia yang sudah berdosa ini, maka seharusnya kita bukan bertanya, “Why me?” Tetapi sebenarnya kita bisa bertanya, “Why not me?” Karena ini adalah dunia yang sudah jatuh di dalam dosa, maka kesulitan dan penderitaan adalah bagian dari hidup manusia. Ini bertentangan dengan apa yang beberapa golongan Kristen seperti termasuk Practical Days dari para pemuda di Amerika. Saya perhatikan juga banyak orang, termasuk orang-orang yang ada di Australia ini, yang percaya seperti teolog Christian Smith itu mengatakan bahwa orang-orang yang disebut Practical Days ini percaya bahwa tugas utama Tuhan adalah memberikan apa yang saya butuhkan. Mereka percaya bahwa hanya mereka yang sangat-sangat jahat yang layak mengalami penderitaan dan layak dihukum. Sedangkan saya yang tidak sempurna, ada kesalahan tapi saya tidak sejahat-jahat amat, maka sebenarnya saya adalah orang-orang yang layak menerima hidup yang comfortable di dunia ini. Jadi saudara sekalian, orang-orang yang berpikir dan mengenal Tuhan seperti demikian, dan tidak menyadari ini adalah dunia yang sudah terkutuk karena dosa dan kita  semua adalah orang berdosa yang layak menerima murka Tuhan, maka orang-orang yang demikian akan mengalami disillusion menjadi bingung, menjadi kecewa kepada Allah ketika mereka mengalami kesulitan dan penderitaan.

Jadi, saudara sekalian mengerti dan percaya doktrin creation and fall ini, pertama-tama membuang akan self-pity dan menguatkan jiwa kita untuk menerima segala kesulitan dan penderitaan yang mungkin kita hadapi, tetapi bukan hanya menguatkan kita menggertakkan gigi dan menerima penderitaan itu, melainkan mengerti akan doktrin creation and fall khususnya doktrin creation, kita mengetahui bahwa ada pengharapan bagi kita di dalam dunia ini. Ada pengharapan kita, karena kita mengerti dunia yang kita alami, kesulitan penderitaan dunia yang sudah jatuh dalam dosa ini, bukanlah original plan daripada Tuhan. Ada pengharapan yang Tuhan tidak akan membiarkan dunia ini ada di dalam keadaan yang terus terkutuk dan hidup di dalam dosa dengan segala akibatnya.

Saudara sekalian, doktrin ke-2 yang kita renungkan pada pagi hari ini, yang memberi kepada kita pengharapan dan kekuatan dan bagaimana mengerti segala penderitaan kita, adalah doktrin dari final judgement atau penghukuman terakhir dan pembaharuan ciptaan dan itulah yang kita baca tadi dari Wahyu 21. Saudara sekalian, banyak orang yang tidak percaya akan judgement day. Mereka bertanya, “Bagaimana Allah yang penuh kasih itu boleh atau akan menghukum manusia selama-lamanya?” Tetapi sebaliknya, kalau kita pikirkan lebih dalam, maka sebenarnya kalau tidak ada judgement day, bagaimana dengan segala kejahatan mengerikan yang sudah terjadi di dalam dunia ini. Sebenarnya kalau tidak ada judgement day, tidak ada hari penghakiman dari Tuhan kepada semua manusia, maka sesungguhnya manusia itu akan kehilangan pengharapan ketika menghadapi segala macam kesulitan dan penderitaan. Dan saudara bisa bayangkan orang-orang yang mengalami penderitaan dan kesulitan karena kejahatan dan dosa orang lain seperti keluarga-keluarga yang anaknya pagi-pagi sekolah keluar, siangnya sudah menjadi mayat.

Dan akhir-akhir ini atau beberapa hari terakhir saya sempat mengikuti satu film yang menarik, yang baru akan diputar di Australia minggu ini dan saya belum nonton, tapi mungkin saya akan nonton hari Kamis ini. Filmnya berjudul ‘Sound of Freedom’. Saya belum nonton tetapi saya baca banyak review-nya. Itu sesuatu yang saya rasa film yang patut kita nonton. Ini adalah film true story tentang seorang CIA agent atau agen dari pemerintah Amerika, yang akhirnya terlibat masuk ke dalam tugas untuk membebaskan anak-anak yang di-abuse, sexually abuse menjadi sex-traffic. Ini film yang sangat serius, sangat mengerikan, karena ada begitu banyak, ribuan mungkin, anak-anak yang dijual menjadi budak sex dari orang-orang yang rusak serusak-rusaknya. Kalau saudara mengikuti berita juga, berapa waktu yang lalu, ada ratusan orang-orang di Australia termasuk yang ditangkap, dan ketika dibongkar rumah mereka, dibongkar di komputernya, ada ribuan child ponography di situ. Dan di situ ada film-film, video-video di mana anak-anak sedang di-sexually abuse di situ. Salah satu adegan film itu yang diberitahu, ketika CIA agent ini dia seorang Kristen, dan dia akhirnya membongkar juga jaringan child sex-trafficking ini. Dan kemudian dia harus melihat ribuan video tentang apa yang terjadi. Film itu tidak mengambarkan tentang hal itu secara langsung, tetapi film itu menyorot mata agen ini, bagaimana dia melihat anak-anak di-abuse secara sexual. Melihat dan tidak berhenti menangis.

Saudara sekalian, kalau saudara bayangkan adalah orang-orang yang begitu bejat, yang begitu rusak, yang begitu corrupt sampai ke tulang-tulangnya, kalau tidak ada judgement day, maka orang akan kehilangan seluruh pengharapan. Ujungnya hanya apa yang bisa dilakukan kepada orang seperti ini, paling jauh adalah dihukum mati, tetapi di Australia dia tidak akan dihukum mati. Dia akan dimasukkan ke dalam penjara seumur hidup. Dan seumur hidup, negara harus memberi dia makan, harus memberi dia pakaian untuk menghidupi dia sampai dia mati. Dan apa yang sudah dia lakukan kepada anak-anak itu, ratusan, ribuan anak, akan men-damage anak-anak itu seumur hidup. Kalau tidak ada penghakiman bagi orang-orang yang demikian, maka orang-orang akan kehilangan pengharapan atau orang-orang akan membawa hukum ke dalam tangannya sendiri. Kalau tidak ada hakim yang hadir yang akan menghukum mereka karena dosa dan kejahatan mereka, maka kita akan menjadi hakim itu sendiri. Tetapi, kita bersyukur kepada Tuhan karena ada penghakiman yang akan terjadi di hadapan Hakim yang paling adil. Wahyu 21:8, “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.” Kematian di dalam dunia ini bukan akhir hidup mereka, mereka akan menghadapi apa yang disebut kematian kedua yaitu hidup selama-lamanya terpisah dari Allah dalam penghakiman yang kekal.

Menyadari ada doktrin final judgement ini, justru memberi pengharapan dan belas kasihan kita kepada orang-orang yang melakukan kejahatan. Kalau Firman Tuhan mengatakan, “Bertobatlah, mengapa engkau binasa?” Ini adalah teriakan menyadari bahwa ada final judgement, mengapa engkau hidup di dalam dosa terus dan akan mengalami penghakiman Tuhan yang kekal yang tidak ada siapa pun yang bisa menanggungnya. Justru menyadari ada final judgement, memberi kepada kita kesadaran orang-orang yang melakukan kejahatan itu, mereka ada dalam keadaan yang sangat-sangat bahaya. Itulah sebabnya Tuhan mengatakan supaya kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Karena penghakiman, vengeance, pembalasan adalah hak Tuhan.  Dan ketika Tuhan yang akan menghakimi, itu adalah penghakiman yang sangat mengerikan.

Saudara-saudara sekalian, pengharapan akan judgement day dan juga pembaharuan ciptaan juga memberikan kepada kita akan kekuatan di dalam sisi yang lain. Karena pengharapan kita bukan hanya keadilan itu akan ditegakkan secara penuh dan sempurna tetapi juga Tuhan akan membalikkan seluruh akibat dosa ketika Dia datang kedua kali dan sudah dimulai ketika Dia datang pertama kalinya. Ketika Dia datang kedua kali akan terjadi pembalikan dari semua akibat dosa, kerusakan, penderitaan bahkan kematian. Tanpa final judgement dan pembaharuan ciptaan, maka kematian menjadi akhir daripada semua hidup manusia.  Tetapi kita percaya, seperti pengakuan iman kita mengatakan, kita percaya akan kebangkitan tubuh, bukan hanya kebangkitan orang mati, tetapi juga kebangkitan secara tubuh kita, tubuh kita dipermuliakan, diperbaharui. Ini salah satu contoh yang artinya adalah kita bukan hanya menerima tubuh kita seperti pada masa sehat-sehatnya kita dulu, tetapi kita akan menerima tubuh yang sempurna yang tidak pernah kita alami di dalam dunia yang sudah berdosa ini. Saudara sekalian mengerti inilah satu-satunya yang hanya Tuhan bisa mengerjakannya, tanpa pembaharuan ciptaan maka tidak ada pengharapan bagi manusia yang sudah jatuh di dalam dosa ini. Tetapi ketika kita mengerti ada final judgement dan pembaharuan ciptaan, maka kita sadar ada pengharapan yang kekal dan pengharapan yang pasti di dalam Tuhan.

Dalam hidup kita, kita tidak pernah bisa undo apa yang sudah terjadi, kita tidak bisa membalikkan apa yang sudah terjadi. Kita hanya di komputer bisa undo, tapi kalau kita sudah terjadi kerusakan maka kita tidak bisa membalikkan kembali. Dua puluh enam orang yang sudah mati ditembak tidak bisa kembali lagi, yang hanya bisa dilakukan oleh manusia adalah membunuh kembali orang yang membunuh anak-anak, itupun tidak mengembalikan orang yang sudah mati. Tetapi di dalam Kristus, ketika ada pembaharuan ciptaan, maka kita tahu ada pengharapan yang pasti di dalam Tuhan. Inilah sebabnya Fanny Crosby mengatakan kalimat ini waktu dia ditanya. Saudara tau Fanny Crosby, yang lagu-lagunya sering kita nyanyikan, dan ada ribuan lagu yang begitu indah yang selalu menggerakkan hati kita waktu kita menyanyikan lagu Fanny Crosby. Dia satu kali ditanya oleh seseorang, “Apakah kamu kalau Tuhan mau dan Tuhan akan lakukan, apakah kamu mau Tuhan menyembuhkan matamu yang buta itu?” Maka dia mengatakan satu kalimat, “Tidak, kalau Tuhan bisa sembuhkan dan saya percaya Tuhan bisa sembuhkan, kalau Tuhan pun mau Tuhan akan menyembuhkan, saya lebih pilih untuk tidak disembuhkan mata saya.” “Kenapa demikian?” Dia mengatakan, “Karena saya ingin ketika mata saya nanti terbuka di dalam kedatangan Kristus kedua kali dan mataku menjadi mata yang sempurna melihat dengan begitu jelas dan begitu sempurna, maka wajah yang pertama yang saya lihat adalah wajah Juruselamatku.”

Saudara sekalian, inilah pengharapan yang pasti anak-anak Tuhan yang di dalam Kristus, yang percaya final judgement dan juga pembaharuan ciptaan. Bahwa ada kekalahan total dari dosa dan kejahatan. Tim Keller mengatakan kalimat seperti ini, “Ketika Kristus datang kedua kali, evil will not just be an obstacle to our beauty and please (Kejahatan bukan hanya menjadi halangan dari keindahan dan kebahagian kita) but it will only make it better (namun keberadaan kejahatan itu justru membuat sesuatu yang lebih indah). Evil would have accomplished the very opposite of what it intended (kejahatan akan mencapai sesuatu yang bertentangan dengan tujuannya).

Saudara-saudara sekalian, inilah pengharapan kita di dalam Tuhan. Inilah apa yang Tuhan ajarkan kepada kita di tengah segala kesulitan penderitaan ketika Kristus datang kedua kali. Dia akan menghapus segala air mata dari mata kita dan maut tidak akan ada lagi, tidak akan ada lagi perkabungan atau ratap tangis. Sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu. Di dalam dunia ini akan ada air mata, tidak ada pernikahan yang tidak ada air mata, tidak ada kehidupan kita yang tidak ada penderitaan, tetapi ada pengharapan yang pasti di dalam Tuhan. Ketika Kristus datang kedua kali, maka semua air mata kita khususnya air mata yang kita alirkan karena kita mau mentaati kehendak Tuhan, terutama air mata yang dialirkan karena kita menangisi orang yang berdosa, air mata yang dialirkan karena kita ingin melakukan kehendak Tuhan tetapi kadang kita gagal, ketika Kristus datang kedua kali, Dia akan menghapus segala air mata itu dari kita, dan itulah  penghiburan yang terbesar yang kita alami.

Saudara-saudara sekalian, doktrin ke-3 yang penting yang kita renungkan pada pagi hari ini adalah doktrin inkarnasi dan penebusan Kristus. Itulah yg kita baca dari Ibrani 4-5. Dan di sinilah iman Kristen itu mencapai puncak keunikan dan keagungannya, dan sekaligus Firman Tuhan itu menjadi sumber kekuatan dan penghiburan yang sangat besar di dalam menghadapi penderitaan kita. Tidak ada agama, filsafat atau kepercayaan apa pun yang memberitakan Allah yang menjadi manusia dan mengalami penderitaan bahkan mati bagi kita.

Seorang Teolog, John Dickson satu kali berkhotbah di universitas di Sydney, dan dia memberi khotbah atau speech-nya itu dengan judul ‘The wounds of God’ atau ‘Luka dari Allah’. Setelah dia memberikan, memaparkan khotbahnya, dan kemudian masuk ke dalam Q & A. Dan pada waktu Q & A itu ada seorang muslim yang bertanya. Dia berkata seperti demikian, “Betapa aneh dan tidak masuk akal ajaran tentang Pencipta alam semesta yang ditaklukkan oleh ciptaan-Nya. Bahwa Dia itu harus makan, tidur, ke toilet, apalagi harus mati.” Maka John Dickson meresponi demikian, “Komentarmu sangat pintar, logis dan beradab.” Dan orang muslim ini melanjutkan, “Sangat tidak logis bahwa Allah penyebab segala sesuatu itu bisa dilukai dan disiksa oleh manusia ciptaan-Nya.” Dan Dickson merasa bahwa dia tidak perlu merespon apa-apa kecuali mengatakan demikian, “Terima kasih kamu telah mengatakan keunikan berita Kristen dengan sangat jelas.”  Saudara sekalian, apa yang dianggap penghujatan oleh orang Islam, dipegang sebagai sesuatu yang sangat berharga oleh kita sebagai umat Tuhan bahwa Allah di dalam Kristus telah datang ke dalam dunia, menderita dan mati bagi manusia berdosa. Ini memang sesuatu yang tidak ada di dalam pikiran, ajaran, sejarah, agama, filsafat apa pun di dalam dunia ini. Allah Pencipta langit dan bumi datang ke dalam dunia menjadi manusia begitu terbatas. Bahkan dalam keadaan manusia, Dia menjadi hamba, hamba yang taat merendahkan diri-Nya, taat sampai mati bahkan mati di atas kayu salib. Mati sebagai seorang budak, mati sebagai seorang penjahat yang melakukan kejahatan yang besar, padahal Dia adalah tidak berdosa dan Dia taat secara sempurna dan tidak pernah melukai manusia sedikit pun, tetapi Dia harus mati karena Dia menanggung dosa saudara dan saya. Ini adalah penghiburan luar biasa bagi semua anak-anak Tuhan yang menderita. Meski mungkin kita tidak tahu mengapa Tuhan ijinkan penderitaan yang begitu berat harus kita alami, tetapi kita tahu satu hal yang pasti, bahwa Allah mengizinkan penderitaan kita alami bukan karena Dia tidak mengasihi kita, bukan karena Dia tidak peduli dengan kita. Ini sesuatu yang sangat penting, karena ujung dari pergumulan kita dalam penderitaan adalah kita bergumul apakah Tuhan mengasihi saya, apakah Tuhan sebenarnya peduli dengan kita.

Seorang penulis bernama Ann Voskamp di dalam bukunya ‘One Thousand Gifts’, dia menceritakan akan pergumulannya untuk mengerti, mengapa Tuhan ijinkan adiknya yang waktu itu berumur dua tahun tergencet truk sampai mati. Di dalam ujung pergumulannya itu, dia berujung pada satu pertanyaan, “Apakah kita mempercayai karakter Allah? Apakah Dia sungguh adalah Allah yang penuh kasih? Apakah Dia adalah Allah yang adil? Apakah Dia adalah Allah yang peduli dengan saya?” Maka Ann Voskamp bergumul panjang dan kemudian dia berdasarkan Roma 8:32 menulis kesimpulan seperti ini, “Jikalau Allah tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, apakah Allah tidak akan memberikan apa yang kita butuhkan?” Dan dia mengatakan seperti ini, “If trust must be earned, hasn’t God unequivocally earned our trust with the bark on the raw wounds, the thorns pressed into the brow, your name on the cracked lips?” Jikalau kepercayaan itu harus dibuktikan, bukankah Allah telah membuktikan itu dengan cara yang tidak bisa diperdebatkan lagi. Dia telah membuktikan itu dengan punggung yang berdarah-darah. Dia telah membuktikan itu dengan mahkota duri tertancap di kepala-Nya. Dia telah membuktikan itu dengan namamu yang ada di bibir-Nya yang pecah.

Saudara-saudara sekalian, bagaimana mungkin Dia yang telah menyerahkan Anak-Nya sendiri bagi kita, tidak memberikan apa yang Dia anggap baik dan benar bagi kita. Dia telah memberikan yang lebih berharga daripada apa pun di dalam diri-Nya sendiri. Dia telah memberikan sesuatu yang incomprehensible. Saudara sekalian mengerti akan doktrin pengajaran, bagaimana Tuhan telah menyerahkan Anak-Nya yang tunggal bagi kita. Bagaimana kasih Kristus telah datang, karena kasih-Nya Dia telah datang menjadi manusia menderita dan mati bagi kita, maka menghibur, mendorong kita menyadari, percaya penuh bahwa Dia adalah Tuhan yang mengasihi kita. Kalau Dia mengijinkan terjadi kesulitan pergumulan dalam hidup kita, pasti bukan karena Dia tidak mengasihi kita, pasti bukan karena Dia tidak peduli dengan kita, tetapi ada maksud yang baik yang mungkin kita belum mengerti. Tentu salah satu yang baik, banyak hal yang baik yang Tuhan sudah nyatakan dalam Alkitab bagi kita, salah satunya adalah membentuk kita, menjadikan kita semakin serupa dengan Kristus itu sendiri.

Alkitab menggambarkan penderitaan kita itu seperti tukang emas yang sedang memurnikan emasnya. Satu kali ada seorang yang sedang memurnikan emas, dan dia membakar emasnya, saya mencatat, saya lupa sampai lebih dari seribu derajat Celcius, dan kemudian ketika dipanaskan sampai lebih dari seribu derajat Celcius maka emas itu akan muncul kotoran-kotoran di atasnya. Kemudian tukang emas akan membersihkan kotoran yang ada di atas itu dan dia akan membakar lagi emas itu, sehingga kotoran-kotoran yang lebih kecil muncul di atas,  yang sangat kecil itu muncul di atas, dan dia membersihkan lagi. Orang yang melihat itu kemudian bertanya, “Sampai kapan engkau membakar emas itu baru engkau tahu itu sudah murni?” Maka tukang emas itu mengatakan, “Sampai saya bisa melihat refleksi wajah saya dengan jelas di emas itu.” Saudara, itulah yang Tuhan inginkan bagi saudara dan saya. Itulah salah satu yang Tuhan sedang kerjakan yang baik bagi kita. Ada banyak kotoran di dalam hati dan jiwa kita. Tuhan sedang memurnikan iman kita. Tuhan sedang mengerjakan apa yang kehendak yang baik bagi kita.  Dan Dia sudah memberi teladan di dalam diri Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus sendiri. Sekali pun Dia adalah Anak, Dia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya. Dia bukan belajar taat dari tidak taat. Dia selalu taat tetapi Dia semakin menyadari, semakin bersandar kepada Tuhan, semakin Dia mengalami akan belajar semakin bersandar dan taat kepada Tuhan melalui segala penderitaan-Nya. Karena itulah kita boleh datang dengan penuh keberanian menghampiri tahta kasih karunia-Nya, karena kita memiliki Imam Besar, Juruselamat kita yang telah menderita bagi kita. Dan sebagai orang-orang yang mengikut Kristus, kita tahu, Dia Tuhan yang mengasihi kita sebagaimana Dia adalah Allah Bapa yang mengasihi Anak-Nya yang tunggal itu. Karena itu, kita dengan berani menghampiri tahta kasih karunia Tuhan Yesus dan menemukan kasih karunia untuk mendapatkan pertolongan kita pada waktunya. Biarlah tiga doktrin yang penting dari Alkitab ini menolong kita. Mengalami segala kesulitan penderitaan, di mana kita melihat, mengerti dan dikuatkan iman kita, dan berharap bergantung penuh kepada Tuhan, dan mengerti bahwa Dia adalah Tuhan yang mengasihi kita. Mari kita berdoa.

GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

13 August 2023
Pertanyaan–pertanyaan Allah Kepada Manusia (6)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Yesaya 6:1-8

Yesaya 6:1-8

Kita terus memeditasikan mengenai panggilan Allah kepada Yesaya. Panggilan Allah kepada Yesaya ini di dalam bentuk pertanyaan. Allah bertanya kepada Yesaya: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Kita harus mengerti bahwa pertanyaan ini muncul bukan dari ke-vacuum-an. Pertanyaan ini muncul setelah Allah menyatakan diri-Nya kepada Yesaya. Di dalam seluruh konteks ini, baru kita bisa mencerna dan memahami, menginterpretasikan apa arti pertanyaan ini. Ini bukan pertanyaan yang seakan-akan Tuhan perlu Yesaya. Ini bukan pertanyaan seperti yang kita kira bahwa Tuhan itu memerlukan seseorang, memohon dan meminta-minta kepada seseorang untuk menjadi pelayanan-Nya. Tetapi dari pertanyaan ini, saudara dan saya akan mempelajari bahwa Allah yang berdaulat, tidak pernah memaksa. Tetapi manusia yang dipilih, meski pun tidak pernah dipaksa, dia akan rela. Oh, dua kalimat ini saja, kalau saudara dan saya mau memikirkan dari aspek Systematic Theology, begitu dalam. Kita tidak akan memikirkan itu sampai tuntas sekarang, karena kita akan memikirkan secara biblical. Sepanjang sejarah teologia sistematika, saudara dan saya akan selalu melihat kesulitan para teolog untuk mengerti apa itu Irresistible Grace. Ada orang mengatakan irresistible grace artinya anugerah yang tidak bisa ditolak. Kalau begitu, dari mana kehendak bebas dan kebebasan kita? Kalau saudara mempelajari secara biblical dan spiritual, saudara akan dapatkan pengertian ini dan jawaban terhadap irresistible grace. Allah memberikan pertanyaan kepada Yesaya untuk memanggil dia. Ini bukan suatu panggilan di mana Allah meminta-minta kepada Yesaya. Ini juga bukan panggilan yang akhirnya Yesaya menjawab, “Ini aku, utuslah aku!” Seakan-akan dia berjasa. Sama sekali bukan seperti itu. Kemudian pertanyaan ini artinya apa dan di dalam tekanan seperti apa? Kita perlu mengerti apa yang Allah kerjakan terlebih dahulu kepada Yesaya sebelum dia bertanya?

Minggu lalu, kita sudah masuk ke dalam poin yang pertama. Sebelum Allah memanggil dengan pertanyaan, Allah menyatakan kedaulatan kuasa-Nya yang kekal di atas tahta yang tidak tergoncang. Ayat yang pertama pasal ini begitu jelas. Ada suatu kontras antara Allah yang duduk di atas takhta yang menjulang tinggi, yang kekal dan tidak tergoncang dengan seorang raja yang mati. “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang.” (Yesaya 6:1). Betapa kontrasnya penglihatan ini! Oh, betapa tajam Tuhan mau mengajarkan kepada gereja-Nya! Sehebat apa pun manusia. Seberapa pun dia dipakai oleh Allah. Hati kita tidak boleh pernah tertambat kepada dia. Allahlah yang memiliki pekerjaan-Nya. Kelangsungan pekerjaan-Nya tergantung kepada Allah dan bukan kepada manusia. Manusia boleh bersedih. Manusia boleh hormat kepada orang tersebut. Tetapi, jangan hilang pengharapan. Karena pekerjaan Allah tergantung pada Allah sendiri. Uzia adalah seorang raja, Alkitab mengatakan, adalah orang yang benar di mata Allah. Meskipun pada akhir hidupnya, dia dikutuk oleh Allah dengan kusta; karena dia masuk mempersembahkan korban yang sebenarnya raja tidak diperbolehkan. Sebenarnya pada setiap zaman, jumlah orang benar sangat sedikit. Orang yang seperti Yesaya (seorang benar) pasti terlepas dari dia melihat kesalahan Uzia, dia mengharapkan Uzia, sang orang benar itu. Apalagi orang benar yang ada di atas takhta, lebih sedikit lagi. Yesaya adalah orang yang matanya mau melihat dan selalu mengharapkan kebangunan rohani. Mau hukum-hukum Allah dinyatakan di negerinya. Dan raja yang takut akan Tuhan itu aset yang besar. Tetapi sekarang pengharapannya hilang, Uzia sudah mati. Siapa lagi yang menggantikan dia? Dia tidak tahu. Tetapi Tuhan menyatakan kepada Yesaya bahwa pekerjaan-Nya tidak tergantung kepada Uzia, tetapi tergantung kepada kekuatan-Nya di atas takhta. Saudara-saudara akan mengerti satu prinsip rohani yang penting ini. Perhatikan baik-baik. Allah bekerja bukannya tanpa manusia. Tetapi Allah tidak tergantung kepada satu manusia pun untuk pekerjaan-Nya. Pekerjaan Allah, Kerajaan Allah di muka bumi disebarkan oleh manusia. Saya pernah bicara ini dengan beberapa kali, detail. Itulah sebabnya inkarnasi Yesus diperlukan mutlak. Ketika kita memikirkan inkarnasi, kita memikirkan theology of Christmas. Kita memikirkan mengenai keindahan sentimental Natal. Tetapi sebenarnya tidak seperti itu. Sejak penciptaan. Kehendak Allah dan cara kerja Allah adalah menyebarkan Kerajaan-Nya melalui manusia, bukan malaikat, maka, ketika Adam dan Hawa gagal, Allah Pribadi Ke-2 Tritunggal, Dia harus menjadi Manusia. Manusia, saudara dan saya, bukan malaikat yang akan dipakai untuk melebarkan Kerajaan-Nya, untuk menghadirkan Kerajaan-Nya di muka bumi. Allah bekerja bukan melalui manusia. Allah memakai manusia. Tetapi tidak ada satu manusia pun yang boleh mengatakan, “Aku berjasa.” Tidak ada satu manusia pun yang menjadi satu titik simpul dari semua pekerjaan Allah, kecuali Yesus Kristus. Uzia sudah mati. Suatu hari nanti, Yesaya mati. Sekali lagi, apa yang tertulis di tempat makam Charles Wesley itu tergenapi: “Allah menguburkan pekerja-Nya dan melanjutkan pekerjaan-Nya.”

Salah satu pergumulan dari gerakan ini adalah kita selalu bertanya. Beberapa kali orang bertanya kepada saya. Padahal sebenarnya saya juga bertanya. Setelah Pendeta Stephen Tong dipanggil Tuhan, nanti gerakan ini akan jadi seperti apa? Tidak mudah di dalam gereja kita, karena kita berada di balik bayang-bayang orang yang realTuhan urapi. Di gereja lain, pasti juga ada orang yang Tuhan urapi, tapi mungkin tidak sejelas dengan apa yang ada di tengah-tengah kita. Suatu hari, seseorang memberanikan diri bertanya kepada Pendeta Stephen Tong. Kalau tidak salah, di tengah-tengah Master Class, atau di tengah-tengah puluhan atau ratusan orang. Seperti saudara tahu, Pendeta Stephen Tong dengan kepandaiannya, mencengangkan sekali jawabannya. Ada yang tanya, “Pak Tong, nanti kalau engkau mati, gerakan ini akan ke mana? Terus dia katakan, “Jangan terlalu khawatir. Karena sebelum saya mati, engkau mati dulu.” Saya tidak sedang bercanda. Pak Tong selalu memberikan kita satu prinsip. Tuhan yang memulai pekerjaan-Nya dan pekerjaan-Nya akan dilanjutkan oleh Dia. Ini adalah prinsip-Nya. Kebangunan rohani apa pun yang terjadi, akan diteruskan oleh Tuhan dalam kedaulatan-Nya. Tetapi di dalam kedaulatan-Nya pula, itu tidak berarti bahwa akan diteruskan oleh orang-orang di bawah-Nya. Kita mengharapkan iya, tetapi mungkin saja dari Indonesia, lalu ke Cina, atau mungkin ke Afrika, kita tidak tahu. Tidak ada yang bisa merancang. Siapakah pengganti John Piper? Tidak ada yang tahu. Bahkan kami mendengar bahwa pengganti John Piper akhirnya meninggalkan gereja itu, karena pecah dengan gereja. Siapakah yang menggantikan Billy Graham? Billy Graham mengharapkan anaknya tetapi juga tidak. Mata kita selalu ingin seseorang. Yesaya mengharapkan Uzia, tetapi Allah menyatakan tidak. Allah membawa mata Yesaya bukan kepada satu orang, tetapi kepada diri-Nya. Allah menguburkan pekerja-Nya dan melanjutkan pekerjaan-Nya.

Hal yang ke-2, apa yang dinyatakan Allah sebelum Dia memanggil Yesaya? Allah menyatakan kedalaman, kemurnian dan kesucian-Nya di tengah pelayan-Nya yang berdosa. Yesaya adalah imam pada waktu itu. Tiap hari dia melayani di Bait Suci, tetapi tiba-tiba hari itu ada sesuatu yang lain. Ada suatu visi yang dia tidak pernah minta dan dibukakan oleh Allah. Visi yang pertama adalah penglihatan akan kebesaran, kedaulatan dan kekekalan akan Allah di atas tahkta-Nya yang tidak terguncang. Dan, visi yang ke-2 adalah visi tentang kekudusan Allah. Allah begitu besar. Sampai-sampai Yesaya tidak melihat Allah. Yesaya hanya melihat ujung jubah Allah memenuhi seluruh Bait Suci. Dia melihat para malaikat serafim ada 6 sayap. Dua sayap menutupi wajah mereka, dua sayap untuk melayang-layang dan dua sayap menutupi kaki mereka. Seorang pengkhotbah masa lalu menyatakan, “Ini adalah tipe orang yang sesungguhnya melayani Allah.” Melayani Allah dengan sungguh-sungguh, dengan usaha keras tetapi tidak menonjolkan apa yang sudah kita kerjakan dan tidak menonjolkan wajah kita. Malaikat itu berseru, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam.” Oh, tadi pagi ketika saya merenungkan hal ini, saya menyadari itulah suara yang didengar oleh Yesaya. Seperti ketika saudara memakai earphone, hanya suara di situ saja yang saudara dengar. Saudara tidak mendengar suara apa pun saja. Suara itu memikat saudara. Suara itu menutupi, melingkupi Yesaya. Yesaya mau tidak mau dibawa hati dan pikirannya memperhatikan suara itu. “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan.” Di dalam Bahasa Yunani, ini disebut sebagai Trisagion (Τρισάγιον). Tris artinya tiga. Agios itu artinya holy. Kalimat ini secara tepat ditulis, dikutip oleh Wahyu 4:8. Kitab Wahyu begitu banyak keunikannya. Salah satu keunikan dari Kitab Wahyu adalah hampir tidak ada ayat yang tidak menyinggung Perjanjian Lama. Tetapi sebenarnya hanya memiliki kutipan yang sangat sedikit akan Perjanjian Lama. Ini adalah salah satu bagian yang dikutip oleh Wahyu dari seluruh bagian Perjanjian Lama yang sangat sedikit dikutip. Wahyu 4:8 menyatakan: “Keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.” Ketika saya membaca tulisan ini, hati saya hancur lagi. Saya baru menyadari apa yang sesungguhnya. Perhatikan Wahyu 4:8 ini. Siang dan malam seterus-terusnya malaikat Tuhan itu berseru maka yang terjadi kepada Yesaya adalah di dalam satu kejapan waktu, Allah membukakan apa yang terjadi di dalam kekekalan! Hanya sebentar saja. Hanya dalam kejapan waktu, Allah membukakan sesuatu yang kekal di dunia yang sementara. Ini adalah rahasia seseorang berubah. Jikalau saudara dan saya mau melihat perubahan dalam hidup, atau pada orang-orang yang kita kasihi, perubahan bukan dari agama. Perubahan bukan dari masyarakat. Perubahan bukan dari pendidikan. Perubahan bukan juga dari hukuman tetapi dari anugerah. Begitu Dia bukakan sedikit saja, seluruh hidup kita akan berubah. Dia memberikan kepada siapa Dia kasihi. Yesaya dibukakan dari pujian di dalam kekekalan. Manusia selalu memuji manusia lain. Oh, engkau kaya, engkau baik. engkau cantik, anakmu pandai, pelayananmu berhasil tetapi di surga hanya Allah yang dipuji dan pujian kepada Allah adalah kudus, kudus, kuduslah Tuhan. Ini sifat yang tidak bisa ditiru oleh setan. Ini menyatakan inti dan pribadi Allah. Dunia dan setan berusaha mengaburkan kata ini, membuatnya keras dan pahit di telinga kita. Tetapi sekali lagi, ini adalah sifat Allah. Kesucian-Nya adalah keindahan-Nya. Kesuciaan-Nya adalah kemuliaan-Nya. Ini yang membedakan Allah dengan seluruh makhluk. Yesaya adalah orang yang paling suci di zamannya, boleh kita katakan demikian. Tetapi ketika berhadapan dengan kesucian sesungguhnya, langsung dari mulut muncul satu kata, “Celaka aku! Celaka!” Kalau saudara-saudara membaca Yesaya pasal ke-5, saudara akan menemukan seri kata celaka diucapkan mulut Yesaya kepada bangsanya. Celakalah mereka yang mengambil rumah orang lain. Celaka mereka yang bangun pagi-pagi. Celaka mereka yang memancing kesalahan dengan dusta. Celaka mereka yang menyebut kejahatan dengan kebaikan. Dan, beberapa kata ‘celaka’. Tetapi di sini Yesaya berteriak “Celaka aku!” Dia adalah seorang yang memiliki kesadaran moral yang tinggi, hati nurani yang lembut. Tetapi bergaul dengan Allah yang sesungguhnya di dalam kekudusan-Nya melebihi just only kesadaran moral dan kelembutan hati. Itulah sebabnya pengenalan akan Allah melebihi dari pada seluruh agama. Hai seluruh jemaat, tuntutlah hal ini. Merataplah! Minta hal ini. Jangan engkau cuma bangga bahwa engkau sudah pergi ke gereja Reformed atau, engkau bangga kalau engkau beragama. Tanpa Allah memperlihatkan diri-Nya, sampai mati, saudara dan saya tidak akan berubah. Sampai mati, kita tidak mungkin dipakai oleh Allah. Hancurkan kesombongan kita! Rendahkan diri kita. Minta belas kasihan-Nya semata.

Yesaya melihat Allah dan dikatakan bahwa Allah semesta alam yang di dalam bahasa aslinya adalah Yahweh Tzevaot. Itu diterjemahkan Allah semesta alam atau lebih tepat, lebih tajam adalah Allah panglima bala tentara perang. Apa sesungguhnya yang Yesaya lihat? Kebesaran Allah, kemuliaan Allah di atas singgasana-Nya yang kekal. Dengan pedang yang berputar untuk menghabisi seluruh Yehuda. Pertama menghabisi Yesaya. Saudara-saudara, berinterkasi dengan Allah yang suci berisiko dan menyakitkan. Tetapi tidak ada jalan keluar lagi. Jika hidup ini ingin diubah, jika hidup ini ingin dipakai oleh Allah, mau tidak mau kita harus dealing dengan kesucian Allah yang membahayakan ini. Ini adalah pengalaman hidup dan mati dan by default, harusnya mati. Tapi ini juga pernyataan kasih sayang Tuhan. Seharusnya by default, Yesaya mati dan tidak ada lagi yang bisa dikatakannya, tidak ada lagi yang bisa dilakukannya untuk membela dirinya tetapi tiba-tiba dia melihat Serafim melayang. Dia pikir mungkin Serafim itu menuju kepada dirinya dan akan melancarkan serangannya tetapi Yesaya melihat Serafim itu terbang mengambil bara dari mezbah. Serafim itu tidak menuju kepada dirinya, Serafim itu menuju kepada mezbah, mengambil bara menuju kepada Yesaya dan kemudian meletakkan bara itu menyentuh mulut Yesaya. Ketika bara itu disentuhkan maka terdengar suara yang begitu indah. Ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu sudah diampuni. Bara dari altar. Altar berbicara mengenai persembahan, bicara mengenai korban. Prinsip dasar iman Kristen, kita tahu bahwa ini adalah imagery dari pengudusan oleh korban yang menuju kepada domba di dalam perjanjian lama dan domba Allah yaitu Yesus Kristus dalam perjanjian baru. Allah yang berdaulat dan yang kekal. Allah yang suci dan diri yang seharusnya mati, sekarang beroleh pengampunan di dalam Kristus Yesus.

Hal yang ke-3, maka sekarang barulah muncul Allah yang mengutus. Allah yang mengutus dengan satu kalimat pertanyaan. “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Perhatikan pertanyaan ini sekarang. Pertanyaan ini muncul setelah seluruh peristiwa yang ada. Tanpa peristiwa itu maka saudara dan saya akan mengartikan pertanyaan ini berbeda dengan yang sesungguhnya. Jikalau tanpa pernyataan, penglihatan bahwa Allah yang besar dan kekal, maka pertanyaan yang muncul ini, kita bisa menginterpretasikan bahwa Allah memerlukan bantuan Yesaya. “Siapa yang akan Kuutus?”  Tetapi jika tanpa penglihatan Allah yang suci itu, Yesaya yang berdosa jangankan dipakai oleh Allah, hidup pun itu tidak boleh sebenarnya, maka kita bisa mengatakan bahwa Yesaya mungkin berjasa karena dialah yang menggenapi panggilan Allah. Pertanyaan ini bukan pertanyaan Allah meminta Yesaya untuk melayani Dia. Ini juga bukan jawaban heroik dari Yesaya untuk memenuhkan panggilan Allah. Tetapi saudara-saudara akan mengerti bahwa pertanyaan ini adalah pertanyaan yang menghasilkan buah ketaatan kepada Yesaya setelah Allah dengan seluruh sifat-Nya dan tindakan-Nya memikat hati Yesaya. Allah yang besar dan kekal dan suci itu, tidak membiarkan Yesaya mati, Ia mengasihani Yesaya dan itu membuahkan hati yang rela, taat di dalam diri Yesaya. Sehingga ketika Allah itu bertanya, “Siapa yang mau pergi untuk Aku? Siapa yang akan Aku utus?”  Allah tidak memaksa Yesaya. Kegemilangan-Nya, sifat-Nya dan pekerjaan-Nya sudah memikat hatinya. Cinta-Nya dan anugerah-Nya sudah melembutkan hati Yesaya. Yesaya menyadari dirinya dan menyadari Allah itu siapa,, maka pertanyaan ini adalah suatu pertanyaan anugerah bagi dia. Dia menyadari bahwa hidupnya yang seharusnya mati sekarang sudah dibangkitkan, yang berdosa itu sekarang diperhitungkan sebagai orang yang suci yang dipakai oleh Allah. Tanpa paksaan. Tanpa suatu perintah. Hanya dengan suatu pertanyaan. Tetapi Yesaya tahu itu adalah privilege dalam hidupnya. Allah tidak memerlukan dia, Allah tidak memerlukan Uzia.  Allah juga tidak memerlukan dia karena dia adalah orang berdoa tetapi, Dia yang suci dan berdaulat rela memakai dia. Terhadap pertanyaan ini, Yesaya langsung mengatakan “Ini aku. Utuslah aku.” Dengan kegentaran dan dengan air mata dan dengan hati yang hancur. Melihat Yesaya pasal ke-6, saudara akan mendapatkan satu prinsip ini, yaitu Allah dengan seluruh sifat-Nya dengan seluruh tindakan-Nya memikat hati Yesaya dan akhirnya berbuah ketaatan. Itulah irresistible grace. Anugerah yang tidak tertolak. Ini cara kerja Allah, tidak seperti seorang raja besar yang mengatakan, “Pergi! Kamu harus menjadi utusanku. Layani aku!” Tidak. Allah kita tidak seperti itu. Dia mencurahkan kasih-Nya terlebih dahulu dan tanpa memaksa. Dia menyodorkan jalan-Nya untuk kita lalui, mengasihi kita, kemudian muncullah hati untuk belajar mengasihi Dia.

Sekarang kita akan masuk kepada suatu panggilan yang tidak terduga. Kita masuk ke dalam panggilan Yesaya. Perhatikan! Ini adalah suatu panggilan yang sangat ironis dan berbahaya. Ayat 9-13, Kemudian firman-Nya: “Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tetutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.” Kemudian aku bertanya: “Sampai berapa lama, ya Tuhan?” Lalu jawab-Nya: “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan tanah menjadi sunyi dan sepi. TUHAN akan menyingkirkan manusia jauh-jauh, sehingga hampir seluruh negeri menjadi kosong. Dan jika di situ masih tinggal sepersepuluh dari mereka, mereka harus sekali lagi ditimpa kebinasaan, namun keadaannya akan seperti pohon beringin dan pohon jawi-jawi yang tunggulnya tinggal berdiri pada waktu ditebang. Dan dari tunggul itulah akan keluar tunas yang kudus!”

Sesungguhnya, hamba Tuhan memiliki panggilannya masing-masing. Setiap hamba Tuhan, yang Tuhan pakai. Ada kalimat-kalimat khusus yang akan keluar dari mulut hamba Tuhan itu, yang tidak ada pada hamba Tuhan yang lain. Di sini saudara menemukan panggilan khusus Yesaya. Panggilan khusus apa yang Tuhan berikan kepada Yesaya? Perhatikan baik-baik hal ini! Panggilan Yesaya adalah berkhotbah sampai pertobatan tidak terjadi, sehingga penghakiman total dari Allah pasti tejadi kepada Israel. Dengan kata lain, panggilan Yesaya berhasil jika dan hanya jika pendengarnya tidak bertobat. Allah memakai Yesaya untuk mengeraskan hati umat-Nya, memastikan petobatan tidak terjadi dan penghakiman Allah bisa dilaksanakan. Ini adalah suatu yang asing bagi kita, tetapi ini panggilan. Coba saudara-saudara pikirkan, kira-kira apa perasaan Yesaya setelah mendapatkan panggilan ini? Mungkinkah dia menyesal, kenapa dia cepat-cepat bilang “Ini aku. Utuslah aku!”? Saya yakin tidak, karena orang-orang kudus-Nya Allah yang sudah pernah melihat kesucian, kekekalan, kebesaran Allah dan mendapatkan cinta kasih Allah, ketika sampai di surga dan ditanya apa yang engkau inginkan kalau hidup boleh berulang? Maka dia akan mengatakan, “Aku akan tetap ingin hidup seperti yang Tuhan berikan.”

Di dalam poin ini, saudara akan menemukan satu prinsip rohani. Ini adalah cara kerja Tuhan. Barangsiapa menentukan mau, dia akan tahu. Ini adalah prinsip Alkitab. Banyak dari kita yang ingin tahu sesungguhnya apa kehendak Allah bagiku? Saudara hanya akan bisa tahu kehendak Allah secara eksistensial, sungguh-sungguh tahu, yakin itu kehendak Allah, kalau saudara dan saya memutuskan, menetapkan hati mau taat. Ketaatan diletakkan di depan, baru saudara dan saya tahu kehendak Allah. Allah tidak mengatakan demikian, “Ini, Aku punya panggilan begini-begini susahnya, mau gak?” Tidak! Dia pertama tanya, “Engkau diutus. Engkau mau atau tidak?” Setelah saudara dan saya menetapkan taat, baru Dia buka apa yang akan terjadi di depan. Seluruh orang yang mencari kehendak Allah, mengertilah prinsip ini sekarang. Seluruh anak-anak muda, tetapkanlah hatimu taat terlebih dahulu maka engkau akan melihat bagaimana Tuhan dan rencana-Nya dibukakan kepada kita.

Ironi dan tragedi dalam pelayanan panggilan Yesaya ini ada pada kata “mendengar.” Bukankah dengan mendengar Firman kita diselamatkan? Bukankah Allah menyelamatkan seseorang dengan Firman-Nya? Bukankah iman timbul dari pendengaran akan Firman Allah? Tetapi di sini yang terjadi adalah karena mendengar Firman, Israel akan dihakimi, bukannya memimpin kepada hidup, malah mendengar Firman membawa kepada kematian. Pada Yohanes 8:45 ada prinsip yang sama. Yesus menyatakan seperti ini “Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku.” Bahasa Inggrisnya bukan ‘meskipun’. “Meskipun Aku mengatakan kebenaran kepadamu kamu tidak percaya kepada-Ku.” Tidak. Tetapi karena Aku mengatakan, engkau tidak percaya. Secara presisi adalah kebenaran menggaransi ketidakpercayaan itu terjadi. Kebenaran penyebab ketidakpercayaan itu timbul. Di dalam 2 Tesalonika 2:9-11, di dalam ayat yang ke-11 dikatakan: “Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta.” Tuhan sendiri yang mengirimkan kesesatan. Tuhan sendiri yang mengirimkan strong delusion sehingga mereka mempercayai dusta. Itu adalah bagian dari penghakiman. Secara prinsip adalah Firman, ketika diberitakan, tidak akan kembali dengan sia-sia. Firman, ketika diberitakan akan menjamin adanya keselamatan dan pada saat yang sama menjamin penghakiman. Maka, ketika Firman yang sejati diberitakan, saudara jangan pernah menjadi hakim, menentukan ini benar atau salah. Kalau saudara dan saya adalah anak-anak Tuhan, Yesus sendiri menyatakan bahwa domba-domba-Ku mendengar suara-Ku. Dia akan tahu ini kebenaran, dia tidak akan masuk dalam status quo, dia akan tunduk, dia akan rendah hati menerima ketaatan. Yesaya berkhotbahlah, Yesaya pergi berkotbah akan kebenaran. Khotbah terus sampai engkau melihat mata orang-orang itu makin buta, sampai engkau melihat telinganya makin tertutup, dan hatinya makin keras. “Sampai berapa lama Tuhan?” “Sampai seluruh kota ini sunyi sepi. Kalau ada sepersepuluh dari mereka. Mereka akan ditimpa penghakiman lagi sampai tinggal sedikit sekali Yesaya.” Dan hukuman Tuhan ini dijalankan 140 tahun sesudahnya. Inilah panggilan. Kiranya belas kasihan Tuhan diberikan kepada kita sehingga ketika kita mendengar Firman-Nya kita mendapat kehidupan dan bukan kematian. Siapa yang mau Kuutus? Siapa yang mau pergi untuk Aku? Mari kita berdoa.

 

Why 21:4-8, Ibr 5:7-10, 4:15-16
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

6 August 2023
Pertanyaan-pertanyaan Allah Kepada Manusia (5)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Yesaya 6:1-8

Yesaya 6:1-8

Yesaya 6:8 adalah bicara mengenai panggilan Allah kepada Yesaya, dan panggilan ini di dalam bentuk pertanyaan. Siapakah yang akan Kuutus dan siapakah yang mau pergi untuk Aku? Bukankah setiap panggilan itu biasanya terletak di awal? Bukankah seorang nabi harus dipanggil terlebih dahulu baru kemudian dia menjalankan panggilannya? Tetapi di dalam kitab Yesaya tidak. Panggilan itu ada di dalam pasal 6:8. Ada lima pasal lebih sebelumnya, sebelum panggilan ini datang. Pasal 1-5 adalah bicara mengenai konteks sejarah yang dihadapi oleh Yesaya. Pasal 6:1-7 sebelum panggilan itu adalah menyatakan Allah dengan sifat-Nya yang berinteraksi, yang dealing dengan Yesaya. Tanpa mengerti seluruh latar belakang ini, kita akan salah mengerti terhadap panggilan Allah kepada Yesaya ini. “Siapakah yang akan Kuutus dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Ketika kita membaca ini sendiri dan terlepas dari konteksnya, kita pikir bahwa Allah sedang bertanya sesuatu. Kita berpikir bahwa Allah memerlukan seseorang. Kita berpikir bahwa Allah sedang untuk membujuk seseorang, tetapi bukan seperti itu. Kita berpikir bahwa ketika Yesaya mengatakan “ini aku, utuslah aku”, ini adalah suatu sikap yang heroic. Bukan seperti itu. Lalu kemudian apa artinya pertanyaan ini? Untuk mengerti pertanyaan ini sesungguhnya kita mesti mengerti seluruh konteks ini dan khususnya mengerti Allah dengan sifat-Nya dealing dengan Yesaya. Kalau saudara-saudara melihat ayat ini, dari ayat 1-7, saudara akan menemukan Allah dengan tiga sifat utama dealing dengan Yesaya terlebih dahulu sebelum pertanyaan ini disodorkan. Dan kita akan membahas satu persatu.

Hal yang pertama adalah Allah yang dealing dengan Yesaya sebelum Dia bertanya.Allah itu menyatakan, mempergelarkan kekekalan-Nya, kuasa-Nya di takhta yang tidak terguncang. Dia adalah Allah yang kekal. Dia adalah Allah yang duduk di takhta yang tidak terguncang. Dan Dia bertakhta sampai selama-lamanya, takhtanya tidak akan berakhir. Dan Allah yang menyatakan demikian di depan mata Yesaya, tepat pada waktu Uzia, raja itu, mati. Oh ini kalimat begitu jelas di dalam ayat yang pertama. Kalimat di dalam ayat pertama jelas kali Allah mau menyatakan perbandingan Dia dengan raja Uzia. Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Siapa Uzia? Dan apa yang terjadi pada zaman Uzia? Saudara-saudara, dengarkan baik-baik, bagi orang-orang benar pada waktu itu, Uzia adalah harapan bagi seluruh tanah Yakub, bagi seluruh Israel. Pada jaman Yesaya hidup, sebenarnya mereka hidup pada saat itu sangat mewah. Perekonomian sangat maju, emas, perak, kuda, makanan berlimpah dan kekuatan prajurit hebat, tetapi secara rohani dan hidup masyarakat pada waktu itu, Yehuda dan Yerusalem dipandang jahat di mata Allah. Mereka sudah meninggalkan Tuhan, mereka berbalik dari perjanjian. Bahkan Yesaya menuliskan, mereka hidupnya itu persis seperti orang-orang di Sodom dan Gomora. Mereka dengan terang-terangan tidak malu-malu melakukan dosa. Hukum diputar, keadilan tidak dijalankan, pemimpinnya adalah penyesat, negerinya penuh berhala, dan orang-orang-nya berisi orang-orang yang sombong. Yerusalem disebut sundal oleh Allah. Tuhan mengatakan aku sangat jijik terhadap persembahan yang engkau bawa. Tuhan menyatakan “Aku benci terhadap ibadahmu.” Dalam masa yang buruk seperti ini, ada satu harapan terhadap bangsa ini yaitu munculnya raja Uzia. Di dalam Alkitab, dalam 2 Tawarikh 26, saudara akan menemukan Tuhan menyatakan dia orang benar. Tuhan menjadikan dia berhasil mengatasi seluruh musuhnya. Uzia adalah seorang yang sangat unggul untuk pemerintahan dan administrasi, orang yang memiliki talenta untuk memimpin dan dia adalah pemimpin militer. Yehuda sangat maju di bawah pemerintahannya. Dan di dalam Zakaria 14:5, dan juga Amos 1:1, tertulis ada suatu gempa bumi yang besar pada zaman raja Uzia. Dan kalau saudara-saudara melihat dalam Zakaria 14 saudara akan tahu bahwa ini akan me-refer kepada satu peristiwa yaitu salib dan ketika Yesus mati terjadi gempa bumi yang besar. Saudara-saudara, sangat mungkin pada zaman Uzia, gempa bumi ini mengakibatkan suatu kebangunan rohani bagi Yerusalem. Uzia mati karena kusta, karena Tuhan mengutuknya pada hari terakhir karena dia menjadi tinggi hati. Meskipun begitu, pada jaman dia hidup, orang-orang benar seperti Yesaya mengharapkan kepemimpinannya untuk menjadikan Yehuda takut pada Tuhan kembali. Tetapi satu figur yang ditunggu-tunggu yang diharapkan oleh Yesaya dan semua orang benar di Yerusalem saat ini sudah mati.

Saudara-saudara, sama seperti mungkin Yeremia yang menuliskan kitab Ratapan ketika memperingati raja Yosia yang membuat satu reformasi bagi Israel itu mati. Coba saudara-saudara pikirkan kalau saudara-saudara adalah orang benar, dan saudara berhadapan dengan seluruh masyarakat yang kacau dan liar dan busuk, yang jahat, dan saudara melihat ada seorang pemimpin, misalnya saja kalau saudara-saudara orang Indonesia, adalah seperti Jokowi yang saudara tahu orang yang sederhana tetapi orang yang sungguh-sungguh sangat takut akan Tuhan. Seorang yang adil, mau menjalankan hukum, tidak korupsi. Saudara berharap banyak pada dia dan sudah ada track record yang baik untuk membangun suatu bangsa. Apa yang terjadi di tengah-tengah pemerintahannya kemudian Jokowi itu mati. Kita semua akan kecewa bukan? Kita akan merasa bahwa Tuhan meninggalkan negara kita dan dengan mudah negara kita kemudian diambil lagi oleh orang-orang yang jahat. Keliaran kembali di mana-mana, korupsi di mana-mana dan seperti itu yang terjadi pada orang-orang benar pada zaman Uzia. Dan itu yang ada dalam hati Yesaya. Pemimpin yang benar itu kemudian mati dan kemudian dia melihat orang-orang jahat akan makin berlipat ganda dengan hal ini. Tetapi Tuhan memberikan visi kepada Yesaya. Yesaya dibawa untuk melihat Tuhan dan pekerjaan Tuhan, bukan kepada manusia yang hebat sekalipun dipakai oleh Tuhan.

Sekali lagi saudara-saudara, perhatikan satu kalimat penting ini. Yesaya dibawa untuk melihat Tuhan dan pekerjaan Tuhan bukan kepada manusia pun yang hebat sedemikian rupa dipakai oleh Tuhan. Dalam tahun matinya Raja Uzia, “Oh, Uzia sudah mati, oh, harapanku sudah hilang, oh, kejahatan akan makin memuncak,” tetapi tiba-tiba Tuhan menyatakan diri-Nya. Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang dan ujung jubah-Nya memenuhi bait suci. Satu kalimat ini saja saudara bisa mengerti ada perbandingan yang dinyatakan antara Allah yang kekal dan manusia yang sementara. Allah yang kekal yang hidup yang bertakhta yang duduk di atas takhta yang tidak tergoncang dan manusia yang mati. Tidak ada lagi yang memuji dan Allah yang bertakhta itu nanti dipuji oleh Serafim. Di dalam satu kalimat, satu ayat ini saja saudara bisa mendapatkan perbandingan yang jelas antara Allah dan manusia yang terhebat yang dipakai oleh Allah. Dan Tuhan menghendaki untuk Yesaya melihat Allah bukan melihat orang yang dipakai oleh Allah. Perbandingan antara Allah yang kekal dan manusia yang sementara.

Saudara-saudara, kekekalan itu bukan perpanjangan waktu. Waktu yang panjang ditambah waktu yang panjang, ditambah waktu yang panjang, ditambah waktu yang panjang, sampai tidak terhingga penambahannya tetap bukanlah kekekalan. Sepanjang apapun waktu tetap waktu. Sebaliknya, dari dalam kekekalan Allah mencipta waktu. Kekekalan dan waktu itu memiliki perbedaan kualitatif. Kita selalu berpikir oh, namanya waktu kalau diperpanjang lagi, perpanjang lagi, sepanjang itu adalah kekal, tidak! Itu 2 realm yang berbeda. Realm kekekalan itu adalah bicara mengenai Allah ada di sana. Allah di dalam kekekalan mencipta waktu. Mencipta ruang dan waktu. Saudara-saudara, maka ada perbedaan kualitatif di sana. Allah itu kekal, manusia sehebat apapun, itu sementara. Saudara-saudara, kalimat pertama ini mengajarkan sekali lagi. Sehebat apapun manusia, sebaik apapun dia, seberhasil apapun dia dalam menjalankan pejalanan Tuhan tidak pernah bisa menjadi fokus dari iman kita. Tidak pernah boleh menjadi sandaran hidup kita, manusia itu tetap manusia. Sehebat apapun diurapi oleh Allah, seperti apapun saja, dia akan berakhir. Melalui catatan ini, Yesaya mengajar kepada kita lihatlah Allah, pribadi-Nya dan bagaimana Dia menuntaskan pekerjaan-Nya di bumi ini memakai Uzia atau tidak memakai Uzia. Prinsip ini sama dengan apa yang Tuhan panggil kepada Yosua.

Apakah saudara-saudara masih ingat bagaimana Tuhan memanggil Yosua? Dengarkan kalimat ini, Tuhan memanggil Yosua dengan kalimat seperti ini, “Hamba-Ku Musa telah mati sebab itu bersiaplah sekarang.” Itu panggilan saudara-saudara, “Hamba-Ku Musa sudah mati, sekarang bersiaplah.” Apa artinya? “Yosua, hamba-Ku Musa sudah mati tetapi Aku hidup, Aku berfirman kepadamu Yosua, pergi.” Saudara-saudara, itu panggilan. Saudara-saudara, di pemakaman Westminster Abbey sampai sekarang ini masih ada, di situ ada kakak beradik yang Tuhan pakai luar biasa John Wesley dan Charles Wesley. Di atas nisan John Wesley, saudara akan menemukan tulisan, juga di atas nisan Charles Wesley ada tulisan ini: ‘Tuhan menguburkan pekerja-Nya dan melanjutkan pekerjaan-Nya.’ Tuhan menguburkan pekerja-Nya dan meneruskan pekerjaan-Nya. Saudara-saudara, hal yang pertama sebelum Allah nanti mengutus Yesaya dengan pertanyaan itu, Allah mengajarkan kepada Yesaya, Aku adalah Allah yang tetap kekal untuk selama-lamanya dan manusia yang Aku pilih itu tidak kekal adanya. Dengan kata lain Aku tidak memerlukan manusia sesungguhnya. Aku tidak memerlukan Uzia untuk melakukan seluruh pekerjaan-Ku. Saudara-saudara jangan saudara pikir bahwa siapakah yang mau pergi untuk Aku, siapakah yang aku utus, ini aku utuslah aku, oh Tuhan perlu aku. Sebelum kalimat itu dipertanyakan, ditanya oleh Allah, Allah mengajarkan kepada Yesaya, hamba-Ku mati, Aku tidak. Saudara-saudara, tidak ada satupun dari kita yang bisa seluruh pekerjaan Allah bergantung kepada seseorang. Allah menguburkan pekerja-Nya dan meneruskan pekerjaan-Nya. Allah tidak tergantung kepada satu manusia yang menjadi pekerja-Nya. Ini adalah pelajaran pertama yang Yesaya harus pelajari sebelum dia mendengarkan panggilan Allah ini. Kita akan melanjutkan minggu depan kalau Tuhan pimpin. Dalam pelajaran ke-2 dan ke-3 sifat Allah sebelum Allah menanya kepada Yesaya. Mari kita berdoa.

 
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

30 July 2023
Pertanyaan-pertanyaan Allah Kepada Manusia (4)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Mat 26:30-35; Yoh 21:15-17

Mat 26:30-35; Yoh 21:15-17

Alkitab mencatat banyak kali Allah memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada seseorang. Tetapi di seluruh Alkitab, hanya di tempat ini, Allah memberikan pertanyaan yang sama kepada Petrus sebanyak tiga kali.  Yesus menanyai Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Tiga kali. Saudara-saudara, kita tau bahwa setiap kali Allah itu bertanya, bukan karena dia mencari informasi. Dia adalah Allah yang Maha Tahu, Dia tahu segalanya dan tahu isi hati kita, tetapi mengapa Dia bertanya? Bahkan mengapa sampai bertanya tiga kali? Ada sesuatu yang pasti mau dinyatakan oleh Allah. Allah, Yesus Kristus pasti mau membukakan sesuatu hal yang tersembunyi di dalam diri Petrus dan kita, agar Petrus mengerti apa yang ada di dalam isi hati-Nya. Pemazmur Daud mengatakan, “Selidikilah hatiku, ya Allah, kenallah aku,  ujilah aku, kenallah pikiranku.” Apakah itu artinya Allah tidak tahu? Tidak. Sebaliknya Daud tahu, dialah yang tidak tahu akan dirinya sendiri. Dia berdoa minta belas kasihan Tuhan yang Maha Tahu itu, untuk membukakan apa yang ada pada isi hatinya dan apa yang ada dalam pikirannya bahkan yang tersembunyi sekalipun. Dengan cara yang sama kita sekarang mengerti, Yesus bukannya tidak tahu apa yang terjadi pada diri dan hati Petrus. Yesus bukan tidak tahu apa yang tersembunyi yang ada di dalam sisi gelap Petrus, tetapi Petruslah yang tidak tahu dan Yesus menyatakannya begitu tajam untuk membedah semuanya sampai Petrus dan kita dan gereja-Nya tahu sebenarnya apa yang ada di dalam hati kita.

Pertanyaan ini diulang tiga kali dan ini adalah sesuatu hal yang luar biasa, exceptional. Ini bukan sesuatu yang biasa. Saudara-saudara, di dalam Alkitab saya teringat akan satu kata ini, yang merupakan sifat Allah, yang diulang tiga kali, yaitu Yesaya itu bertemu dengan malaikat Allah. Yesaya melihat Allah, sebenarnya dia bukan melihat Allah, dia melihat ujung jubah Allah menutupi seluruh bait suci dan dia mendengar malaikat itu mengatakan, “Suci, suci, sucilah Tuhan.” Kudus, kudus, kuduslah Tuhan. Saudara-saudara, ini adalah satu sifat Allah yang diulang tiga kali. Allah itu baik adanya, tapi tidak pernah ada baik, baik, baiklah Allah. Allah itu murah hati adanya tapi tidak pernah ada murah hati, murah hati, murah hatilah Allah. Saudara-saudara, seluruh sifat Allah itu begitu banyak tetapi hanya ada satu yang diucapkan tiga kali. Ini bicara berkenaan dengan penyembahan kepada Allah Tritunggal dan bukan itu saja, ini bicara mengenai kesucian yang melampaui segala sesuatu pada kelasnya tersendiri tetapi ini juga menyatakan mengenai sifat paling dasar dari Allah adalah suci adanya. Kalau Dia benar, benar-Nya benar yang suci. Kalau Dia kasih, kasih-Nya adalah kasih yang suci. Kalau Dia ada murah hati, murah hati yang suci. Segala sesuatu sifat Allah akan dikaitkan dengan satu hal ini, yaitu kesucian. Itulah sebabnya hanya ada satu sifat yang diulang tiga kali; suci, suci, sucilah Allah. Saudara-saudara, ini menyatakan bobot Allah yang paling utama, yang paling pusat, titik nuklir dari segala sesuatunya. Maka, ketika kita melihat Yesus bertanya kepada Petrus tiga kali berkenaan dengan apakah engkau mengasihi Aku? Maka saudara akan melihat ini ada sesuatu hal yang merupakan bobot, titik nuklir dari hati Petrus yang Yesus mau nyatakan. Dan itu begitu penting di dalam pelayanan, itu begitu penting di dalam relasi kita dengan Kristus, itu begitu penting di dalam kerajaan Allah. Yesus menanyai Petrus tiga kali, pasti ada sesuatu yang begitu penting, yang menjadi titik berat yang Yesus mau kita mengerti. Apa yang sesungguhnya Yesus mau ungkapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama diulang tiga kali ini kepada gereja-Nya?

Beberapa hal ini, saudara-saudara, hal yang pertama, Yesus mau mengajar Petrus dan kita gereja-Nya untuk saling mengasihi dan bukan saling mengungguli. Sekali lagi, saling mengasihi dan bukan saling mengungguli. Di sini Yesus mengoreksi Petrus yang menganggap diri memiliki sesuatu yang lebih unggul atau lebih baik daripada murid-murid yang lain. Yesus bertanya kepada Petrus, “Simon bin Yunus, apakah engkau mengasihi Aku lebih semua ini?” Para komentator lebih setuju menyatakan ‘lebih daripada semua ini’ adalah ‘lebih daripada mereka semua ini.’ Dengan kata lain, kalimatnya adalah Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada semua rasul-rasul ini? Lebih daripada teman-temanmu? Lebih daripada mereka semua ini? Saudara-saudara, Petrus pasti diingatkan akan kejadian beberapa hari sebelumnya. Pada waktu itu Yesus sedang menuju ke taman Getsemani bersama dengan murid-murid-Nya. Hari itu Dia akan ditangkap, murid-murid-Nya akan tercerai belai dan besoknya akan disalib dan kemudian baru setelah itu tiga hari kemudian Dia bangkit. Pada waktu itu Yesus berkata kepada mereka di dalam Matius 26, “Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu, karena Aku sebab ada tertulis, ‘Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai belai, tetapi setelah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea.’” Dan kemudian tiba-tiba Petrus langsung menjawab dengan spontan, “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, sekali-kali aku tidak!” Biarpun mereka seperti itu, mereka semua terbirit-birit, mereka semua lari, aku tidak akan lari, Tuhan. Saudara-saudara, Petrus memang mengasihi Yesus, Petrus tidak berbohong tentang hal ini. Tetapi dengan mengatakan hal ini, Petrus merendahkan murid-murid yang lain. Petrus menganggap dirinya memiliki elemen-elemen di dalam dirinya yang lebih daripada orang lain. Saudara-saudara perhatikan baik-baik, setiap kali kita memandang diri memiliki sesuatu kelebihan dari orang lain. Kalau saudara dan saya sungguh-sungguh anak Tuhan, saudara akan lihat bahwa Allah akan mendidik kita dan Allah akan menghajar kita, agar kita itu rendah hati. Sekali lagi saudara-saudara, setiap kali kita memandang diri memiliki kelebihan dari orang lain, Allah akan mendidik kita, Allah akan menghajar kita untuk memiliki kerendahan hati. Dan kita tahu semua, kalimat Petrus tidak terjadi, dia sendiri lari terbirit-birit, malah sebaliknya dengan suara keras Petrus menyangkal Yesus tiga kali secara terbuka di depan semua orang banyak. Saudara-saudara apa poinnya? Apa poinnya? Apakah merasa diri unggul dari orang lain itu adalah sesuatu dosa yang besar? Merasa diri lebih daripada orang lain, apakah itu adalah sesuatu hal yang signifikan di hadapan Allah? Apakah membandingkan diri dengan orang lain, apakah itu pasti sesuatu kesalahan, bukankah itu sesuatu kenyataan? Bukankah itu sesuatu kenyataan kalau kita memiliki sesuatu yang lebih baik dari orang lain? Saudara-saudara di sini poinnya, poinnya adalah bukan bersalah kepada orang lainnya saja, saudara-saudara, tentu itu. Tetapi yang lebih utama, lebih fatal adalah kita bersalah kepada Allah. Apanya bersalah kepada Allah? Kita menganggap Allah hanya berkasih karunia kepada kita saja. Saudara-saudara, kita harus menyadari pekerjaan Allah itu sangat besar dan kasih sayang-Nya itu sangat luas, lebih daripada yang kita kira. Sekali lagi saudara-saudara, pekerjaan Allah itu sangat besar dan kasih sayang-Nya itu sangat luas, lebih daripada yang kita kira. Pekerjaan Allah itu bukan hanya kepada diriku saja atau gerejaku saja, tidak! Iya, Dia mengasihi kita. Iya, Dia bekerja di tengah-tengah kita dengan dahsyat tetapi Dia juga bekerja di tengah-tengah hamba-hamba Tuhan yang lain, gereja yang lain dengan dahsyat. Kasih sayang-Nya itu tidak bisa kita lingkup hanya di tengah-tengah kita saja.

Elia, nabi Tuhan yang sangat hebat, dia berhasil memenangkan pertempuran dengan 400 orang, 400 orang nabi Baal. Dan pada waktu itu, agama Baal runtuh hanya dalam beberapa jam saja. Api mujizat didatangkan Elia dari langit untuk membakar korbannya. Dia mempertaruhkan hidupnya, mempertaruhkan segalanya, kalau dia kalah pada waktu itu, dia malu seumur hidup, dan dia memenangkan peperangan. Dia jendralnya Tuhan. Tetapi kemudian Izebel, istri dari Ahab itu menggertak dia, untuk membunuh dia keesokan harinya. Saudara-saudara, ini adalah suatu gertakan yang sebenarnya kalau dipikir baik-baik, lucu. Orang kalau membunuh yah bunuh sekarang, kenapa bunuhnya keesokan harinya? Berarti itu artinya Izebel juga takut. Tetapi kemudian apa yang terjadi? Elia lebih takut dan kemudian dia lari, dia bersembunyi di gunung Horeb. Ktika dia bersembunyi di sana, beberapa saat kemudian Allah menghampiri dia dan Allah bertanya, “Apa kerjamu di sini, hai Elia?” Apa kerjamu di sini? Dan jawab Elia, “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu, membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.” Aku sendiri yang masih hidup. Tuhan, Engkau tidak lihat, aku sendiri yang masih setia, aku! Tuhan tanya kedua kalinya, “Apa kerjamu di sini, hai Elia?” Jawabnya, “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu, membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.” Dua kali Allah bertanya dengan pertanyaan yang sama, dua kali Elia menjawab dengan jawaban yang sama; Aku seorang diri, Tuhan, aku. Dia tidak sombong, dia sungguh-sungguh setia, dia sungguh-sungguh kerja keras bagi Tuhan. Dia tidak sombong. Dia menyatakan hal yang sesungguhnya yang dia ketahui. Tetapi jawaban Tuhan sangat mengejutkan; Elia, Aku meninggalkan tujuh ribu orang Israel, yang ini semua orang yang tidak pernah sujud menyembah baal dan mulutnya tidak pernah mencium dia.  Hah? Hah? aku tidak tahu, Tuhan. Aku tidak tahu. Saudara tahu, tujuh ribu di dalam Perjanjian Lama, Gematria, tujuh adalah angka kesempurnaan dan seribu angka multitude, itu artinya banyak dan sempurna. Jumlah yang banyak sekali, tidak pernah menyembah Baal, tidak pernah mencium dia, orangnya murni di hadapan-Ku, orang yang membela Aku, orang yang setia kepada-Ku, bukan hanya engkau.

Sekali lagi saudara-saudara, saya yakin Elia tidak maksud meninggikan diri dari orang lain. Petrus juga bukan bermaksud untuk sombong. Petrus hanya menyatakan dirinya itu akan setia pada Yesus meskipun mereka tidak. Dan dalam case Elia, Elia tidak tahu akan banyaknya orang Israel yang masih setia, bukan? Elia hanya bermaksud menyatakan apa yang dia tahu dan dia tidak pernah menyangka begitu banyaknya orang yang masih setia pada Yahweh. Tetapi di sini poinnya saudara-saudara, Allah mendidik kita, gereja-Nya, mendidik kita anak-anak-Nya. Jikalau kita adalah anak Tuhan yang sejati, untuk tidak salah mengerti akan pekerjaan Tuhan. Sekali lagi, Allah di dalam Alkitab, bekerja lebih luas daripada yang kita pikir. Kita bersalah dengan memperkecil pekerjaan Tuhan dan mempersempit hati-Nya yang sebenarnya sangat luas dalam pemberian kasih sayang-Nya. Bukankah dosa seperti ini juga sama dengan orang Israel yang adalah orang pilihan. Bangsa Israel menganggap diri lebih tinggi daripada semua bangsa karena bangsa pilihan. Oh, kita tidak pernah menyalahkan orang Israel, kamu bukan bangsa pilihan, mereka bangsa pilihan. Mereka tidak berbohong dengan itu, mereka tepat di dalam itu. Tetapi ketika mereka membandingkan diri bahwa dirinya melebihi daripada orang lain, di situ mereka memperkecil, mempersempit hati Allah yang sebenarnya luas dan kasih sayang-Nya yang ingin dikerjakan bagi seluruh bangsa. Memusatkan mata mereka bahwa mereka adalah orang yang dipilih dan bangsa lain tidak, membuat mereka gagal merespon dengan tepat. Kalau mereka sungguh-sungguh adalah orang pilihan sesungguhnya dan mereka orang pilihan, bukankah seharusnya mereka bertanya; kenapa aku dipilih di tengah-tengah orang yang tidak dipilih? Bukan membandingkan diri lebih baik, aku orang pilihan, tetapi jikalau aku dipilih, aku dipilih untuk apa? Dan jikalau aku dipilih seharusnya mereka bagaimana? Bukankah aku harus membawa mereka ke tahta Allah dengan air mataku, untuk meminta keselamatan bagi bangsa-bangsa lain?

Saudara-saudara, sama seperti kita, kita merasa bahwa Tuhan bekerja di tengah-tengah gereja ini. Dan itu benar, itu tidak salah. Tetapi kemudian kita berpikir, Tuhan hanya bekerja di dalam gerejaku saja secara dahsyat. Kita berpikir hanya kita sajalah yang mengalami kebangunan rohani atau kita berpikir bahwa kita sajalah yang murni di dalam berteologia, berjuang untuk teologia Reformed yang benar ini, hanya kita sajalah yang murni dari seluruh gereja yang lain. Saya tidak mengatakan seluruh gereja itu murni, banyak yang tidak murni. Sebagian besar itu bahkan tidak sesuai dengan Alkitab tetapi di tempat yang lain, pasti, pasti bukan kita saja. Pasti bukan kita saja satu-satunya yang murni sesuai dengan Alkitab. Bukan kita saja yang berjuang untuk Kerajaan Allah, bukan kita saja di mana pekerjaan Allah itu begitu dahsyat, maka biarlah kita tidak merendahkan orang lain. Ya, kita mengerti bahwa Tuhan di tengah-tengah kita. Kita bersyukur akan kehadiran-Nya untuk pekerjaan-Nya dan itu membuat kita dengan tepat berespon, tetapi syukur kita tidak boleh kemudian menghasilkan suatu perbandingan dan menjelekkan orang lain di hadapan Tuhan. Dengan membandingkan dengan orang lain, bukan berespon dengan Allah, maka membuat kita sempit, menyempitkan jangkauan cinta kasih Allah yang bekerja luas kepada orang lain, juga di dunia ini. Kalau saudara mengerti akan apa anugerah yang Tuhan berikan kepada kita, tanpa kita harus menjelekkan orang lain, tanpa membandingkan dengan orang lain yang lebih rendah daripada kita dalam pikiran kita, maka kita akan mempunyai satu kerohanian yang sehat dan kita akan berespon dengan tepat dengan seluruh karunia itu. Tetapi, kalau seluruh karunia atau kehadiran Allah, pilihan Allah yang terjadi kepada kita dan kemudian kita menikmatinya dan kita kemudian lebih menikmatinya karena orang lain tidak mendapatkannya, maka Tuhan akan mendidik kita di dalam kerendahan hati. Dan kita, kalau kita terus bersikeras, saudara dan saya akan seperti orang Israel, bangsa pilihan, mereka tidak bohong sekali lagi, mereka bangsa pilihan dan mereka tidak bisa apa-apa selain dari mengutarakan bahwa mereka bangsa pilihan lebih daripada orang lain, engkau anjing bahkan. Orang Israel melihat orang lain, bangsa kafir itu anjing, tidak lebih dari itu. Sekali lagi, kalau kita mengerti apa yang Tuhan kerjakan, maka kita akan mengerti respon kita tanpa kita membandingkan diri dengan orang lain. 

Perhatikan apa yang ditulis oleh Yohanes, Yesus bertanya, “Simon, bin Yunus, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka semua itu?” Lebih daripada mereka semua itu? Perhatikan, Petrus menjawab, secara jujur, apa yang ada di dalam hatinya, tanpa menganggap lebih baik daripada orang lain, dia mengatakan; Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau. Titik. Tidak ada kalimat ‘lebih daripada mereka semua itu’. Saudara perhatikan, Petrus tidak mengatakan, tidak Tuhan, aku tidak mengasihi Engkau, tidak. Dia mengatakan ‘aku mengasihi Engkau,’ karena memang begitulah Petrus, dia tidak berbohong di dalam poin itu. Dia tahu apa yang dimilikinya, dia tahu apa yang dikerjakan Tuhan di dalam dirinya dan apa yang dia bisa persembahkan bagi Allah, tetapi, tanpa membandingkan diri lebih baik dari orang lain atau merendahkan orang lain.

Hal yang ke-2, Yesus bertanya 3 kali, “Simon, bin Yunus, anak Yohanes apakah engkau mengasihi Aku?” Apa yang Yesus itu mau tuju? Adalah sekali lagi, Yesus mau mengajarkan kerendahan hati dan kebergantungan di hadapan Allah, itu penting sekali untuk tidak masuk ke dalam jerat iblis. Sekali lagi, kerendahan hati dan kebergantungan di hadapan Allah, itu sangat, sangat penting untuk tidak masuk di dalam jerat iblis. Keyakinan terhadap diri sendiri meskipun keyakinan itu didasari oleh sesuatu yang real, tetapi tanpa bergantung kepada Allah, akan menjadi sasaran tembak setan di dalam hidup kita. Matius 26:35 menyatakan kata Petrus kepada Yesus, dan semua murid yang lainnya pun berkata demikian juga. Saudara secara psikologi, kalimat ini adalah kalimat yang menggambarkan kita semua kalau saudara-saudara karena show kita itu gsebenarnya sombong. Saudara-saudara, satu prinsip, kalau saudara melihat sesuatu yang paling tidak saudara sukai yang ada pada orang lain, saudara bisa pastikan, hampir semua itu ada pada diri kita sendiri. Orang sombong itu paling nggak suka ketemu dengan orang sombong. Kalau saudara ketemu sama orang sombong, saudara-saudara bener-bener nggak suka, sombongnya luar biasa, itu adalah karena di saat itu, saudara kalah sombong sama dia. Petrus mengatakan sekalipun aku harus mati bersama-sama dengan Engkau, aku takkan menyangkal engkau dan murid-murid-Nya nggak mau kalah; aku juga, aku juga. Tetapi saudara lihat, pada saat Yesus disalib, kecuali Yohanes, seluruh murid-Nya itu tercerai berai, semuanya. Bahkan ketika Yesus sudah bangkit, mereka semua ketakutan.

Saudara-saudara, sekali lagi, kalimat Petrus ini bukan omong besar. Kalimat murid-murid-Nya juga bukan omong besar. Kalimat mereka juga bukan berbohong. Yesus tidak menjumpai murid-murid dan menjumpai Petrus dan kemudian mengatakan, “Kamu berbohong sama Saya ya, kamu tidak setia ini, kamu bohong nih sama Saya. Kamu ngomongnya cinta sama Saya tapi ternyata tidak.” Yesus tidak mengatakan itu, Yesus tidak sedang menghardik dosa kebohongan di situ, karena Petrus memang tidak bohong. Petrus berkata jujur, tulus, hatinya berkobar-kobar bagi Kristus. Dia rela dan mau berkorban tapi Petrus tidak pernah menduga kuasa kegelapan jauh lebih dahsyat daripada kemampuan dia mengasihi Kristus. Kuasa kegelapan jauh lebih menakutkan daripada apa yang dia pikirkan. Ketika seseorang dengan modal yang sungguh-sungguh ada pada diri sendiri, seperti Petrus bahkan, yang sungguh-sungguh, tidak bohong mengasihi Yesus, tetapi, dia tidak mau rendah hati dan mengandalkan diri sendiri dan tidak mau bergantung kepada Allah, setan akan dengan mudah sekali menjatuhkan kita, orang-orang yang seperti ini. Kuasa kegelapan itu dengan menggunakan konteks kehidupan yang tidak pernah Petrus duga, menyudutkan Petrus di lorong yang gelap, membuatnya sangat takut, menghasilkan kedagingan Petrus menang terhadap kasih kepada Kristus, yang ada di dalam hatinya. Sekali lagi, kedagingan Petrus menjadi menang dibandingkan dengan kasihnya kepada Kristus di dalam hatinya. Setan begitu licik, saudara-saudara. Gereja Tuhan, jika berhadapan dengan setan, tidak ada seorang pun dari kita yang muncul rasa takutnya kecuali kalau kita benar-benar mengandalkan Allah untuk menghadapi kuasa kegelapan, kecuali kalau kita sungguh-sungguh mengandalkan Allah, rendah hati, berhati-hati terhadap perlawanan terhadap kuasa kegelapan. Sekali lagi, Petrus ndak bohong tetapi dia naif. Petrus tidak tahu apa yang dihadapinya. Padahal saat itu, Yesus menuju ke taman Getsemani dengan gemetar. Tuhan kita pun gemetar. Dia berdoa dengan gemetar. Tetapi Petrus tidak, dia pikir dia bisa menguasai keadaan. Dia pikir dengan kemampuan dari kasihnya kepada Kristus, dia bisa memenangkan pertempuran. Sekali lagi, sebaik apapun pemberian Allah, anugerah yang Tuhan berikan kepada kita, sebaik apapun, maka di sini anugerah Allah itu adalah Petrus memiliki hati yang mengasihi Dia. Kalau kita tidak gunakan dengan hati-hati, gentar, takut kepada Tuhan, bergantung kepada Tuhan, kita akan membawa anugerah itu menuju daging kita dan kita akan dikalahkan.

Hal yang ke-3, dan ini menjadi titik berat utama dari seluruh pertanyaan Yesus. Yesus bertanya tiga kali; Petrus anak Yohanes apakah engkau mengasihi Aku? Saudara-saudara, apa artinya? Kenapa Yesus mesti bicara mengenai tiga kali dalam hal ini? Saudara-saudara, pertanyaan Yesus tiga kali ini mengungkapkan apa yang menjadi titik berat hati Kristus ketika Dia melayani, dan titik berat hati Kristus adalah kasih. Yesus sendiri mengatakan kasihi Allahmu dan kasihi sesamamu manusia. Kasih itu menjadi center apa yang ada di dalam isi hati Kristus. Memang kita tidak boleh cepat-cepat mengatakan ‘kasih, kasih’ dan kita tidak boleh assume bahwa kita memiliki ‘kasih.’ Banyak orang Kristen, banyak gereja Tuhan yang menyatakan ‘kasih,’ tetapi sebenarnya kata yang sangat-sangat gampang kita ucapkan dan kita assume kita memilikinya, sebenarnya kita tidak memilikinya. Dan banyak kali gereja dengan kata ‘kasih’ maka kemudian menggabungkan diri dengan segala sesuatu yang tidak suci, yang tidak benar. Bukankah kasih harus ada di dalam kebenaran? Ini adalah suatu prinsip Alkitab. Benar, memang banyak orang Kristen bahkan mungkin pikiran kita pada pagi hari ini pun ketika saya bicara ‘kasih’, kita assume kita mengerti ‘kasih.’ Padahal ‘kasih’ itu sesuatu yang sangat sulit, sangat hampir tidak terdeteksi di dalam Alkitab.

Suatu hari saya pernah mau berusaha untuk mengeksposisi 9 rasa buah Roh. Buah Roh itu satu dan ada sembilan rasa. Satu persatu bisa didefinisikan, satu persatu bisa dibuat contoh. Tetapi begitu saya masuk ke dalam kasih, langsung saya menyadari, seperti cairan itu tidak bisa untuk dipegang, begitu dalam, begitu luas. Kasih itu apa ya? Orang yang mengasihi seperti apa? Orang yang mengasihi tidak boleh bicara sesuatu di belakang orang yang lain. Oh, itu mengasihi. Sampai saya ketemu bagian Yesus berbicara sama murid-murid-Nya di belakang orang Farisi. Oh, tidak boleh membicarakan orang lain. Yesus bahkan bicara sama murid-Nya; kamu lihat orang itu, dengarkan ya ajarannya, tidak papa, jangan contoh hidupnya. Itu kan berarti menjelekkan orang lain. Oh, kasih itu harusnya kita itu tidak boleh marah. Oh, Yesus itu paling sering marah. “Oh celaka engkau, kuburan engkau! Depannya putih dalamnya tulang belulang!” Oh, kasih tidak ada kemarahan? Ada. Kasih tidak boleh menjelekkan orang? Boleh. Terus kemudian apa? Terus kemudian saudara, “Oh, boleh Pak, mulai sekarang menjelekkan orang, itu tetap kasih.” Lha, salah lagi. Jadi kasih itu apa? Sampai saya kemudian menyadari itu sulit sekali untuk dimengerti, dipegang. Kalau saudara mau bicara mengenai kasih 1 Korintus 13: ‘Kasih itu murah hati, tidak cemburu dan semuanya sampai kemudian terakhirnya kasih tidak berkesudahan, oh itu berarti everlasting, terus menerus.’ Saya mulai menyadari, kasih itu adalah Kristus itu sendiri. Kalau saudara mau secara tuntas mau mengatakan kasih, nah itu adalah mengotbahkan Kristus seumur hidup. Semua pengkhotbah tidak mungkin secara tuntas. Saudara-saudara, banyak orang yang salah mengerti arti kasih. Banyak orang berasumsi bahwa aku mengerti kasih padahal dia sebenarnya tidak mengerti kasih. Dan kita orang-orang Reformed sangat-sangat peka ketika kata ini muncul dari orang lain, kasih; Biarlah kita saling mengasihi, maksudmu apa? Kita langsung pasang kuda-kuda, kita langsung sadar, ini orang seperti mau menipu. Tetapi di tempat yang lain, dengan jelas ini adalah titik berat pelayanan. Ini adalah hati yang Yesus sendiri ajarkan. Ini adalah sesuatu yang penting di hadapan Kristus. “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Kasih, 3 kali diucapkan. Sama seperti Suci, 3 kali diucapkan. Dengan jelas dikatakan bahwa jikalau engkau mengasihi satu dengan yang lain, maka dunia itu akan mengerti, dunia akan mengenali engkau adalah murid-Ku. Berarti bahwa Yesus menurunkan satu sifat, satu karakter dari diri-Nya kepada murid-murid-Nya adalah kasih itu sendiri. Saudara-saudara, kasih adalah suatu elemen yang sangat penting.

Jonathan Edwards mengatakan, lihatlah di dalam Alkitab, bagaimana setan itu berespon kepada Yesus? Setan mengatakan Yesus itu Tuhan. Setan itu berlari mendekat kepada Yesus. Setan itu kemudian yang merasuk seseorang itu kemudian berlutut kepada Yesus, dia menyembah Yesus. Setan itu bahkan mengerti isi hati, rencana Allah; Bukankah waktunya belum sampai? Oh, itu untuk menghukum aku. Setan itu melakukan segala sesuatu yang sama seperti kita lakukan saat kita beribadah. Jonathan Edwards kemudian mengatakan; tetapi ada satu elemen yang dia tidak miliki, yaitu kasih. Saudara-saudara, saya berkali-kali bicara, saya ulangi lagi.  Di dalam Alkitab prinsip fear of the Lord, takut akan Allah itu adalah takut yang didorong karena kasih. Bukan takut seperti musuh yang tertawan, bukan takut seperti musuh yang akan dihukum. Hai kamu kerjakan itu! Ya, ya pak saya kerjaan. Bukan seperti musuh yang sedang diinjak lalu kemudian harus menyembah. Ketika bicara fear of the Lord itu adalah takut sebagai seorang anak yang ditebus, yang mendapatkan cinta, yang tadinya anak murka sekarang menjadi anak yang dikasihi, yang tadinya kegelapan sekarang menjadi terang, yang tadinya musuh diangkat menjadi sekutu. Seorang yang mentaati dengan kasih akan bersukacita. Akan ada delight di dalam hatinya.

Saudara-saudara, saya pernah beberapa kali mengungkapkan ini dan saya akan ungkapkan lagi. Ada seorang pemuda suatu malam jam 9 malam, bapaknya batuk-batuk. Terus batuk nggak selesai-selesai, lalu bapaknya pergi ke tempat anak muda ini, ketuk pintu; “Nak, nak,” lalu kemudian anaknya di dalam yang lagi tiduran sambil main HP, “Ada apa Pa?” “Nak, aku batuk, tolong beliin obat batuk.” Lalu anaknya langsung bilang, “Bapak tidak tahu ini sudah jam berapa? Jam 9 apotik sudah tutup semua, besok aja.” “Tapi aku batuk, nggak bisa tidur” “Sudahlah, minum air jeruk nipislah yang ada di rumah, besok aku beliin, nggak usah sekarang.” Nggak beda 15 menit teleponnya berbunyi, pacarnya telepon batuk-batuk di sana,g “Aku bisa minta tolong nggak sama kamu?” Langsung dia bangun, “Minta tolong apa?” “Aku batuk, aku perlu obat batuk” “Oh, aku beli, aku beliin.” “Tapi ini sudah malam” “Ada apotik 24 jam, nggak ada masalah itu.” Lalu dia bergegas pergi. Apa yang membedakan? Yang satu cinta yang satu ndak. Nah itu cintanya kalau belum nikah, kalau sudah nikah, nanti lain lagi ceritanya. Saudara-saudara, itu yang membedakan. Kasih kepada Allah itu dasar fear of the Lord. Dan kenapa bisa kasih kepada Allah? Saudara masih ingat? Adalah karena Kristus tidak mematahkan buluh yang terkulai itu, tidak memadamkan sumbu yang pudar nyalanya itu. Dia melayani Petrus dengan hati-Nya yang mengasihi dia. Dan sebentar lagi Yesus akan pergi ke surga, seluruh pelayanan-Nya, seluruh ajaran-Nya dipertaruhkan kepada Petrus dan seluruh murid-Nya, dipertaruhkan kepada gereja-Nya, seluruhnya! Dengan Roh Kudus yang menyertai.

Saudara, di sini Yesus mau memberikan celik mata kepada seluruh gereja-Nya. Aku akan mempercayakan pelayanan-Ku kepadamu. Kasihi mereka sebagaimana Aku mengasihi engkau. Berkorban kepada mereka sebagaimana Aku berkorban untuk engkau. Pulihkan mereka sebagaimana Aku bekerja memulihkan engkau. Aku meneruskan pelayanan ini. Ini tugas yang engkau akan pegang. Tapi ini hati yang engkau akan punya. Perhatikan baik-baik, Tuhan tidak meminta kita mentaati Dia saja. Tuhan meminta kita mentaati Dia dengan cinta. Tuhan tidak meminta kita berjuang untuk Dia saja. Tuhan meminta kita berjuang dengan cinta. Tuhan tidak minta kita melayani Dia dengan sungguh-sungguh saja, Tuhan minta kita melayani Dia dengan cinta. Jikalau kita hanya berjuang bagi Dia, mempertahankan doktrin, mengenali sesuatu benar dan salah, kita mengalahkan musuh-musuh gereja, sekalipun itu dilakukan dan kita menderita tetapi tanpa cinta, maka kita akan bernasib sama seperti gereja Efesus di kitab Wahyu yang kemudian kaki dian itu dibuang, diambil oleh Allah. Kasihlah yang akan mempertahankan pelayanan Tuhan di dalam gereja kita sampai kita mati. Kasihlah yang dapat membuat kontinuitas dalam pelayanan kita sampai kita tua dan sampai mati. Dengan kata lain, di dalam buah Roh, kasihlah yang membuat kita bertekun, kasihlah yang di dalam sejarah nanti maka setiap gereja-gereja dilihat ketekunannya karena di dalamnya ada kobaran api kasih. “Simon bin Yunus, apakah engkau mengasihi Aku?”

Terakhir, saya teringat akan apa yang dikatakan oleh Hudson Taylor. Hudson Taylor adalah pendiri OMF, badan misi yang ke Cina itu. Suatu hari, dia menuliskan di dalam bukunya: Setiap kali ada orang yang melamar untuk menjadi misionaris OMF, maka akan ada wawancara dan Hudson Taylor yang akan mewawancarai. Dan dia selalu bertanya, setelah bertanya ini itu ini itu, dia akan bertanya pada akhirnya, “Mengapa engkau mau menjadi misionaris? Mengapa engkau mau menghabiskan waktu dan hidupmu itu di ladang misi?” Orang-orang itu menjawab seperti ini, “Karena saya ingin Injil diberitakan, saya ingin Injil sampai kepada bangsa-bangsa, saya ingin supaya jiwa itu dimenangkan, saya ingin akan keselamatan itu hadir di dalam suku itu.” Dan kemudian di dalam bukunya, Hudson Taylor itu mengatakan seluruh jawaban itu baik tetapi kemudian saya akan mengatakan kepada mereka, “Seluruh jawabanmu itu baik tetapi hanya ada satu komponen yang membuat kita bisa sampai akhir.” Apa itu Hudson Taylor? Satu-satunya yang membuat kita bertekun sampai akhir di dalam pelayanan misi di lapangan adalah jikalau kasih Kristus menguasai kami. Tulisan itu adalah tulisan Paulus. 2 Korintus 5:14, ‘Sebab kasih Kristus menguasai kami.’

Kiranya pertanyaan Kristus pada pagi hari ini membuat kita mengerti isi hati kita terdalam, apakah sungguh-sungguh kita mengasihi Kristus? Jikalau belum atau meskipun sudah, biarlah pada saat ini kita meminta Tuhan untuk membentuk kasih-Nya dalam diri kita membuat kita bisa mengenal Dia yang mengasihi kita, sehingga kita boleh berkobar-kobar kasih kepada-Nya untuk kita dapat mentaati dan melayani Dia. Sekali lagi, Kristus tidak meminta Petrus untuk melayani Kristus saja. Kristus meminta Petrus melayani Dia dengan kasih. Demikian juga Dia meminta gereja kita, bukan mentaati dan melayani Dia saja. Tetapi mentaati dan melayani dengan kasih. Gereja Tuhan, apakah engkau mengasihi Kristus? Mari kita berdoa.

GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

23 July 2023
Pertanyaan-pertanyaan Allah Kepada Manusia (3)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Ayub 38:1-3

Ayub 38:1-3

Kitab Ayub adalah kitab yang membahas masalah terdalam pada manusia yaitu penderitaan. Allah itu misteri, manusia juga suatu misteri, dan penderitaan juga suatu misteri. Penderitaan Ayub sangat gelap dan dalam, tidak terduga dan memiliki banyak lekuk-lekuk seperti palung di dasar samudra. Itulah sebabnya penulis kitab Ayub memiliki, memakai fitur puisi dan bukan prosa untuk mengungkapkan emosi yang terdalam dan pengalaman tiap karakter dengan cara yang mendalam dan sangat kuat. Penulis yang menggunakan metafora, menggunakan imaginary dan bahasa yang hidup untuk membantu menyampaikan gejolak emosional yang intense dialami oleh jiwa Ayub. Ayub bergumul dengan misteri penderitaan, sifat Tuhan dan keterbatasan pemahamannya sebagai manusia.

Ketika kita melihat Ayub, apa yang kita pikirkan? Bagi saya, dia adalah seorang yang secara khusus dipakai oleh Allah untuk memuliakan Allah di dalam konteks penderitaan. Ketika kita memikirkan seseorang yang dipakai oleh Allah, apa yang ada di dalam pikiran kita? Oh, seperti Billy Graham, Pdt Stephen Tong, orang-orang yang mengabarkan Injil di masa yang begitu besar, ya mereka adalah orang-orang yang dipakai Allah. Ada orang yang dipakai Allah melalui kepandaiannya, ada orang yang dipakai Allah melalui luasnya pengaruh masa yang dimilikinya, ada pula yang dipakai oleh Allah karena kekuatan belas kasihannya seperti Mother Teresa. Tetapi di sini Ayub dipakai oleh Allah di dalam penderitaannya. Maka seperti orang-orang yang dipakai Allah di dalam kecemerlangannya, dan orang-orang itu tujuannya dipakai oleh Allah cuma satu yaitu Allah dipermuliakan dan kehendak Allah jadi, demikian juga Alkitab mengajar orang yang dipakai oleh Allah di dalam kesakitan dan penderitaan, biarlah juga mengatakan kehendak Allah jadilah dan biarlah memuliakan nama Allah di dalam semua kesakitan dan kegelapan ini.

Hal lain ketika kita melihat kitab Ayub, saudara-saudara akan melihat ada pelajaran-pelajaran rohani yang tidak bisa dipelajari selain dalam konteks penderitaan. Konteks penderitaan di dalam poin tertentu membawa seseorang masuk lebih dalam, lebih real di dalam kerohanian, di dalam berjalan bersama dengan Allah. Ada bentukan-bentukan yang terjadi secara khusus yang tidak dapat dikerjakan atau tidak kita terima di dalam konteks yang lain selain dalam konteks penderitaan. Saudara-saudara, pada pagi hari ini mari kita melihat siapakah Ayub itu. Ayub adalah seorang yang takut akan Allah, hidupnya bersih dan jujur, dia seorang yang luar biasa makmur dan dalam kemakmuran dia tidak melupakan Tuhannya. Ayub adalah seorang pendoa. Seorang pria yang baik hati. Hukum murah hati dan kebaikan ada di bibirnya, seperti Barnabas dalam Perjanjian Baru, dia adalah seorang anak penghiburan, yang kalimatnya sangat menguatkan, bijaksana dan dipilih dengan baik, sehingga dapat memberikan dorongan dan stabilitas pada kehidupan orang lain. Dia adalah family man, seorang yang sangat setia dan sangat memikirkan kesejahteraan rohani anak-anaknya. Ayub bahkan menjadi imam bagi anak-anaknya, terus menerus berdoa syafaat di hadapan Tuhan. Dan kita lihat dengan jelas Tuhan memuji dan meninggikan Ayub bahkan di depan musuh-musuh Allah, yaitu setan. Dia adalah seorang jendral perang Allah di muka bumi ini.

Tetapi tiba-tiba bencana terjadi. Galbraith Todd di dalam Christianity Today di tahun 1956 menggambarkan kejadian bencana Ayub dengan prosa yang tajam seperti ini. Pada pria yang tidak tercela ini, tiba-tiba masalah itu datang dan datang dan makin lama makin besar. Ayub menjadi korban perampokan, penjahat menukik tajam turun dari perbukitan membunuh seluruh pelayannya kecuali satu orang selamat yang membawakan suatu berita yang mengejutkan. Ayub adalah korban dari sifat tanpa belas kasihan. Tidak beberapa lama petir menyambar para gembala dan dombanya di padang. Lalu tiba-tiba sekelompok perampok kedua dari Kasdim menyerbu salah satu peternakannya dan mencuri seluruh ternaknya. Tragedi belum selesai dengannya, dia menjadi korban kekejaman alam, dan orang-orang muda di rumah tangganya sedang mengadakan pesta keluarga. Putera tertuanya menjadi tuan rumah bagi mereka, topan menghantam rumah itu dan ketika malam hari, ketika teror dan badai itu sudah berakhir, tubuh 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan Ayub ditemukan di antara puing-puing. Korban kejahatan kekuatan alam liar ternyata bukanlah akhirnya. Ayub menjadi mangsa penyakit yang keji dan menjijikkan, penyakitnya menular, memalukan dan sangat menyiksa. Di tengah semua penderitaan itu, teman pewaris kasih karunianya yaitu isterinya malah menjatuhkan imannya, “Kutukilah Allahmu.” Isterinya sendiri terbukti tidak membantu sama sekali di dalam penderitaan ini. Ayub yang kaya raya, makmur dan murah hati itu, berakhir di tempat pembuangan sampah. Belum cukup dengan itu, dia menjadi tontonan yang memalukan dan menyedihkan di antara para sahabatnya dan musuhnya sekali pun. Dia menyerupai anjing yang sakit yang dibuang oleh tuannya, yang kemudian merangkak keluar ke suatu tempat yang jauh dari keramaian umum untuk menemukan tempat pelindung yang sunyi untuk cocok bagi kematian. Sama seperti rusa yang terluka, maka akan lari menjauhi kawanannya, dan terhuyung-hyung untuk menemukan tempat tersembunyi yang sunyi untuk bisa mati. Tiga teman Ayub datang ke tempat perlindungan, di tempat pembuangan sampah itu. Pada awalnya mereka mempertahankan sikap diam yang ramah. Salah satu dukungan terkuat ketika suatu duka yang mendalam adalah mungkin pada saat sahabat yang datang menghibur kita, tetapi itu pun tidak membantu. Akhirnya Ayub tergerak untuk berbicara menentang penderitaannya yang menyedihkan ini. Ayub berkali-kali bertanya kepada teman-temannya dengan satu kata, “Mengapa?” Seperti kebanyakan orang lain yang berada dalam penderitaan, “Mengapa kesengsaraan seperti ini timpa dalam hidup saya?”

Saudara-saudara, buku ini adalah buku realita bagaimana anak-anak Allah dealing di dalam penderitaan, dan bagaimana Tuhan menyatakan kasih-Nya di dalam penderitaan meski kasih-Nya itu sangat sulit untuk kita mengerti. Penderitaan adalah buah dari kejatuhan kita dalam dosa. Karena seperti dosa masuk dalam centre hidup manusia demikian juga penderitaan mengikutinya. Di mana-mana dalam dunia ini saudara akan menemukan adanya penderitaan yang dalam. Seorang pengkotbah radio suatu hari menerima telpon yang menyedihkan ini. Orang yang menelpon itu menyatakan demikian, “Saya seorang pria berusia 74 tahun dan saya mendapati diri saya sama sekali tidak dapat menjelaskan situasi saya. Pada tahun 1895, isteri saya yang sakit melancholy, bunuh diri. Pada tahun 1901, putera sulung saya meninggal karena demam. Tahun 1920, puteri sulung saya bunuh diri selama masa depresi mental. Dan pada tahun 1921, putera saya satu-satunya yang tersisa dan dengan kedua anaknya terbakar sampai mati di rumah mereka sendiri. Pertanyaan saya tentang kehidupan dapat diringkas dengan satu kata ini: Mengapa? Mengapa situasi seperti ini terjadi pada saya?”

Di tengah kesedihan dan kegelapan yang dalam, Ayub bertanya kepada Tuhan, apakah dosanya, apakah salahnya? Dia ingin mencari jawaban tentang ‘Mengapa? Mengapa Tuhan aku menderita?’ Adalah suatu kebahagiaan Ayub jikalau dia bisa mendapatkan perkataan Tuhan, “Engkau menderita karena dosamu.” Tetapi Ayub sudah menyelidiki dirinya dan dia menemukan bahwa dirinya itu adalah benar di hadapan Allah. Tidak ada dosa yang sengaja dia buat di hadapan Allah. Maka pertanyaan itu tetap akan ada, “Mengapa Tuhan aku menderita, apa salah saya?” Atau tepatnya dengan satu kalimat yang tajam adalah, “Mengapa Tuhan, orang benar menderita? Mengapa Tuhan, orang benar menderita?” Ayub bertanya terus-menerus. Tidak ada satu jawaban pun. Sampai suatu hari Allah menjawabnya. Ayub 38:2 adalah jawaban Tuhan kepada Ayub. Dan yang mengejutkan dari jawaban Tuhan itu adalah suatu pertanyaan balik kepada Ayub. Ayub bertanya kepada Tuhan, dia mengharapkan jawaban. Dan suatu hari Allah menjawab dia, tetapi secara mengejutkan jawaban-Nya adalah suatu pertanyaan kembali kepada Ayub. Tuhan menjawab seperti ini, “Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan segala perkataan yang tidak berpengetahuan?”

Mari kita lihat beberapa point ini. Pasal 38:1 dinyatakan bahwa dari dalam badai TUHAN menjawab Ayub. Dalam badai bicara mengenai kebesaran. Dalam badai bicara mengenai badai dan sesuatu yang menakutkan. Seorang manusia yang kecil berjumpa dengan badai yang besar itu artinya mematikan, tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan dalam badai yang menakutkan dan mematikan tersebut, TUHAN adalah bicara berkenaan God of Covenant, Tuhan yang berkasih karunia, Tuhan yang setia, di tengah background yang menakutkan itu menjawab kepada Ayub.

Dan saudara perhatikan ayat yang ke-2, “Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan?” Kata ‘menggelapkan’ ini memiliki konotasi yang negatif, menganggap keputusan Tuhan kepada Ayub itu sesuatu yang licik dan jahat adanya. Biarlah kita boleh mengerti ini adalah sesuatu yang penting. Tuhan adalah Tuhan yang suci. Tuhan adalah Tuhan yang murni, yang bersih adanya, terang itu sendiri. Tidak ada sesuatu kejahatan yang disimpan di dalam pikiranNya untuk satu manusia. Tidak ada rancangan yang licik dan jahat dari Tuhan kepada manusia. Sekalipun Allah mematikan orang tersebut, sekalipun orang tersebut tidak bisa melihat rancangan Tuhan yang baik, tetapi di sini dikatakan bahwa Allah itu tidak memiliki sesuatu kelicikan dan kejahatan di dalamnya.

Hal yang ke-3 dalam ayat ke-3, Tuhan menantang Ayub dengan mengatakan, “Bersiaplah engkau sebagai laki-laki!” Saudara-saudara, ini artinya Tuhan mau menghadapi Ayub. Allah menyejajarkan dirinya dengan Ayub. Menurunkan diri-Nya dan menyejajarkan dengan dia untuk menanyai sesuatu. Dan kemudian saudara akan melihat pasal 38:4 sampai 39:40. Allah menyodorkan berbagai macam pertanyaan dan kalau saudara perhatikan, pertanyaan-pertanyaannya itu adalah bicara berkenaan dengan alam semesta ini secara makro maupun secara mikro. Bertubi-tubi pertanyaan diberikan kepada Ayub. Ayat yang ke-4, “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi?” Ayat yang ke-8, “Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim?” Ayat yang ke-12, “Pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang dini hari?” Ayat ke-17, “Apakah pintu gerbang maut tersingkap bagimu?” Ayat ke-31, “Dapatkah engkau memberkas ikatan bintang Kartika?” Pasal yang ke-39:1, “Dapatkah engkau memburu mangsa untuk singa betina?” Ayat yang ke-3, “Siapakah yang menyediakan mangsa bagi burung gagak?” Ayat yang ke-4, “Apakah engkau mengetahui waktunya kambing gunung beranak?” Ayat yang ke-8, “Siapakah yang mengumbar keledai liar?” Saudara lihat bahwa Allah menyodorkan begitu banyak pertanyaan kepada Ayub tentang alam semesta ini, hal-hal yang makro dan mikro dan tidak sekali pun Ayub dapat menjawabnya. Apakah artinya semuanya itu? Allah mau mengajar bahwa Dia Allah TUHAN, God of Covenant. God of Covenant jauh lebih berhikmat daripada Ayub itu sendiri. Allah mau mengajarkan kepada Ayub, Dia lebih setia daripada Ayub, Dia lebih berhikmat daripada Ayub, dan karena Allah tidak pernah bersalah di dalam perlakuan-Nya kepada anak-anakNya yang dikasihi-Nya. Tuhan menegur Ayub, “Engkau tidak tahu segala sesuatunya Ayub. Maka diamlah, terimalah, teduhkan hatimu, jangan meneruskan perkataan-perkataanmu itu.”

Saudara-saudara, Tuhan mendidik kita untuk merendahkan hati kita di semua providensia-Nya meskipun buruk. Tuhan meminta kita menenangkan hati kita di hadapan-Nya meskipun di dalam kesesakan, di dalam penderitaan, di dalam sakit. Di dalam kesesakan yang dalam, diamlah, belajar untuk mempercayai Dia. Karena Dia tidak mungkin berlaku yang salah kepada kita. Diamlah. Percayalah kepada Dia sambil menunggu awan yang gelap itu berlalu, sampai jiwa kita dibebaskan-Nya. Karena sesungguhnya kita tidak mungkin mengerti semua pekerjaan-Nya pada kita dan pekerjaan-Nya terlihat sesuatu yang sangat menyakitkan dan gelap bagi kita, tetapi di balik seluruh yang menyakitkan itu, hikmat dan kasih dan kesetiaan-Nya tetap kepada kita terus-menerus sampai kesudahan zaman. Dia bekerja untuk kebaikan dengan cara kerja yang melampaui akal. C.S.Lewis pernah menyatakan demikian, Allah itu baik tetapi tidak terduga. Saudara betapa terbatasnya kita mengenal Allah. Betapa terbatasnya akal kita dan juga akal Ayub.

Sekali lagi, ini adalah suatu pergumulan yang sangat-sangat unik jawabannya. Mengapa Tuhan? Tetapi Tuhan tidak menjawab. Tuhan tidak menjawab karena ini. Bukankah pertanyaan ‘mengapa’ jawabannya adalah ‘karena’? ‘Mengapa’ Tuhan? Bukankah seharusnya Tuhan mengatakan ‘karena’ begini Ayub? Tetapi pertanyaan Ayub, “Mengapa Tuhan aku menderita?” Dan Tuhan menjawab dengan pertanyaan, “Lihat bintang itu, kamu ada ya pada waktu Aku menciptakannya. Lihat lautan itu, kamu mengerti dasarnya? Bagaimana air lautan itu tidak sampai ke seluruh darat tetapi hanya terbatas sampai titik tertentu saja?” Engkau mengerti bukan Ayub? Engkau pasti mengerti bukan bagaimana kalau satu binatang betina itu beranak kapan terjadinya dan di mana, engkau pasti mengerti bukan? Oh, Ayub tahu ini, bukan? Oh, Ayub engkau tahu itu, bukan? Dan terus-menerus pertanyaan-pertanyaan, bukan tentang manusia, bukan tentang malaikat, bahkan pertanyaan tentang alam dan tidak ada satu pertanyaan pun dari Allah yang kita bisa jawab. Kita tidak bisa mengerti hikmat-Nya. Kita tidak bisa mengerti tuntas rencana-Nya. Maka diamlah. Diamlah. Ayub tidak dijawab. Tetapi Ayub diminta untuk mendekat kepada Allah dan merangkul hikmat-Nya. Disuruh mempercayai Allah. Diminta untuk memegang Allah meski tidak bisa mengerti secara tuntas. Tuhan yang meminta adalah God of covenant.

Di dalam Kristus, Dia menyatakan aku tidak bersalah. Aku tidak pernah memperlakukan engkau Ayub di dalam kesalahan. Aku adalah Allah yang setia, Aku tetap baik dan Aku menyayangi engkau Ayub. Allah tidak menjawab mengapa Ayub menderita karena Allah sendiri tahu jiwa yang hancur menderita tidak memerlukan jawaban dari sebuah bibir. Tetapi God of covenant itu, apa yang dilakukan ketika melihat anak-anaknya menderita? Dia mengutus Yesus Kristus Anaknya yang tunggal itu masuk di dalam penderitaan yang paling dalam daripada seluruh umat manusia melebihi Ayub. Dalam kebenaran itu Sang Suci itu sendiri turun menderita sampai mati di atas kayu salib. Saudara-saudara, perhatikan sekali lagi, penderitaan kita tidak bisa disembuhkan dengan perkataan. Penderitaan hanya akan bisa dihibur, disembuhkan dengan pelukan seseorang yang juga pernah menderita yang mengasihi kita dan itu adalah Allah kita di dalam Yesus Kristus. Alkitab menyatakan Yesus Kristus bukan Allah yang jauh di sana, tetapi Allah yang turun bersama-sama dengan kita masuk di dalam dunia, di dalam penderitaan meski Dia tidak berbuat dosa. Di mana seluruh pendiri agama? Apakah engkau semua pendiri agama dapat menghibur umatmu yang sedang menderita? Hanya di dalam Kristus Yesus, Allah menyatakan diri-Nya, Dia adalah Allah yang mengerti penderitaan kita, dan masuk di dalam penderitaan kita, memegang dan memeluk, dan memegang tangan kita untuk keluar dari penderitaan. Terpujilah Dia. Terpujilah hikmat-Nya. Terpujilah kebaikan-Nya. Terpujilah kasih setia-Nya. Terpujilah Dia yang menyertai kita, God with us. Allah beserta kita di dalam penderitaan. Itulah yang menjadi jawaban Ayub. Kiranya Tuhan boleh memimpin kita di saat-saat kita senang maupun saat-saat kita menderita, penghiburan-Nya karena kehadiran-Nya nyata di dalam hidup kita. Terpujilah Dia. Mari kita berdoa.

 
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

16 July 2023
Pertanyaan–pertanyaan Allah Kepada Manusia (2)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Kejadian 3:8-13

Kejadian 3:8-13

Minggu lalu kita sudah membahas mengenai pertanyaan, “Di manakah engkau?” Pertanyaan ini bukan berarti Allah mau mendapatkan informasi. Allah adalah Allah yang Maha Tahu. Allah tahu segala sesuatu, bahkan yang tersembunyi. Kalau Dia menyatakan pertanyaan, ada sesuatu yang ingin dimaksudkan-Nya untuk kita mengerti. Minggu lalu, kita sudah membahas bahwa pertanyaan ini menyatakan suatu posisi yang sudah berubah pada Adam dan Hawa. Pagi hari ini, kita akan membahas kembali pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Pertanyaan pertama ini bukan saja menyadarkan posisi, tetapi pertanyaan pertama ini suatu dakwaan yang berupa pertanyaan.

Kalau saudara memperhatikan baik-baik ayat 8-13 yang tadi kita baca, Saudara akan menemukan bahwa ayat-ayat ini persis sama dengan proses pengadilan. Allah memberikan pengadilan-Nya di Taman Eden, melalui pertanyaan demi pertanyaan. Kemudian manusia menjawabnya, tetapi dari jawaban manusia, saudara akan mengerti bahwa manusia (kita) ini luar biasa rumit dan berbelat-belit. Menyelidiki jawaban dari Adam dan Hawa, kalau Roh Kudus menyinari hati kita maka saudara dan saya akan setuju bahwa kita sedemikian jahatnya.

Sama seperti halnya proses pengadilan yang sebenarnya, pertanyaan Allah kepada Adam dan Hawa memiliki 4 bagian peradilan yang begitu jelas. Yang pertama adalah dakwaan. Yang ke-2 adalah pemeriksaan. Yang ke-3 adalah tuduhan. Dan yang ke-4 adalah penghukuman. Kita akan masuk satu persatu.

Yang pertama adalah dakwaan, “Di manakah engkau?” Ketika Allah bertanya kepada Adam. Adam harus menjawab. Adam harus maju ke meja pengadilan. Bersembunyi seperti apa pun ketika Allah mengungkapkan Firman-Nya. Firman-Nya tidak pernah akan gagal. Allah dengan Firman-Nya tidak akan pernah kembali dengan sia-sia. Manusia bisa lari. Manusia bisa bersembunyi. Tetapi, manusia tidak bisa mengelak. Dia harus menjawab, meski tidak ingin menjawab. Mereka harus menjawab. Mereka harus keluar dari tempat persembunyiannya. Meskipun manusia tidak ingin keluar dari tempat persembunyiannya. Pada akhirnya harus keluar, tidak mungkin bisa mengelak. Jangankan Adam, Lazarus yang sudah mati, ketika mendengar perkataan Kristus, dia harus keluar dari kubur, demikian juga dengan kita semua. Kita mungkin ingin bersembunyi, kita ingin lari pergi menjauh, kita tidak ingin diadili oleh Allah, tetapi, ketika hari pengadilan tiba, ketika Allah memanggil nama kita satu persatu, panggilan-Nya akan membuat kita datang di hadapan-Nya dan mendengar tuduhan-Nya. Wahyu 20:12-13 menyatakan bahkan “Laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, juga kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya,” untuk menghadapi tahta pengadilan Allah. Ketika Allah memanggil, panggilan-Nya tidak pernah akan gagal. “Adam, di manakah engkau?” Ini adalah panggilan Allah. Panggilan untuk dakwaan.

Hal yang ke-2 adalah proses pemeriksaan. Pada waktu Allah memanggil “Di manakah engkau?” Adam menjawab, “Ketika aku mendengar bahwa Engkau ada di dalam taman ini, aku menjadi takut karena aku telanjang, sebab itu aku bersembunyi.” Sekarang, kita akan melihat pertanyaan ke-2, ke-3, ke-4 dari Allah yang didengar oleh manusia. Tiga pertanyaan ini Allah nyatakan. Ayat yang ke-11: Firman-Nya, “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” Ayat yang ke-13. “Apakah yang telah kauperbuat ini?”

Mengapa Allah menanyakan pertanyaan ini? Bukan untuk mendapatkan informasi yang Allah tidak tahu. Dia adalah Allah yang Maha Tahu. Dia bahkan tahu seluruh hatimu dan hatiku yang tersembunyi sekalipun. Tetapi melalui pertanyaan-pertanyaan ini, Allah sedang menuntun Adam dan Hawa menuju poin pengakuan pribadi bahwa apa yang mereka perbuat itu adalah benar-benar salah. James Boyce menyatakan satu kalimat yang sangat menyentuh hati saya. Melalui seluruh pertanyaan ini, Allah tidak mencari informasi, Allah mencari kerendahan hati. Jawaban dari Adam dan Hawa seharusnya adalah, “Ya, aku salah, Tuhan. Aku sudah memakannya. Itu yang membuat aku menerima seluruh konsekuensi ini. Aku tahu kalau aku telanjang. Aku yang bersalah.” Titik. Tapi inilah kejahatan dosa. Pertanyaan-pertanyaan yang didesain Allah untuk membawa kita ke titik pertobatan, dijawab dengan putaran. Putaran untuk menuduh pihak lain dan memaklumi diri sendiri. Saudara akan melihat bagaimana kekejian dosa. Kita yang berdosa, tetapi kita nanti playing the ‘victim’ (korbannya kita), orang lain yang salah, bukannya membereskan kesalahan yang kita buat dengan pengakuan, tetapi malah ber-acting atau bertingkah laku seakan-akan kita adalah korban. Perhatikan apa yang menjadi jawaban Adam.

Ayat yang ke-12: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Perhatikan jawaban Adam ini. Adam mengakui. Aku makan. Tetapi pengakuan yang diikuti kalimat menyalahkan seseorang. Dia salah karena makan, tetapi ditempatkan di dalam situasi yang bisa dimengerti. Pengakuan Adam diletakkan di dalam sebuah konteks, di mana dia melakukannya karena orang lain, supaya kesalahan Adam ini bisa dimengerti. Dan yang paling salah dari seluruhnya adalah Hawa. Saudara lihatlah kalimat ini. Ini adalah kalimat belat-belit. Hawa juga berlaku yang sama.

Ayat yang ke-13: Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu, “Apakah yang telah kau perbuat ini?” Jawab perempuan itu, “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” Dia mengakui itu. Tetapi pengakuannya diletakkan di dalam sebuah konteks. Inilah pendosa yang celaka. Ini adalah kita. Ini adalah kebohongan yang besar. Kita menggeser. Kita memutar. Mencari siapa yang harus disalahkan? Bukannya mengakui kesalahan diri, bukannya bertanggung jawab dengan tanggung jawab moral yang seharusnya kita terima, tetapi kita menggeser kasus ini dengan titik berat yang lain. Kita membuat tindakan kita di tengah-tengah seluruh situasi yang bisa dimengerti. Lihatlah kelicikan hati kita. Adam dan Hawa adalah orangtua kita. Dia adalah orang pertama yang menurunkan seluruh umat manusia. Di dalam kejatuhan, kita lahir. Kita seakan-akan mengakui faktanya, tetapi menolak kebersalahannya berdasarkan basis circumstances.

Ketika berbicara mengenai kebohongan. Kita bukan saja berbicara berkenaan dengan hitam kemudian jadi merah. Tidak. Ketika kita bicara berkenaan dengan kebohongan, termasuk memberikan satu titik berat yang lain sehingga apa yang menjadi kesalahan kita tidak nampak semestinya. Lihatlah progress yang keji dari dosa. Menyalahkan orang lain, bahkan istri sendiri juga disalahkan. Di dalam kasus Kain dan Habel, adik sendiri pun akan dibunuh. Tetapi ini bukan segala-galanya, ada yang jauh lebih mengerikan daripada ini. Begitu kita masuk di dalam dosa, hal ini tidak bisa tidak akan menuju ke sana. Apa yang lebih mengerikan dari semuanya? Yang paling ujung dipersalahkan adalah Allah.

Saudara perhatikan. Adam menyalahkan Allah. Jawaban Hawa menyalahkan setan. Saya akan jelaskan satu persatu. Adam bukan saja menyalahkan Hawa. Pada ujungnya dia menyalahkan Allah. Lihatlah jawaban Adam. “Perempuan yang Engkau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu, lalu aku makan.” ‘Perempuan, yang Engkau tempatkan di sisiku.’ Di sini sebenarnya Adam bukan saja melemparkan kesalahannya kepada Hawa, tetapi sesungguhnya kepada Allah. Apa yang saudara dan saya bisa lihat dari kalimat ini? “Oh, Tuhan, Engkau harus tahu. Kau yang membuat semua ini rusak. Bukan aku. Iya, aku makan. Karena dia. Tapi Engkau harus tahu, dia ada di sebelahku karena Engkau.” Dosa bukan saja membuat Allah membenci manusia, tetapi sesungguhnya manusia membenci Allah dan menyalahkan Allah. Manusia hostile kepada Allah. Di sini tidak ada kalimat yang berani seperti “Engkau yang bersalah!” Bagaimana mungkin Adam bisa begitu berani, karena Allah begitu agung dan dia begitu kecil di Taman Eden. Sangat mungkin kalimat Adam itu perlahan, lirih, tetapi dengan tusukan yang tajam. Engkau yang menempatkan dia.

Ada sesuatu yang aneh dan jahat lagi di sini. Hawa, bukankah dia pribadi yang ditunggu-tunggu Adam sebelumnya? Adam mencari pendamping bagi dia. Satu persatu binatang datang kepada dia, tetapi tidak ada yang sepandan dengan dia. Dia tertidur, dan Allah mengambil tulang rusuknya, menjadikan Hawa di sampingnya. Adam mengatakan, “Inilah tulang dari tulangku, daging dari dagingku.” Adam sungguh bersukacita. Adam merasa puas, merasa lengkap. Ini berkat besar dari Tuhan. Tetapi sekarang setelah jatuh dalam dosa, seluruhnya terbalik. Perempuan ini yang membuat aku jatuh dalam dosa. Hawa sekarang menjadi kesia-siaan bagi Adam. Hawa adalah penyebab malapetaka yang hadir dalam hidup Adam. Adam sekarang melihat Hawa adalah kutuk baginya, seluruhnya terbalik.

Minggu lalu saya sudah mengatakan kepada saudara-saudara. Dosa adalah pergeseran posisi, sesuatu yang indah kemudian terbalik semuanya. Mari sekarang kita perhatikan jawaban Hawa. Kalau tadi jawaban Adam menyalahkan Allah, jawaban Hawa seakan lebih baik, bukan? Menyalahkan Setan, menyalahkan musuh Allah. Ini adalah sesuatu yang benar, kita mesti melawan setan, tetapi ini sama buruknya, ini tidak lebih rohani. Pertanyaannya adalah kenapa ular bisa ada di situ? Siapa yang memperbolehkan ular ada di taman Eden? Allah. Jadi dengan kata lain, jawaban Hawa adalah: “Ular yang Kau tempatkan, masuk di taman Eden ini yang memperdaya aku, sehingga aku makan.” Perhatikan prinsipnya. Ketika kita berdosa dan kita mempersalahkan apapun saja di luar diri kita, pada akhirnya saudara dan saya tidak bisa untuk menghentikannya, kita mempersalahkan Allah.

Ini adalah satu prinsip yang penting. Ini berlaku di taman Eden, ini berlaku di Sydney, ini berlaku di Biak, ini berlaku di Jakarta, ini berlaku di dalam rumah tangga kita, ini berlaku di dalam gereja kita, ini berlaku di dalam hidup kita, hidup saya dan hidup saudara. Perhatikan prinsip ini, ketika kita bersalah, ketika kita berdosa dan di saat titik itu, kita tidak mengakui bahwa itu adalah dosa kita, kita mempersalahkan segala sesuatu di luar kita. Apakah itu orang ataukah itu keadaan? Pada akhirnya sesungguhnya di hadapan Allah, saudara dan saya menyalahkan Dia. Kita bahkan tidak mungkin bisa mempersalahkan keadaan, karena keadaan bukan sesuatu yang berpribadi. Ini adalah sesuatu yang penting, keadaan kondisi bukan moral agent dan jiwa kita tidak akan pernah puas. Kita akan mengejar seseorang untuk mempersalahkannya. Seseorang yang menentukan atau mengontrol keadaan itu dan itu adalah Allah.

Jadi apa yang menjadi jawaban Adam dan Hawa itu sesungguhnya sama. Adam menyalahkan Hawa, siapa yang menciptakan Hawa dan memberikan Hawa di sebelah Adam? Bukankah itu Allah? Maka Allah yang salah? Hawa menyalahkan ular. Siapa yang mengizinkan ular masuk ke Taman Eden? Bukankah Allah? Pada akhirnya Dia yang harus bertanggung jawab, Allah yang bertanggung jawab, bukan? Tidak ada yang dapat lebih jelas menceritakan horror-nya, menakutkannya dosa lebih dari kisah ini. Seseorang yang jelas-jelas bersalah, Adam dan Hawa, malah menuduh Allah yang kudus, yang benar, yang berhikmat, yang baik adalah sebagai pribadi yang paling bersalah di muka bumi ini.

Lihatlah dosa, orang yang berdosa tidak ingin disebut sebagai pendosa. Pendosa juga tidak ingin dihukum dosanya. Sebaliknya dia ingin dimaklumi dan malah disebut kebenaran. Sebisa mungkin, sebanyak mungkin menyeret pribadi yang lain termasuk Allah untuk disebut sebagai pendosa. Lihatlah betapa mengerikannya dosa. Sebelum hukuman dosa sempat dijatuhkan oleh Allah, maka Adam dan Hawa harus menyalahkan Allah terlebih dahulu.

Hal yang ke-3 adalah tuduhan dan pembuktian. Lihatlah bagaimana Allah memberikan tuduhan dan dengan hikmat dan kekuatan-Nya, bukan dengan kalimat Allah memberikan argumentasi pembuktian. Allah kita adalah Allah yang besar. Allah kita tidak mungkin ditolak oleh manusia. Allah tidak mau berargumentasi di dalam hal ini, tawar menawar, atau berdebat dengan manusia. Pembuktian bahwa Adam dan Hawa memakan buah itu adalah dari mulut Adam dan Hawa sendiri. Hawa dan Adam tertuduh dengan dirinya sendiri. Hati nuraninya bersuara membuat mulutnya harus terbuka. Ini adalah sesuatu yang prinsip, yang penting. Allah tidak beragumentasi. Allah tidak tawar menawar. Allah tidak mengatakan; “Kamu sudah makan ya?” “Oh tidak-tidak, aku tidak makan.” Allah memiliki tentara-Nya yang tidak terlihat untuk membuat Adam dan Hawa terbukti. Hati nurani dan providensia Allah membuat Adam dan Hawa harus berbicara apa sesungguhnya yang dilakukan. Mereka adalah kesaksian-kesaksian yang setia. Oh, ini adalah bagian yang ke-3, pembuktian.

Sekarang kita masuk ke bagian yang ke-4. Bagian yang ke-4 sebenarnya adalah bagian dari ayat yang ke-14 dan seterusnya. Kita bisa melihat bagaimana Allah menjatuhkan hukuman kepada Adam, kepada ular dan kepada Hawa tetapi saya tidak masuk lebih dalam lagi karena kita sedang berbicara mengenai pertanyaan-pertanyaan Allah kepada manusia. Tetapi ada sesuatu yang unik yang saya mau tegaskan di sini ketika pernyataan penghukuman mau dijalankan. Sesuatu pernyataan penghukuman, maka ada kasih karunia dari Allah yang mengintervensi di dalamnya. Ini mungkin sesuatu yang lepas dari pengamatan kita. Allah, ketika Dia mulai poin yang ke-4, maka yang pertama berbicara mengenai dakwaan, yang ke-2 adalah pemeriksaan, dan ke-3 adalah pembuktian, maka yang ke-4 adalah bicara mengenai penghukuman. Tetapi ada sesuatu yang unik, ada intervensi kasih karunia Allah. Apa yang saya maksudkan? Benar ada penghakiman. Wanita diberi rasa sakit saat melahirkan. Laki-laki itu, Adam, akan sulit mencari nafkah melalui keringatnya, tetapi perhatikan, kematian fisik ditunda dan bukan itu saja, sebelum penghakiman yang lebih terbatas ini diucapkan, Allah mengucapkan janji seorang penyelamat. Ayat 15 dikatakan: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya, keturunannya akan meremukkan kepalamu dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

Saudara-saudara dapat melihat di sini, bahwa melalui tanya jawab ini, saudara dan saya bisa menemukan kesalahan Adam dan Hawa, tetapi Tuhan tidak pernah benar-benar menyatakan: “Engkau salah!” Di taman Eden. Sama seperti kalau saudara-saudara masuk ke dalam proses pengadilan, maka hakim itu belum mengetukkan palu. Kalau hakim mengetukkan palu, maka tidak ada lagi yang bisa untuk merubah keadaan. Begitu hakim mengetukkan palu, seandainya Allah mengetukkan palu dan menyatakan ke-2 orang ini bersalah di Taman Eden pada saat itu, maka penghukuman yang penuh pasti akan mengikutinya. Adam dan Hawa akan segera mendapatkan pengusiran dari Tuhan bukan ke luar Taman Eden, tetapi ke dalam neraka, siksaan yang tidak ada habisnya. Inilah kesabaran Tuhan. Ini adalah kebaikan Tuhan kita. Allah yang suci adalah Allah yang berkasih karunia kepada saudara dan saya. Kesalahan Adam dan Hawa begitu nyata, kesalahan kita begitu jelas. Bukankah hakim yang adil dan suci seharusnya menyatakan: “Kamu bersalah!” dan detik itu juga kedua orangtua kita ini harus masuk ke neraka, tetapi Allah menunda keputusan ini. Dia tidak menyatakan dengan mulut-Nya dan Dia mengucapkan satu kalimat, “Akan ada seorang Penebus yang menyelamatkan, yang menghancurkan perbuatan setan ini.” Dia tidak mengucapkan kepada Adam dan Hawa bahwa mereka bersalah, tetapi ribuan tahun setelah itu, Dia mengucapkannya, kepada Anak-Nya yang tunggal di atas kayu salib. Itulah sebabnya murka sejadi-jadinya diberikan. Itulah sebabnya dikatakan Yesus turun ke neraka menggantikan seluruh umat manusia, saudara dan saya yang sudah berdosa.

Perhatikan baik-baik, jika saudara tidak berada di dalam Kristus Yesus, keputusan Allah yang masih ditundanya ini suatu hari akan diucapkannya di hadapan saudara dan saudara pasti akan dimasukkan di dalam penghukuman yang kekal dan tidak ada penundaan lagi. Saudara melihat sekarang di dalam kitab Kejadian ini. Betapa jahatnya kita. Betapa jahatnya saudara dan saya. Betapa jahatnya manusia. Betapa sucinya Allah dan betapa besar kasih karunianya kepada kita pendosa. Suatu hari saudara dan saya akan dipanggil satu persatu. Kita akan keluar dari tempat persembunyian itu. Apakah engkau ada di dalam Kristus atau tidak? Jikalau tidak, penghakimannya tidak akan tertunda lagi. Bertobatlah! Bertobatlah! Karena Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah! Karena Kerajaan Allah dan penghakiman-Nya akan djatuhkan bagi umat manusia. Satu-satunya Juru Selamat, yang menyelamatkan kita dari seluruh hukuman dari dosa kita adalah Yesus Kristus, Dia mati menggantikan saudara dan saya. Tidak perlu lagi engkau bersembunyi, tidak perlu lagi berbelat-belit. Katakan dosamu. Nyatakan apa yang menjadi kesalahan kita. Jangan menyalahkan orang lain. Jangan menyalahkan keadaan. Jangan menyalahkan setan atau menyalahkan Allah: “Saya yang berdosa.” “Engkau yang berdosa.” “Kasihilah aku, ya Tuhan.” “Berikan Juruselamat itu.” Yesus Kristus sudah mati bagi saudara dan saya. Dia yang menerima seluruh hukuman yang seharusnya saudara dan saya terima. Maukah engkau pada pagi hari ini tidak berbelat belit lagi dan minta pengampunan Tuhan, bertobat dan dalam masa anugerah ini kita boleh lari dari hukuman Allah karena kita di dalam Kristus, maukah engkau? Engkau bukan menjawab saya, engkau menjawab Tuhan yang menggerakkan saya menyatakan khotbah pada hari ini. Mari kita berdoa.

GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more

9 July 2023
Pertanyaan-pertanyaan Allah Kepada Manusia (1)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Kejadian 3:8-13

Kejadian 3:8-13

Kejadian pasal 3:8 menuliskan pertanyaan Allah yang pertama kali didengar oleh telinga manusia. Adam dan Hawa menjadi wakil kita semua. Pada saat itu Adam dan Hawa sudah memakan buah yang dilarang Tuhan untuk dimakan. Setan sudah menjebak mereka. Mereka mengikuti suara setan daripada taat kepada Allah. Di dalam teologia, kita tahu itu artinya mereka dan kita semua, sudah masuk di dalam dosa. Maka, setelah itu terjadi, mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah, pada waktu hari sejuk dan ketika mereka hanya mendengar bunyi langkah Tuhan Allah, mereka langsung bersembunyi. Tuhan datang kepada mereka bukan dengan pedang. Tuhan datang kepada mereka pagi itu bukan dengan kekuatan perang. Kalimat ‘Tuhan datang berjalan pada hari sejuk’ menyatakan ketenangan, ada kedamaian, ada keindahan, tidak ada permusuhan atau hostility. Tuhan datang bukan pada hari panas, bukan dengan kegelisahan atau kegusaran, tetapi langkah yang sangat indah pada hari sejuk. Namun, begitu dosa masuk di dalam diri kita, manusia, sesungguhnya ada suatu perubahan yang besar dan dalam di dalam hati kita. Adam dan Hawa bersembunyi karena takut. Perhatikan satu prinsip penting ini: begitu dosa masuk di dalam diri manusia, kehadiran Allah yang paling damai sekalipun menjadi suatu ancaman yang mengerikan. Takut. Kenapa takut, Adam? Karena Adam menyadari secara eksistensial bahwa Allah adalah ancaman hidupnya. Ini adalah sesuatu yang sangat-sangat aneh, terjadi suatu perubahan yang paling mendasar dalam hidup manusia. Manusia yang tadinya diciptakan untuk bersekutu dengan Allah di dalam sukacita bersama dengan Allah, dalam persekutuan, sekarang menjadi takut. 

Di hadapan Adam, Allah merupakan ancaman yang mengerikan. Padahal di dalam Mazmur pasal 16:11 dikatakan di situ, “Di hadapan Allah ada sukacita yang berlimpah-limpah dan di tangan kanan Allah ada nikmat senantiasa.” Mari kita camkan sekali lagi. Ini adalah Firman yang menyatakan sesuatu yang kita tidak bisa lihat. Ketika Allah ada, ketika Allah hadir, apa yang sebenarnya ada di sekitar-Nya? Mazmur 16 menyatakan itu, “Di hadapan Allah ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan Allah ada nikmat senantiasa.” Bukankah itu yang kita cari? Bukankah itu yang kita harapkan? Kita mengharapkan sukacita, kita mengharapkan nikmat dan bukan cuma sekali tetapi selama-lamanya. Allah sanggup memberikan itu karena memang ketika pribadi Allah ada maka sekitarnya akan berubah. By default, ketika Allah ada maka ada sukacita. Ketika Allah ada, ada nikmat senantiasa. Sekarang pribadi Allah mendekati kita, mendekati Adam dan Hawa. Tetapi kenapa prinsip sukacita, damai sejahtera dan nikmat itu kemudian hilang dan menjadi ketakutan? Ini adalah realita dosa. Siapa yang berubah? Manusia. Manusia yang berubah, ada dosa di dalamnya maka kehadiran Allah bukan lagi suatu damai. Kehadiran Allah adalah suatu ancaman. Musuh mendekat; yang paling menakutkan, hadir. Di sini sebenarnya kita sudah berada di dalam dosa, secara reformed theology kita sering sekali mengatakan bahwa Allah membenci dosa. Allah membenci manusia berdosa dan itu benar, tetapi di tempat yang lain, kita harus sadar bahwa sebenarnya manusia juga membenci Allah dan ingin menghindar dari Allah. Dan di sini yang akan kita fokuskan.

Ketika manusia bersembunyi dan Allah mendekat, Allah mengucapkan satu pertanyaan kepada Adam dan Hawa dan sekali lagi ini adalah pertanyaan yang keluar dari mulut Allah yang pertama kali didengar oleh manusia. Pertanyaannya adalah “Di manakah engkau?” Ini bukan berarti Allah tidak tahu. Dia Maha Tahu. Biarlah kita boleh menyadari setiap pertanyaan Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab bukanlah karena Allah tidak tahu atau Allah meminta informasi tetapi ada sesuatu yang mau Dia ungkapkan. Di manakah engkau Adam dan Hawa? Ini adalah bicara berkenaan dengan posisi. Ada satu prinsip yang luar biasa penting di sini. Sesungguhnya dosa adalah perpindahan posisi. Bagi orang-orang yang tidak mengerti Firman, ketika bicara mengenai dosa, kita selalu memikirkan adalah perbuatan. Dosa. Apa contoh dosa? Mencuri, membunuh, berzinah, bersaksi dusta itu seluruhnya perbuatan dosa. Alkitab tidak mengatakan itu adalah dosa. Itu adalah perbuatan dosa. Ketika Alkitab mengatakan dosa, itu bukan bicara mengenai perbuatan dosa. Ketika bicara mengenai dosa, itu adalah state of heart. Keadaan, kondisi hati kita. Dan di sini dosa adalah kondisi hati kita berubah posisinya. Jadi, kalaupun kita belum melakukan perzinahan secara terbuka atau kita belum melakukan kebohongan secara terbuka, jikalau hati kita sendiri sudah berpindah posisi, maka di situ kita sudah berdosa, di hadapan Allah. Kitab Yakobus menyatakan hati yang seperti itu kemudian dibuai satu langkah lagi maka menjadi perbuatan dosa yang kelihatan di luar. Dosa, bukan perbuatan dosa. Dosa, akar dari perbuatan dosa, karena hati kita sudah berdosa maka perbuatan kita berdosa. Ketika hati kita sudah di dalam state of heart yang berdosa maka kita dengan tangan kita, kita berdosa, dengan pikiran kita, kita berdosa, dengan mata kita, kita berdosa, dengan langkah kita, kita berdosa, karena di dalam hati kita sudah berdosa. Itulah sebabnya Alkitab dengan jelas menyatakan darah Kristus menyucikan hati. Darah Kristus pertama kali tidak dealing dengan action; dengan tindakan ke luar kita. Tetapi membereskan hati kita di dalam; mengkuduskannya. Kalau hati adalah milik Allah, kalau hati adalah suci adanya maka yang dilakukan dengan tangan, yang dilakukan dengan mata, yang dilakukan dengan kaki kita seluruhnya menjadi perbuatan-perbuatan kebenaran.

“Adam, di manakah engkau?” Tuhan menyatakan bahwa Adam sudah berpindah posisi. Sekali lagi ini adalah sesuatu yang unik tetapi begitu signifikan dan begitu dalam. Ini yang membedakan antara Kekristenan dengan seluruh agama lain dan konsep dosa yang ada di dalam setiap kebudayaan. Tuhan tidak tanya: “Adam, apa yang sudah engkau perbuat?” Tuhan pertama tidak tanya tindakan dosa. Yang pertama kali Tuhan tanya adalah hatimu dan hatiku. Adam, di manakah engkau? Mereka sudah berpindah posisi. Maka pertanyaanya adalah where bukan what.

Saya sudah berkali-kali menyatakan berpindah posisi. Dosa itu berpindah posisi. Apa maksudnya berpindah posisi? Allah menciptakan manusia dan ciptaan ini diletakkan di dalam posisi yang unik. Karena manusia diciptakan selalu diletakkan di dalam posisi “antara”. In between, selalu di antara. Manusia diciptakan, ditempatkan di antara Allah dan alam. Manusia diciptakan, diletakkan di antara Allah dan setan. Manusia ditempatkan di antara Allah dan alam. Allah menciptakan manusia, Allah ada di atas manusia dan alam ada di bawah manusia. Kehendak Allah adalah manusia menggunakan alam untuk menyembah Allah. Manusia juga diletakkan antara Allah dan setan. Dari awalnya manusia dicipta untuk bersekutu dengan Allah dan melawan setan. Ini adalah sesuatu yang penting dan kalau saudara-saudara mendengarkan khotbah Pdt. Stephen Tong, ini pernah berkali-kali diucapkan di dalam khotbahnya, khususnya di dalam SPIK karena mengerti posisi adalah salah satu hal yang paling penting untuk mengerti identitas diri. Orang yang tidak mau mengakui siapa di atas dan siapa di bawah, siapa di kanan dan siapa di kiri, sesungguhnya orang itu tidak mengerti dia itu siapa. Itulah sebabnya di dalam pelayanan di tempat ini, kami sangat menekankan harus mengerti ordo dan menghormatinya. Bukan berarti saudara menjadi pengikut yang buta yang mau terima apapun saja, tidak. Tetapi menghormati ordo adalah salah satu kunci kesuksesan hidup. Yang di atas mengasihi yang di bawah, yang di bawah menghormati yang di atas, itu adalah sesuatu yang mutlak, harus. Suami mengasihi istri, istri hormat kepada suami, orang tua mengasihi anak, anak hormat kepada orang tua. Seluruhnya adalah syarat dari kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia. Gembala mendoakan domba dan domba mau untuk respect kepada gembala dan menaatinya, itu adalah prinsip Alkitab. Sekali lagi Allah, manusia dan alam. Manusia diminta untuk mengusahakan alam dan melalui mengusahakan alam untuk menyembah Allah. Allah, manusia dan setan. Allah menghendaki manusia taat kepada Allah dan melawan setan, tetapi dosa membuat keterbalikkan semua ini. Posisi kita sekarang berubah, apa yang terjadi? yaitu manusia menggunakan Allah untuk mendapatkan alam dan manusia melawan Allah dan bersekutu, taat kepada setan.

Manusia menggunakan Allah untuk mendapatkan alam. Ini contoh yang paling sering terjadi di depan mata kita. Di dalam kekristenan salah satu contoh yang paling mencolok di dalam hal ini adalah gereja-gereja yang menggunakan teologia sukses. Ini adalah tindakan yang jelas bagi manusia mengobarkan dosa di dalam hatinya menggunakan Allah untuk mendapatkan alam, menggunakan Allah untuk mendapatkan keuntungan, menggunakan nama Allah untuk mendapatkan keberhasilan. Melakukan claim-claim terhadap janji-janji Allah bukan karena mempercayai dan menyerahkan hidupnya tetapi untuk mendapatkan keuntungan pada akhirnya. Menggunakan Alkitab untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya dan pemenuhan seluruh yang diinginkannya. Ini tidak boleh terjadi, let God be God, let man be man. Ini adalah satu prinsip reformed yang penting sekali. Keselamatan di dalam Kristus mengembalikan posisi kita dan menyadarkan posisi kita sehingga kita mengerti tanggung jawab dan dari situ kita mengerti identitas. Dosa sekali lagi adalah pergeseran posisi. Dosa adalah perubahan arah hati. Setiap kali hati kita bergeser sedikit saja, satu derajat saja. Satu derajat saja bergeser bukan untuk Allah sepenuhnya, itu adalah dosa. Kalau saudara-saudara menggambar satu garis yang lurus dari kiri ke kanan, dan garis itu adalah garis hitam. Lalu saudara ambil spidol merah, saudara letakkan spidol itu tepat di garis yang hitam. Kemudian saudara mulai menggaris dengan garis yang sama dengan yang hitam; di atas garis hitam. Tetapi tanpa sengaja saudara bergeser sedikit saja, satu derajat saja, begitu ditarik garis lurus saudara akan tahu ujungnya makin lama makin ada gap dengan garis yang hitam. Dosa adalah pergeseran yang sangat sedikit bahkan di dalam hati kita. Satu derajat saja bukan untuk Allah itu adalah dosa. Paulus di dalam Alkitab menyatakan satu target yang harus dimiliki oleh setiap kita. Dia mengatakan demikian, “Apapun saja yang kamu perbuat termasuk makan dan minum lakukan semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” Apa saja, termasuk makan dan minum, hal sehari-hari, hal yang saudara dan saya lakukan secara tidak sadar. Apapun saja yang saudara makan, minum, kita harus memusatkan itu semua untuk kemuliaan Allah. Jikalau tidak, maka di saat itu kita berdosa. Sekarang, apakah kita menyadari bahwa dari saudara masuk, sampai duduk pun atau nanti ke luar atau setiap detik, kita jatuh di dalam dosa. Setiap kali kita melakukan sesuatu tanpa kesadaran untuk kemuliaan Allah itu dosa.

Sekarang, jangan lagi menjadi orang reformed dan kita mengatakan, “Oh, saya rasa sudah berdosa itu 3 bulan yang lalu, soalnya saya berbohong.” Tadi pagi mungkin sekali kita berdosa, setengah jam yang lalu mungkin kita sedang berdosa dan ketika kita menyanyi tadi di dalam gereja ini tetapi pikiran dan hati kita tidak dipusatkan. “Aku menyanyi untuk kemuliaan-Mu, Ya Tuhan.” Itu pun suatu dosa. Dosa adalah pergeseran posisi. Kalau kita mengerti prinsip ini, maka kita sekarang bisa mengira apa yang terjadi di dalam dunia malaikat. Kita sering sekali bertanya dari mana dosa? Bukankah pada waktu pertama hanya ada Allah Tritunggal dan para malaikat dan para mahkluk surgawi, tidak ada dosa, tidak ada setan? Setan adalah malaikat yang jatuh di dalam dosa. Ketika kita tanya dari mana manusia berdosa? Kita tahu “Oh, itu dari setan.” Sebenarnya bukan dari setan, setan tidak pernah men-transfer dosanya kepada kita. Dosa adalah masalah pribadi kita dengan Allah. Adam dan Hawa-lah yang berdosa. Setan melalui ular hanya sebagai satu pribadi yang membujuk kita untuk berdosa. Tetapi setan tidak men-transfer dosanya kepada kita. Itulah sebabnya kita manusia yang dihukum.

Dari mana pertama kali malaikat bisa berdosa dan menjadi setan? Bukankah di dalam realm surgawi semuanya suci, semuanya murni, semuanya indah? Pada waktu itu seluruh malaikat menyembah Allah, kenapa bisa ada dosa yang masuk? Apakah ada yang membujuk? Apakah ada yang jahat sebelumnya, yang kemudian membujuk malaikat tersebut? Tidak ada dan tidak perlu ada. Sekali lagi, karena dosa adalah pergeseran posisi di dalam hati. Malaikat yang diciptakan Allah yang seharusnya memusatkan seluruh tindakannya untuk kemuliaan Allah, seluruh arah adalah untuk kemuliaan Allah. Hanya ada satu arah, itu yang menjadi tujuan hidupnya. Tetapi kemudian arah itu bergeser, sedikit saja dan membengkok untuk kemuliaan diri, di situlah dosa. Kebebasan yang dikaruniakan Allah kepada pribadi malaikat, di situ potensi kita untuk berbuat dosa. Ketika kita ataupun malaikat yang diciptakan untuk menyembah Allah tetapi posisi hati kita bergeser, di situ titik kita berdosa.

Kembali di sini, pagi ini kita merenungkan pertanyaan-pertanyaan Allah. Allah adalah Allah yang berfirman. Tetapi pada seri ini kita memikirkan Firman-Nya itu adalah sebuah pertanyaan. Di manakah engkau? Pertanyaan ini bukan karena Allah tidak tahu jawabannya atau membutuhkan informasi tambahan untuk diri-Nya. Tetapi pertanyaan ini dilemparkan supaya manusia tahu sesungguhnya mereka berada di mana. Apakah mereka memihak setan atau mereka hidup untuk kemuliaan Allah? Apakah mereka menggunakan alam untuk menyembah Allah atau mereka memperalat Allah untuk mendapatkan kebutuhannya? Saya mau menutup khotbah pagi ini dengan satu pertanyaan ini untuk kita terus renungkan. Di manakah engkau? Setiap kali kita mengambil keputusan, setiap kali kita bertindak, setiap kali kita melakukan apapun, mulai dari hari ini usahakan terus tanya kepada hati kita di manakah engkau? Di manakah engkau? Ini menyadarkan kita, membuat kita sadar hidup ini adalah hidup yang harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Ketika saudara sedang melakukan sesuatu, tanya di manakah engkau? Apakah aku melakukan ini untuk Allah, untuk kemulian-Nya atau sesungguhnya aku mentaati setan? Di manakah engkau? Biarlah apa yang Paulus nyatakan kepada kita terus kita ingat. Apapun yang kita kerjakan baik makan dan minum biarlah untuk kemuliaan Allah. Di manakah engkau? Mari kita berdoa.

GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more