Mazmur 141 (2)

17 February 2019
Mazmur 141 (2)
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Mazmur 141:1-5

Mazmur 141:1-5

Mazmur ini ditulis ketika Daud berada di dalam pengejaran Saul, dia berada di dalam pencobaan, penderitaan, dan aniaya. Di dalam ayat 1 dan 2, Daud langsung berteriak kepada Kristus Yesus, “Ya Tuhan, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku. Berilah telinga kepada suaraku waktu aku berseru kepada-Mu.” Ini adalah permohonan untuk mengalami Allah di dalam Kristus Yesus. Daud berteriak kepada Allah untuk mendekat kepada dia. Bukankah Allah itu omnipresence? Bukankah Allah itu datang di manapun saja? Tetapi kenapa Daud mengatakan: “Tuhan datanglah kepadaku?” Daud menginginkan sesuatu pengalaman yang real, yang dia bisa rasakan, dialami bersama dengan Allah. Kita tahu bahwa Allah itu Maha hadir, tetapi siapa pada pagi hari ini yang bisa mengenal, bisa mengalami bahwa Allah hadir di depan saudara? Allah itu berkuasa bukan? Tetapi siapa yang mengalami penguasaan Allah di dalam hidup kita? Ini adalah sesuatu perbedaan yang besar antara teologia yang benar dengan pengalaman. Kita harus memiliki teologia yang benar. Jikalau teologia kita sudah salah, tidak ada gunanya kita beribadah. Teologia yang benar itu penting sekali, tetapi itu bukan satu-satunya. Teologia yang benar mengajar kita untuk mengerti apa yang seharusnya kita minta. Ketika Daud menyatakan hal ini, dia memiliki teologia yang benar, dia tahu Allah ada di mana-mana. Tetapi apakah dia memiliki pengalaman Allah yang beserta dengan dia atau tidak? Kalau bertemu dengan orang Kristen lain, bahkan yang satu gereja, rekan seiman dan rekan pelayanan kita, kita tahu bahwa dia memiliki pemahaman teologia yang sama dengan kita, tetapi mungkin tidak memiliki pengalaman yang sama. Orang yang sungguh-sungguh mengalami Allah, akan takut pada Tuhan. Seseorang yang sungguh-sungguh mengalami Tuhan, akan hormat pada Tuhan. Dalam kebaktian sore hari, saya mengeksposisi berkenaan dengan 2 Timotius. Ketika saya mengeksposisi itu, hati saya berkobar-kobar sekali. Paulus mengatakan biarlah engkau, Timotius, turut menderita seperti aku. Engkau harus menderita seperti seorang prajurit, seorang olahragawan dan seperti seorang petani. Ketika Alkitab mengatakan hal-hal seperti itu, saya yakin banyak orang yang terbeban secara negatif. Seakan-akan hidup Kristen itu susah, masih kurang cukup, mesti lebih melayani lagi, lebih korban lagi, lebih lagi memberikan bagi Tuhan. Saudara merasakan bahwa Tuhan itu menuntut luar biasa banyak. Kenapa seperti itu? Karena saudara mengerti konsep anugerah tetapi tidak mengalami anugerah. Saudara mengerti Allah itu memberikan anugerah, tetapi tidak mengalami Allah yang beranugerah. Kita bisa mengerti bahwa Allah itu Maha ada, tetapi kita tidak mengalami bahwa Allah hadir di sini. Orang yang mengalami (experience) anugerah Allah, bukan cuma tahu saja. Maka Paulus mengatakan: By the grace of God, I am what I am. Aku adalah aku sebagaimana anugerah Allah. (I AM who I AM itu hanya boleh Tuhan saja yang bicara. Siapa namamu, Tuhan? I AM who I AM, tetapi I am what I am by the grace of God itu adalah Paulus mengatakan). Dan Paulus mengatakan aku ini sebenarnya seperti anak yang lahir premature, seharusnya belum saatnya aku lahir, tetapi aku lahir, aku mendapatkan anugerah itu. Karena aku mendapatkan anugerah itu aku bekerja lebih keras daripada semua orang.

Ada perbedaan antara teologia yang benar dan pengalaman-pengalaman rohani yang sesuai dengan teologia yang benar itu. Kita tidak pernah boleh sombong sebagai orang Reformed. Bukan semua orang yang mengerti teologia yang benar memiliki pengalaman yang sama dengan teologianya. Kita harus memiliki teologia yang benar. Kalau ada orang yang menentang atau berbicara mengenai sesuatu yang salah di dalam kekristenan, di dalam Alkitab, maka kita harus berdiri dan mengatakan itu salah. Meskipun seluruh dunia mengatakan: Engkau tidak ada cinta kasih, itu adalah urusan dia dengan Tuhan. Kita harus berbicara kebenaran dan teologia yang benar. Tetapi kita tidak boleh sombong karena teologia yang benar belum tentu memiliki pengalaman yang seturut dengan teologia itu. Adanya gap ini menghasilkan Farisi; orang-orang yang seakan-akan mengerti Alkitab tetapi tidak pernah mengalami Alkitab. Perhatikan orang-orang di dalam Alkitab yang memiliki teologia yang benar seperti Daud, Abraham, Musa, dan di dalam sejarah gereja, mereka memiliki teologia yang benar seperti Calvin, Luther, orang-orang Puritans, orang-orang tersebut pasti memiliki kehidupan doa yang hidup. Orang ini bukan orang “kering”, orang ini adalah orang yang berbicara seperti ada pelumasnya, orang ini adalah orang yang berseru. Dia bukan memiliki systematic theology yang kering, tetapi sungguh-sungguh memiliki pengalaman seturut dengan systematic theology-nya. Daud mengatakan: “Ya Tuhan datanglah segera kepadaku.” Ini adalah permohonan untuk mengalami Allah di dalam Kristus Yesus.

Bagian yang kedua (ayat 3-4) dikatakan: “Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku! Jangan condongkan hatiku kepada yang jahat untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang fasik bersama-sama dengan orang-orang yang melakukan kejahatan; dan jangan aku mengecap sedap-sedapan mereka.” Dalam dua ayat ini maka Daud memperhatikan tiga hal ini: mulut, hati, dan kesukaan hati. Pertama adalah mulut. Mulut adalah pintu keluar dari seluruh pikiran, hati dan jiwa kita. Daud meminta Allah menjaga mulutnya/lidahnya. Waktu itu dia di tengah penderitaan, Saul mengejar-ngejarnya, ingin membunuhnya. Tidak ada yang lebih sulit dari seorang korban ketidakadilan, korban penganiayaan, untuk mengekang mulutnya, dan untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah dengan rela dan diam tanpa melukai orang lain. Adalah mudah bagi kita semua untuk mengucapkan sesuatu yang berdosa di saat penderitaan itu hadir. Dari mulut kita kepada Allah, kita mungkin mengutuki atau bersungut-sungut kepada Dia. Kepada diri, kita sering mengasihani diri. Kepada orang benar, kita berkata-kata menyerang dan menyalahkan orang lain tanpa alasan. Kepada orang yang kita kasihi, kita berkata-kata begitu tajam dan merusak relasi. Kepada musuh, kita sering sekali berbicara kata-kata kotor, sumpah serapah, caci maki, dengan spirit membalas dendam. Calvin sendiri menyatakan, disiplin ilahi untuk mulut itu adalah suatu kebajikan (virtue) yang langka. Kalau berbicara berkenaan dengan mulut, maka Yakobus 3 mendedikasikan seluruh pasal tersebut berbicara mengenai mulut. Dikatakan bahwa mulut/lidah itu adalah satu-satunya bagian tubuh manusia yang tidak bisa dikekang/diikat oleh orang lain. Saudara-saudara bisa membuat seluruh tubuhnya itu ada dalam penjara tetapi mulutnya tetap berkata-kata. Yakobus juga mengatakan seseorang yang dapat menguasai lidahnya, dapat menguasai seluruh tubuhnya. Lidah itu mengarahkan seluruh kehidupan. Seperti kapal digerakkan oleh angin yang besar tetapi dikemudikan dengan satu kemudi yang kecil. Apa yang keluar dari mulut kita, akan menambah penghukuman kita sehingga Yakobus mengatakan: jangan banyak mau menjadi guru atau pengajar karena dengan banyaknya berkata-kata, engkau pasti banyak kesalahan. Alkitab juga mengatakan lidah memancarkan hati kita, apakah kita memuji Allah atau kita mengutuki manusia. Daud menyatakan: berjaga-jagalah Tuhan pada mulutku. Apa artinya? Kendalikan aku ya Tuhan, kendalikan lidahku, aku persembahkan mulutku ini kepada Roh-Mu. Aku memerlukan kuasa dari Roh-Mu yang suci untuk menjaga lidahku untuk aku tidak berdosa kepada-Mu dan kepada manusia. Ayat Alkitab mengajarkan kepada kita untuk mengendalikan lidah, kita memerlukan kuasa dari tempat yang tertinggi, kuasa dari Roh Kudus, kuasa dari Kristus. Ini bukan pengajaran moral, tetapi ini adalah pengajaran mengenai pribadi Kristus. Kenapa? Kalau saudara-saudara melihat seluruh kehidupan Kristus Yesus, Dia pergi sampai ke kayu salib, satu kunci yang ada di dalam Alkitab itu mengatakan: untuk bisa menjalani jalan salib itu, sebagai Domba Allah itu, kuncinya yaitu Dia menutup mulut-Nya. Seperti domba yang kelu (diam) dibawa ke pembantaian, demikian kata Alkitab. Tadi, ketika kita mendengarkan satu lagu yang indah, Lamb of God, saudara pasti teringat akan Yesus Kristus, Anak Domba Allah, yang dikorbankan di atas kayu salib. Tetapi Dia bisa sampai ke atas kayu salib adalah karena Dia tidak membuka mulut-Nya, demikian kata Yesaya. Ini bukan pengajaran tentang moral, tetapi ini adalah bayang-bayang dari Kristus Yesus yang dianiaya, Dia rela untuk menutup mulut-Nya. Kita adalah orang-orang berdosa, begitu banyak kesalahan yang kita buat dengan mulut kita.

Kalau masuk lebih lanjut maka bukan hanya mulut saja, Daud juga meminta untuk hatinya itu dimerdekakan. Pikirannya itu dibebaskan dari pikiran-pikiran yang jahat (evil thought). Ini sangat penting karena banyak orang tidak bisa menjaga mulutnya, tetapi juga ada orang yang kemudian bisa mengendalikannya dengan diam tetapi dalam pikirannya terus-menerus berpikir sesuatu yang jahat tentang orang lain atau tentang apapun saja. Calvin menyatakan: seseorang yang diam, tetapi pikirannya mengandung kejahatan, itu lebih jahat dari kata-kata sia-sia yang keluar dari mulut seseorang. Kelihatan dari luar dia mengalah, dia diam, tetapi sebenarnya pikirannya jahatnya luar biasa untuk membalas dendam, untuk memikirkan yang buruk dengan orang itu, untuk memikirkan bahwa dirinya adalah lebih baik dari orang itu dan menghakimi orang itu. Daud berdoa: Tuhan bebaskan aku dari hal ini. Daud mengerti untuk menjagai mulutnya dan juga menjagai hatinya dia memerlukan pertolongan dari Roh Kudus. Bagian yang kedua, dia mengatakan: Jangan condongkan hatiku kepada yang jahat untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang fasik bersama-sama dengan orang-orang yang melakukan kejahatan. Daud meminta Tuhan bukan menjagai mulut saja tetapi menjagai hatinya.

Tetapi sebelum saya menjelaskan lebih lanjut, saya akan membahas; Kenapa Daud tidak minta kepada Tuhan untuk menjagai hatinya saja langsung, bukankah apa yang keluar dari mulut itu bersumber daripada hati? Yesus Kristus sendiri mengatakan bahwa apa yang keluar dari mulut itu yang akan menajiskan, karena itu adalah hati kita dimunculkan. Kenapa mulutnya juga harus dijaga seperti hatinya dijaga oleh Tuhan? Sering sekali dalam hidup kita, kita melakukan sesuatu yang kita sendiri tidak bermaksud untuk hal itu. Hatiku maunya tidak begitu, tetapi aku mengakui aku sudah berbuat salah, aku berbuat dosa. Ada orang-orang yang mengatakan kata-kata yang menghina kepada orang lain dan merusak relasi di dalam kemarahannya, tetapi maksudnya bukan seperti itu. Kemudian dia minta maaf. Tetapi kalimat kita sudah melukai dia. Ada ilustrasi seseorang yang membawa anaknya untuk belajar sesuatu. Dia membawa paku dan palu dan kemudian mengetok paku itu ke dalam sebuah pagar kayu, lalu kemudian mencabutnya kembali. Dan kemudian ayahnya mengatakan kepada anak itu: engkau lihat, engkau bisa mencabut paku itu, tetapi lubang itu akan tetap ada untuk seterusnya. Kita tidak bisa excuse dengan hal itu. Dalam beberapa masalah di dalam dosa itu, meskipun hatinya tidak bermaksud seperti itu, tetap akibatnya fatal. Tetapi inilah manusia. Paulus mengatakan: “Aku berbuat sesuatu yang aku sendiri tidak kehendaki.” Petrus mengatakan “Engkau jangan berdosa pada waktu kebodohan itu menguasai kamu.” Itulah sebabnya Daud meminta Tuhan bukan saja menjagai hatinya tetapi menjagai mulutnya. Dia bukan saja menjagai sumber dari seluruh kejahatan itu, tetapi sarana-sarana kejahatan yang mungkin kita bisa pakai.

Daud mengatakan: “Jangan condongkan hatiku pada yang jahat.” Apa artinya? Allah tidak mungkin berbuat jahat, sehingga orang yang berjalan di dalam sesuatu yang baik lalu diarahkan secara aktif dan inisiatif oleh Allah untuk menyimpang. Kalimat ini akan bisa mudah sekali disalahmengertikan seakan-akan kita itu berjalan dalam jalan yang baik, kemudian Allah secara aktif, secara inisiatif menggeser kita sehingga kita jatuh dalam dosa. Bukan seperti itu. Lalu apa artinya? Para komentator mengatakan kalimat ini adalah senada/paralel dengan Yesus Kristus mengatakan dalam Doa Bapa Kami “Jangan membawa kami ke dalam pencobaan”. Alkitab dengan jelas menyatakan Allah tidak pernah mencobai siapapun saja. Itu artinya: Tuhan jangan berdiam diri, berikanlah kepadaku anugerah agar hatiku condong kepada selalu yang baik dan benar dan suci. Daud mengatakan: “Tuhan jangan berdiam diri. Kalau Engkau berdiam diri maka aku selalu akan condong kepada sesuatu yang jahat. Bertindaklah ya Tuhan, kasihanilah aku, bawa aku untuk menuju kepada sesuatu yang suci dan benar.” Alkitab menekankan hal ini; sejak Adam dan Hawa jatuh di dalam dosa, maka seluruh dari kita kecenderungannya adalah selalu yang jahat. Jadi saudara jangan berpikir lagi bahwa kita bisa berjalan dalam keadaan yang baik, yang suci, yang benar dengan kemampuan dan kuasa sendiri. Kalau Tuhan melepas, maka kita pasti akan melenceng, karena jalan kita itu sebenarnya selalu akan melenceng, kita selalu akan memilih sesuatu yang hina, yang berdosa. Maka doa Daud ini, meminta Tuhan untuk menghentikan kita, untuk memberikan anugerah supaya kita berjalan dalam kebenaran. Daud meminta, Engkau selama ini sudah menjadi Tuhan-ku, menjagai aku sehingga aku ini berjalan dalam kebenaran-Mu, jangan lepaskan ini sehingga aku menuju kepada yang jahat. Dalam Perjanjian Lama, ada tulisan yang sering membuat kita kebingungan, “Allah mengeraskan hati Firaun.” Kita berpikir Allah itu kejam. Bukan itu, tidak pernah ada di dalam Alkitab itu artinya Allah berinisiatif mengeraskan hati Firaun. Tetapi itu artinya, Firaun itu selalu keras hati, dan memilih sesuatu yang jahat berdasarkan kehendaknya sendiri dan Tuhan tidak memberikan anugerah untuk Firaun menyadari hal ini, jadi siapa yang bertanggungjawab untuk kekerasan hati Firaun? Adalah Firaun sendiri! Sekali lagi sama. Daud selama ini adalah miliknya Allah, Daud tahu sekali dia berjalan di dalam kebenaran karena Allah itu memegangnya, maka di dalam ayat ini Daud meminta jangan lepaskan sehingga aku menuju kepada yang jahat. Daud mengerti bahwa hatinya itu tidak lebih baik daripada Firaun. Seluruh orang di dalam Alkitab mengerti hati kita tidak lebih baik daripada Adam dan Hawa, bahkan ketika sudah menjadi orang Kristen, begitu di lepas saja, secara instinctive yang berdosa, maka kita menginginkan sesuatu yang hina. Daud tahu dia tidak lebih baik daripada semua orang jahat, dia akan memilih yang jahat, yang najis, kecuali Tuhan tetap bekerja memberikan anugerah sehingga hatinya tidak condong kepada kejahatan.

Pertama mulut, kedua hati, tetapi lebih masuk lagi, maka Daud mengatakan: “… jangan aku mengecap sedap-sedapan mereka.” Hal yang ketiga adalah kesukaan hati. Ada orang yang berbuat jahat dengan sengaja, dan hatinya jahat, setelah dia melakukan, dia menyesal, sedih, merasa dirinya buruk, merasa dirinya pantas dihukum. Tetapi ada orang, ketika dia melakukan kejahatan, dia menikmati dan ingin melakukan lagi. Ini adalah kejahatan yang paling puncak, sehingga Alkitab mengatakan: “… jangan sampai aku mengecap sedap-sedapan mereka.” Jangan aku sampai menganggap kejahatan itu sesuatu yang nikmat, Tuhan, jangan sampai keduniawian itu adalah sesuatu yang aku bisa nikmati, jangan sampai aku memiliki rasa puas seperti orang fasik. Apa rasa puas orang fasik? Yaitu mereka bisa mengecap kenikmatan dosa di tengah-tengah kesabaran Ilahi. Daud meminta sampai ke akarnya. Ada dosa-dosa yang kita lakukan, begitu kita lakukan maka saudara dan saya merasa berdosa. Tetapi yang lebih jahat daripada itu, ada dosa-dosa yang ketika kita melakukannya, kita menikmati dan menginginkannya lagi. Daud meminta Allah mengekang semuanya itu. Orang yang berbahagia, Alkitab mengatakan, adalah orang-orang yang hidupnya diintervensi, dididik dan diajar oleh Allah, yang dibatasi oleh Allah. Kita ingin selalu lebih merdeka dan bebas daripada hari kemarin dan kita selalu menginginkan unlimited. Tetapi perhatikan di dalam Alkitab, orang ini berbeda dengan dunia, dia berkata limit-kan aku Tuhan, batasi aku, jaga aku, jangan biarkan aku bebas dan liar, buat aku batasan-batasannya. Jagailah aku, mulutku, hatiku dan seluruh keinginanku. Daud menyatakan di sini bahwa untuk itu kita memerlukan pertolongan Ilahi yaitu Roh Kudus. Pulang dari tempat ini, malam hari saudara berdoa, ingatlah satu kalimat ini, “Berdoalah minta Roh Kudus mengekang kita.” Mintalah batasan-batasan dari Roh Kudus kepada kita. Saudara akan menemukan dalam Alkitab bahwa doa-doa kita berbeda sekali dengan apa yang didoakan oleh Daud. Saya sudah pernah berkhotbah berkenaan dengan “7 Doa Besar di dalam Perjanjian Lama”. Mereka meminta sesuatu yang tidak pernah kita minta, misalnya Elisa meminta kepada Tuhan, “Di mana Allahnya Elia?” Musa dan Daud meminta, “Beritahu kapan aku mati sehingga aku bisa mengekang diriku dari dosa dan aku bisa mengatur hidupku dengan hikmat-Mu.” Dalam ayat ini Daud meminta Allah, meminta Roh Kudus membatasi dia. Alkitab mengajarkan satu nilai orang yang berbahagia. Mazmur 1 adalah pintu gerbang untuk membaca keseluruhan Mazmur. Dalam Mazmur 1 ada dua jenis manusia yaitu orang benar (the righteous man) dan orang fasik (the wicked man). Dari Mazmur saudara bisa menemukan pilihan-pilihan yang dipilih oleh orang benar dan yang dipilih oleh orang fasik. Apa yang terjadi kepada orang benar dan apa yang terjadi kepada orang fasik. Bagaimana orang benar dan orang fasik menyelesaikan solusi. Dan apa yang mereka doakan. Dalam Mazmur 141, maka Daud sebagai orang benar meminta batasan, awasi aku, berjaga-jaga untuk aku, jangan condongkan hatiku, jangan biarkan aku. Dan itu adalah orang yang berbahagia.

Terakhir, ayat kelima, masuk dalam permohonan ketiga (Dalam lima ayat ini ada tiga permohonan). Daud meminta Allah mengajar dia bahkan memakai sarana orang-orang kudus. Dia mengatakan, “Biarlah orang benar memalu dan menghukum aku, itulah kasih; tetapi janganlah minyak orang fasik menghiasi kepalaku! Sungguh aku terus menerus berdoa menentang kejahatan mereka.” Daud terbuka terhadap didikan atau hajaran Tuhan, agar dia tetap bisa hidup suci, hidup benar. Saya yakin sekali, kalau saudara adalah anak Tuhan, pasti sungguh-sungguh menginginkan Tuhan mendidik saudara. Tetapi apa yang membedakan Daud dengan kita di dalam hal ini? Daud mengerti Tuhan itu bebas berdaulat memakai sarana apa saja untuk mendidik dia. Apa yang membedakan kita dengan Daud dalam hal ini? Tuhan, aku tahu aku salah, tetapi Engkau Maha Kasih, aku minta Engkau mengampuni aku. Daud tidak sampai di situ saja, kadang sebelum kasih Allah diberikan melalui hajaran Allah, maka Dia akan memakai orang-orang lain untuk menghukum, membuat sakit dalam diri Daud. Saya mau mengatakan satu kalimat yang penting, ini adalah suatu kesalahan orang-orang Injili dan terlebih muncul dalam konteks Australia. Saudara berpikir selalu bahwa hubungan kita dengan Tuhan hanya individual saja. Tuhan boleh saja menghukum aku, menghajar aku, tetapi jangan memakai orang lain melakukannya. Kita menghidupi mimpi di dalam kerohanian kita, itulah sebabnya saudara dan saya mengerti Alkitab, tetapi tidak pernah bertumbuh. Daud tidak seperti itu, dia bukan saja berdoa seperti itu, beberapa tahun kemudian, ketika dia berzinah dengan Batsyeba, Tuhan memakai Natan, itu memalukan sekali. Tetapi Daud itu berkomitmen dengan kalimat ini. “Biarlah orang benar itu menghukum, memalu aku.” Menyakitkan saudara. Bukankah ketika dia menggembalakan kawanan kambing domba Tuhan berbicara kepada Daud pribadi, sehingga dia bisa mengatakan, “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.” Bukankah ketika bertemu dengan Goliat, dia mengatakan kepada Saul, “Tuhan yang membebaskan aku dari mulut singa dan cakar beruang ini, Tuhan akan membebaskan aku dari Goliat.” Dia dealing pribadi dengan Allah, dia mengalami Allah dan Allah berbicara pribadi kepada dia. Tetapi kenapa pada waktu dia berzinah dengan Batsyeba, Allah mesti memakai Natan? Bukankah kita menginginkan Tuhan berbicara saja pribadi ketika aku sendiri/bersaat teduh? Tetapi jangan pakai orang lain menghukum dan memalu aku, aku tidak bisa terima! Tetapi Daud mengatakan tidak, kalau Engkau menghajar aku, meskipun melalui orang lain itu adalah kasih. Kita mesti belajar bagaimana hidup di dalam komunitas, komunitas orang-orang benar, di mana Allah berbicara kepada kita melalui orang-orang lain.

Doa Daud ini luar biasa, sesuatu break through dalam kehidupan kita. Dia berdoa, Tuhan batasi aku. Aku tidak minta kebebasan dan keliaran, aku minta limitasi, Tuhan. Kedua, kalau Engkau mau menghukum, memalu, menghajar aku, pakai apapun saja termasuk orang yang berbicara kepadaku, itu adalah kasih-Mu kepadaku. Luar biasa! Kita harus punya hati yang remuk untuk bisa mendengar kalimat-kalimat Daud ini. Jangan biarkan ada kesombongan muncul sedikit saja dalam hidup kita. Dan Daud tidak mau ada orang fasik itu menjunjung tinggi dia, memberikan hiburan kepada dia, setuju dengan apa yang dia kerjakan. Terkadang kita berlaku dan mengatakan kepada orang-orang yang menghajar kita bahwa engkau tidak ada cinta kasih, dan kepada orang fasik yang menghibur kita di dalam dosa kita bahwa mereka penuh kasih. Alkitab mengatakan, “Jangan sampai minyak orang fasik itu menghiasi kepalaku!” Jangan biarkan satu orang fasik pun mengangkat aku, menjunjung tinggi aku di dalam kesalahanku. Kalau saudara dan saya berdosa dan jelas kita tahu dalam hati nurani berdosa, dan ada orang lain yang menghibur kita, memberikan pengharapan-pengharapan atau kata-kata yang seakan-akan itu menghibur hati kita, saudara harus check apakah itu orang fasik atau orang benar? Alkitab bahkan mengatakan kemungkinan besar itu adalah kalimat-kalimat, nasihat dari orang yang tidak takut sama Tuhan dan tidak mengerti Dia. Malam hari ini sebelum kita tidur, doakan Mazmur 141:1-5 dalam hidup kita.


Mazmur 141
 
 

Wahyu 3 : 14-19; Yohanes 2 : 13-17.
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more