Mazmur 39

11 November 2018
Mazmur 39
Pdt. Agus Marjanto, M.Th · Mazmur 39

Mazmur 39

Hidup itu ada hal-hal yang sangat berharga. Tetapi kita jarang memikirkannya secara tuntas sampai Tuhan membawa kita kepada satu konteks kehidupan yang membuat kita sadar bahwa kita terancam. Mazmur 39 yang kita baca adalah Mazmur yang dinyatakan oleh Daud di dalam kegentaran hidup. Kita mengucap syukur karena Alkitab kita adalah Alkitab yang jujur, yang tulus dan yang terbuka. Di dalam seluruh konteks kehidupan, maka pemazmur itu menyatakan keluh kesahnya dan kesukaannya di hadapan Allah. Minggu yang lalu kita sudah membaca Mazmur 51, bagaimana penderitaannya di dalam dosa. Di dalam beberapa minggu sebelumnya, maka kita melihat bagaimana dia bersukacita di dalam Taurat Tuhan dan juga dia bersukacita dalam pengagungan raja. Pada hari ini, kita melihat bagaimana ratapannya ketika dia sakit. Apa yang terjadi pada Daud di dalam menulis Mazmur 39? Dia sakit karena dosa. Tangan Tuhan menekan dia dengan kuat. Mungkin saja keadaan ini terjadi setelah dia meratap di dalam Mazmur 51. Tetapi kalau saudara-saudara membaca dalam Mazmur 38, satu pasal sebelum Mazmur ini, maka saudara akan melihat bagaimana dia meratap di dalam kesakitan. Sehingga Mazmur 39 sangat mungkin adalah terusan dari Mazmur 38. Alkitab tidak menyatakan apa yang menjadi sakitnya, tetapi sakit ini dipikir oleh Daud mungkin membawa kepada kematian. Tetapi masalahnya belum cukup sampai di sana saja. Para musuh-musuhnya ada di hadapannya, siap untuk mengambil keuntungan dari kondisi ini dalam keadaan Daud ketika dia sakit. Pada waktu keadaan seperti inilah, Daud memeditasi hidupnya. Pikiran-pikirannya mencapai dasar fundamental di dalam hidupnya. Kita harus mengakui, sering sekali kita tidak pernah bisa berpikir dengan jernih sampai ke dasar, sampai penderitaan datang kepada kita. Kadang manusia harus diberi kesulitan agar dapat berpikir. Salah satu kata di dalam bahasa Inggris untuk berpikir adalah muse. Kita diminta oleh Alkitab untuk kita terus berpikir, terus merenungkan, terus memeditasi. Tetapi Alkitab mengatakan manusia adalah orang-orang bodoh, mereka tidak mau untuk berpikir. Lihatlah di jalanan, saudara-saudara akan mendapatkan papan advertising amusement. “A” di dalam bahasa Inggris adalah tidak, itu artinya bahwa tidak usah berpikir, masuklah ke tempat itu, jangan berpikir dan kamu akan mendapatkan kesenangan. Tetapi Alkitab mengatakan orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang bodoh. Mazmur 39 menegur kebodohan manusia yang tidak mau berpikir akan hidupnya. Di dalam kesulitan yang besar, di dalam kegentaran hampir mati, maka Daud mengajar kepada kita apa yang sebenarnya harus kita pikirkan. Dia mengajarkan kepada kita untuk mengerti siapa manusia dan apa sesungguhnya yang menjadi milik kita. Di dalam keadaan yang sakit, dia hampir mati, dia berkeluh kesah. Saudara-saudara, Daud kemungkinan besar tidak jadi mati setelah dalam hal ini. Tetapi orang-orang sucinya Tuhan di dalam seluruh konteks kehidupan yang dipakai, membuat konteks itu bergaul intens dengan Tuhan dan menemukan mutiara-mutiara di dalam kehidupannya. Hal yang sama adalah mungkin seperti Richard Baxter, seorang Puritan dan dia ketika itu pergi ke satu kota, hanya membawa Alkitab dan tiba-tiba di sana dia sakit keras, berpikir sebentar lagi dia mati. Kemudian dia merenungkan bagian-bagian Alkitab mengenai Surga dan Tuhan begitu sangat memberikan anugerah kepada dia mendapatkan kristalisasi kehidupan, sehingga muncullah satu buku yaitu The Saints’ Everlasting Rest. Buku itu menjadi berkat yang besar sekali kepada orang-orang di dalam penderitaan. Hal yang sama terjadi pada Daud. Orang-orang sucinya Tuhan, di dalam seluruh konteks kehidupannya akan bergaul intim dengan Tuhan. Dia tidak mengasihani dirinya, tetapi dia membawa seluruh keluh kesahnya kepada Allah. Di situlah dia mendapatkan kebebasannya, di situlah dia mendapatkan apa arti kemuliaan sebagai seorang manusia.

Di dalam Mazmur 39, di dalam keadaan yang sakit parah, Daud berkeluh kesah. Dia berusaha pertama-tama untuk menahan mulutnya karena ada orang-orang fasik di depannya, perhatikan di ayat 2. Di tengah-tengah kesulitan sekali karena dia menanggung hajaran Tuhan, dia tidak mau membuka mulutnya. Ada pelajaran yang sangat penting di dalam hal ini. Hal yang pertama adalah, lebih baik diam, terutama di depan orang fasik ketika kita sedang berada di dalam pergumulan atau penderitaan. Orang fasik itu akan dapat mengambil kalimat-kalimat kita dan menghina Tuhan yang kita sembah. Hal yang kedua adalah sebenarnya Alkitab menyatakan, kita diperbolehkan men-share-kan pergumulan kita kepada orang-orang benar. Alkitab mengatakan salinglah engkau menanggung bebanmu. Persekutuan di dalam gereja seperti ini dimaksudkan hal-hal seperti ini. Tetapi biarlah kita jangan terlalu kuatir sampai akhirnya kita menceritakan pergumulan kita pada orang lain sambil berharap kepada manusia, di situlah dosanya. Pengharapan Daud adalah hanya kepada Tuhan. Dia tahu bahwa Tuhan-lah yang dapat menyelesaikannya. Manusia tidak mungkin menyelesaikan masalahnya. Kesulitan-kesulitan air mata terdalam di dalam hidup kita, pengharapan kita, biarlah diletakkan hanya kepada Tuhan. Manusia tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah hidupnya. Yang paling bisa mengetahui seluruh masalah hidup kita adalah pribadi Allah itu sendiri. Di tengah kesakitannya yang besar, Daud kemudian menutup mulutnya karena ada orang fasik di depan dia. Tetapi pada satu titik, dia sudah tidak sanggup lagi, setiap dari masalah harus dikeluarkan, harus dinyatakan, tetapi ini bukan sekedar keluh kesah, ini adalah tangisan karena mengerti manusia sebenarnya apa. Dia masuk ke dalam tempat kesendiriannya, sesuatu tempat rahasia bersama dengan Tuhan saja dan kemudian dia berkeluh kesah dan dia berkata, aku sia-sia.

Ada dua bagian Alkitab di tempat ini yang sangat penting. Saudara perhatikan baik-baik Mazmur 39:6 dan 12. Penegasan dua kali bahwa manusia, setiap manusia adalah kesia-siaan belaka. Keduanya diakhiri dengan kata ‘sela’. Kata ‘sela’ ini muncul banyak kali di dalam Mazmur dan ini artinya adalah pause, berhenti sejenak, untuk merenung dan berpikir. Daud mengajak kita untuk berpikir siapakah kita, apa yang kita dapatkan, apa yang menjadi milik kita dan Daud kemudian mengatakan, sia-sia. Tepat seperti yang dikotbahkan oleh Salomo. Kesia-siaan demi kesia-siaan. Kenapa manusia itu sia-sia? Adalah karena 2 hal yang besar ini.Yang pertama adalah, kita manusia adalah sia-sia karena hidup ini singkat dan digabung dengan kekosongan ketiadaan arti. Hidup ini singkat dan kosong, dan tidak ada arti. Lihat di dalam Mazmur 39:5-6. Di dalam dua ayat ini Daud menggambarkannya dengan menuliskan di dalam tulisan ini, elemen-elemen cepat, kosong, sia-sia. Orang-orang kudusnya Tuhan akan memiliki pengenalan-pengenalan akan hidup yang sama. Mereka bisa memiliki rentang waktu ratusan tahun bahkan ribuan tahun tidak saling mengenal. Mereka tidak pernah berbicara satu dengan yang lain, tetapi kalau saudara melihat tulisan-tulisan mereka, saudara akan menemukan mereka bergumul dengan hal yang sama dan mereka menemukan hal-hal kebenaran yang sama. Misalnya saja saudara melihat di dalam Yakobus 4:13-16 dikatakan bahwa hidup manusia itu cepat, kosong dan sia-sia. Hidup itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap. Beberapa ribu tahun sebelumnya, Musa juga mengatakan hal yang sama di dalam Mazmur 90: 5, 6, dan 10. Itulah sebabnya Daud itu mengatakan seperti ini, “Beritahu batas umurku, ya Tuhan.” Saudara-saudara, tentu Tuhan tidak akan memberikan kepada siapapun saja pengertian kapan kita mati. Tetapi yang Daud minta kepada Tuhan adalah sesuatu kepekaan, awareness, sense yang kuat akan bahwa hidup itu singkat. Menyadari bahwa kita berada di dalam akhir jamannya kita – eschatology. Sungguh ini adalah hal-hal yang kita mesti minta kepada Tuhan untuk mengirimkan Roh Kudus-Nya membawa Firman seperti ini masuk ke dalam hati kita. Hanya sedikit orang-orang di dalam dunia ini yang selalu menyadari hidup di dalam eschatological moment.

Kalau saudara-saudara melihat di dalam Alkitab, saudara akan menemukan empat orang ini yang berbicara mengenai eschatological moment di dalam hidup. Keempat orang ini akan memberikan kepada kita hikmat bagaimana untuk merespons terhadap hal ini. Empat orang ini adalah: (1) Daud. Di dalam Mazmur 39, dia mau tahu kapan dia mati, dia mau tahu untuk bicara berkenaan dengan akhir jamannya dia untuk dia membatasi dosa. Orang yang menyadari bahwa hidup itu tidak lama lagi, tidak akan bermain-main dengan dosa. (2) Musa. Di dalam Mazmur 90, “Beritahu kepadaku apa batas umurku, ya Tuhan untuk aku memperoleh hati yang bijaksana.” Hanya orang yang mengerti, bukan saja mengerti secara intellect, menyadari bahwa hidup itu sangat terbatas, maka dia akan mengaturnya baik-baik. Dia tidak akan membuang waktunya. (3) Yakobus. Dikatakan bahwa hidup itu seperti uap, sangat singkat. Kemudian Yakobus mengatakan, itulah sebabnya engkau tidak boleh memegahkan diri dalam congkakmu. Semua kemegahan yang demikian adalah salah. Kita itu menghadapi sesuatu yang tidak pasti di depan untuk diri kita sendiri. (4) Paulus. Di dalam 1 Korintus 7, Paulus menyatakan bahwa engkau dan saya harus sadar ini adalah waktu yang terakhir. Lalu kemudian kalau kita tanya kepada Paulus, apa yang harus saya berespons kepada hal ini, maka Paulus mengatakan, jangan berpikir lain, fokuskan dirimu kepada Allah saja. Saudara perhatikan empat orang ini dipakai oleh Tuhan untuk memperingatkan kita. Daud membuat kita takut untuk berdosa. Musa membuat kita untuk memiliki hikmat untuk mengatur hidup. Yakobus membuat kita untuk tidak sombong dalam hidup. Dan Paulus membuat kita berfokus dalam hidup. Hidup yang singkat, hidup yang cepat membuat kita harus menyadari hal ini.

Satu hal yang saya sarankan adalah saudara membaca buku dari Pak Stephen Tong berkenaan dengan waktu dan hikmat. Apa yang dikotbahkan oleh Pak Tong selalu merupakan elemen-elemen yang penting di dalam kehidupan gereja maupun kehidupan kita pribadi. Bukan saja sesuatu yang relevan, sesuatu yang titik tepat fokusnya. Ada ribuan, bahkan jutaan daripada topik yang bisa dikotbahkan, tetapi kalau saudara-saudara melihat apa yang dikerjakan dan dikatakan oleh hamba-Nya, dia mengatakan hal-hal yang fundamental di dalam hidup. Salah satunya adalah waktu, theology of time. Pendeta Stephen Tong sendiri adalah orang yang memiliki satu filosofi yaitu squeeze-ism, hidup yang diperas. Tidak santai, tidak malas, tidak menikmati dunia, tetapi kerja keras bagi Tuhan. Hidup ini tidak pasti dan tidak bisa kita pegang. Kita tidak siap untuk hal-hal eschatology itu. Kapan terjadi kepada kita, tidak ada yang tahu. Kapan orang mati, tidak ada yang tahu. Tetapi yang jelas adalah kita semua manusia harus mempersiapkan diri untuk hari itu meskipun kita tidak pernah siap. Alkitab mengajarkan bagaimana kita mempersiapkan diri, yaitu mengisi hari-hari kita bekerja keras untuk Tuhan. Bukan menikmati dunia ini, tetapi menikmati hidup ini dengan mendedikasikannya untuk Allah saja.

William Jenkins, orang Puritan mengatakan salah satu hikmat tertinggi dari manusia adalah jika dia bisa memanfaatkan waktu. Dan kemudian dia mengatakan, “Hai jemaatku, apakah engkau tetap akan menganggur dan bermalas-malasan ketika waktu itu mendesak engkau ke kuburan?” Kita tahu semua bahwa waktu hidup kita makin berkurang bukan bertambah. Itulah sebabnya Alkitab mengatakan redeem your time. Kalau saudara-saudara melihat di dalam tulisan Pak Tong tentang hikmat dan waktu, maka dia mengatakan ada beberapa orang memiliki cara untuk menghitung waktu. Dan orang yang bodoh adalah seperti anak kecil. Menghitung waktu dengan cara bertambah. Selalu menginginkan kapan berulang tahun lagi. Tetapi kita yang orang-orang tua sudah tidak menginginkan cepat-cepat ulang tahun lagi bukan? Orang yang lebih bijaksana adalah orang dewasa. Setiap waktu yang kita jalani itu adalah berkurang. Minggu yang lalu kita bertemu di sini, minggu sekarang di sini kita sudah berkurang satu minggu. Ini adalah cara dari orang yang lebih bijaksana untuk menghitung waktu. Tetapi orang yang berhikmat adalah dengan mengalikannya. Jadi di dalam satu waktu, misalnya saja dua tahun, ada orang yang datang ke Sydney hanya untuk belajar. Tetapi ada orang lain yang datang ke Sydney belajar dan kemudian aktif di gereja. Tetapi ada orang ketiga datang ke Sydney itu belajar, aktif di gereja dan kemudian dia bisa menjangkau orang-orang lain. Sama-sama dua tahun. Tetapi tiga orang ini berbeda di dalam kehidupan kualitas life-nya. Kitab Efesus menyatakan hari-hari ini adalah hari-hari yang jahat, maka engkau dan saya harus menebus hidup kita. Yang sudah berlalu tidak bisa kita kembalikan. Tetapi yang di depan ini kita bisa isi menjadi sesuatu yang lebih berarti.

Hal yang kedua, kalau kita tanya kepada Daud, mengapa engkau mengatakan setiap manusia adalah kesia-siaan? Maka Daud mengatakan, “Karena hidupku harus menghadapi hajaran Tuhan akan dosa. Karena perlakuan Allah yang keras terhadap dosaku.” Ini adalah yang membuat para nabi menangis. Ini menyakitkan, ini menakutkan. Ayub, Musa, Daud menangis untuk hal ini. Daud mengatakan, “Engkau menghajar aku ya Tuhan. Engkau memukul aku ya Tuhan. Engkau meremukkan aku dengan serangan tangan-Mu. Engkau menghajar aku karena kesalahanku dan menghancurkan keelokanku seperti gegat.” Di dalam bahasa aslinya adalah secara perlahan tetapi pasti Engkau itu menghabisi aku. Di dalam ayat 6 dia berteriak manusia itu sia-sia karena hidupnya singkat. Di dalam ayat 12, dia menangis, manusia itu sia-sia karena dihajar oleh Engkau karena dosanya. Engkau memukul aku. Engkau meremukkan aku. Tangan-Mu menyerang aku. Engkau menghajar aku. Dan kemudian dia mengatakan Sela. Diam. Pikirkan itu manusia. Di tengah penderitaannya dan sakitnya, ini adalah pergumulan-pergumulan yang akan muncul di dalam hidup kita ketika kita itu berada di dalam sakit penyakit dan hampir mati. Saudara bisa bayangkan jikalau seseorang hari ini dikatakan engkau divonis kanker dan di dalam enam bulan lagi engkau akan mati. Apa yang ada di dalam pikiran dia? Mazmur 39. Ini adalah Mazmur di dalam kegelapan, Mazmur yang menggentarkan, Mazmur yang menakutkan. Kita jarang sekali merasa diri sia-sia sampai hal-hal ini terjadi di dalam hidup kita. Tetapi pada pagi hari ini, Firman Tuhan menegaskan kepada kita, kiranya Roh Kudus mengajarkan kepada kita bahkan sebelum hal-hal itu terjadi kepada kita. Berbahagialah orang-orang yang mendapatkan kebenaran ini sebelum hari-hari kegelapan itu tiba. Dan mintalah kiranya Firman itu ada di dalam hidup kita dan berbuah banyak.

Daud mengatakan sia-sia, karena aku harus menghadapi hajaran Tuhan akan dosa. Karena pelakuan Allah itu keras sekali terhadap dosa kepadaku. Musa mengatakan hal yang sama di dalam Mazmur 90:7-11. Apa yang ditakuti oleh Musa dalam hidupnya? Allah itu murka kepada dia. Sungguh-sungguh ini adalah sesuatu hal yang paling esensi di dalam hidup Musa. Dua hal yang sama saudara lihat pada Daud dan Musa. Yang pertama adalah hidup itu cepat dan hidup yang ada sekarang itu dimurkai oleh Dia. Ayub mengutarakan hal yang tepat sama dengan Daud dan Musa. Lihat Ayub 7:17-21 dan saudara-saudara bisa melihat bagaimana jeritan Ayub adalah sama dengan Daud dan Musa. Saudara akan melihat bagaimana kalimat-kalimatnya menusuk hati kita. “Siapakah aku ini ya Tuhan sehingga Engkau memperhatikan aku?” Memperhatikan aku itu bukan dalam arti kata memperhatikan untuk berbuat baik tetapi melihat, menghitung seluruh kesalahan kita. “Kalau aku berdosa, apa yang bisa aku lakukan pada-Mu, mengubah apa pada-Mu Tuhan? Tetapi Engkau melihat aku. Engkau tidak menghapuskan kesalahanku. Engkau menjadikan aku sasaran-Mu. Dan sekarang aku akan terbaring dalam debu. Dan Engkau mencari aku, tetapi aku tidak akan ada lagi Tuhan.” Luar biasa dia tepat sekali bergumul. Dan Daud menyatakan hal yang sama. Di dalam ayat yang terakhir, ayat yang ke-14 dia mengatakan, “Alihkanlah pandangan-Mu dari padaku, supaya aku bersukacita sebelum aku pergi dan tidak ada lagi!” Dua hal ini, singkatnya hidup di dalam kehampaan tidak ada arti dan hajaran Tuhan terhadap dosa membuat orang suci-Nya Tuhan itu menangis.

Ayat 13 Daud mengatakan, “Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku menumpang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku.” Di dalam bahasa aslinya terjemahannya adalah alien and stranger. Sebab aku itu alien and stranger di hadapan-Mu sama seperti seluruh nenek moyangku. Ini menyentuh sampai hati yang terdalam dari hatinya Daud. Suatu hari Allah datang kepada Abraham menjanjikan tanah yang luas untuk dia dan keturunannya. Seluruh tanah Israel dan itu adalah dari batas Mesir sampai ke sungai Efrat yang jauh itu. Tetapi kalau saudara-saudara melihat di dalam kehidupan Abraham, kenyataannya waktu itu sampai Abraham mati, Abraham tidak mendapatkan satu bagian pun. Dengan satu pengecualian, yaitu ketika isterinya Sara itu mati, dia mencari kuburan untuk isterinya, dan Abraham pergi ke tempat Bani Het. Dan di dalam Kejadian 23:4, Abraham mengatakan demikian, “Aku ini orang asing dan pendatang di antara kamu; berikanlah kiranya kuburan milik kepadaku di tanah kamu ini, supaya kiranya aku dapat mengantarkan dan menguburkan isteriku yang mati itu.” Perhatikan kata yang sama. Alien and stranger. Abraham tidak memiliki apapun saja yang Tuhan janjikan. Satu petak tanah pun tidak sampai dia mati. Satu-satunya yang dia miliki adalah dengan uangnya sendiri adalah kuburan isterinya. Dan kuburan isterinya bukan tanah miliknya. Konsep di dalam Alkitab dengan jelas menyatakan, orang-orang suci-Nya Tuhan itu adalah pilgrim, perantau, pendatang, alien, di muka bumi ini. Kita bukan milik dunia ini. Kita tidak memiliki satu hak pun di dalam dunia ini. Bapa-bapa iman kita di dalam Ibrani 11:13 menyatakan bahwa mereka semua mati sebagai orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, hanya dari jauh melambai-lambai karena mereka itu sadar di dunia ini sekarang, mereka ini orang asing dan pendatang, alien dan stranger. Mereka tidak mendapatkan hak apapun saja di dunia ini. Apa yang menjadi penderitaan terdalam dan membuat Daud menangis tersedu-sedu? Dia mengatakan aku itu alien dan stranger di hadapan-Mu Tuhan. Aku ini bukan siapa-siapa-Mu. Aku tidak memiliki apapun saja yang Engkau ada. Aku tidak memiliki dunia ini. Aku ini alien dan stranger di tengah-tengah dunia ini. Tetapi aku juga tidak memiliki apa yang Engkau miliki karena aku adalah alien dan stranger di hadapan-Mu. Aku ini sia-sia Tuhan. Dengarlah teriakku Tuhan. Jangan berdiam diri kepadaku. Kepada-Mu aku berharap Tuhan. Lepaskan aku dari seluruh pelanggaranku. Alihkanlah pandangan-Mu dari padaku, supaya aku bersukacita sebelum aku pergi dan tidak ada lagi. Apa artinya alihkan pandangan-Mu ya Tuhan sebelum aku pergi dan tidak ada lagi? Jangan murka kepadaku Tuhan. Ambil aku menjadi milik-Mu. Jadikan aku berbagian dalam hidup-Mu. Biarlah aku boleh mendapatkan warisan yang ada di dalam diri-Mu. Aku tahu aku adalah alien and stranger. Tetapi di dalam Firman-Mu, biarlah aku menjadi pendatang yang selama-lamanya berlindung di dalam naungan sayap-Mu. Jangan murka kepadaku. Alihkan pandangan-Mu Tuhan. Ambil aku menjadi milik-Mu sehingga aku boleh berbagian di dalam Engkau. Aku sudah tidak memiliki dunia ini. Engkau yang menentukannya padaku. Tetapi jikalau aku tidak memiliki Engkau, aku ini hancur Tuhan.

Beribu-ribu tahun kemudian, Allah menjawab doa Daud. Mata Allah yang suci yang mau meremukkan Daud itu, dan Allah melihat teriakannya, air matanya, “Alihkan pandangan-Mu, Tuhan.” Ini adalah satu teriakan untuk mendapatkan pendamaian dengan Tuhan sebelum dia mati. Maka kemudian ribuan tahun setelah itu, Allah menjawab doa Daud. Semua kemarahan-Nya harus tetap dijalankan. Dan seluruh tatapan mata-Nya yang marah dan murka itu yang harusnya datang kepada Daud, Daud itu berkata alihkan pandangan-Mu, jangan ke sini Tuhan, murka-Mu jangan ke sini, alihkan. Imannya melihat ribuan tahun ke depan, ada satu pribadi di mana pribadi itu akan diremukkan, karena dosa-dosa kita. Dan Allah tidak mengalihkan pandangan-Nya. Dengan murka-Nya Dia melihat pribadi itu, seluruh dosa kita ditanggung oleh Pribadi itu. Dan kemudian Dia menghamburkan tinju-Nya, menghancurkan Dia di atas kayu salib, dan itulah Yesus Kristus, Juruselamat Abraham, Daud dan juga Musa. Menjadikan hidup Daud itu tidak lagi sia-sia. Menjadikan hidup Daud itu berarti. Menjadikan hidup Daud itu dimiliki sepenuhnya oleh Allah. Menjadikan Daud itu boleh mengatakan bagianku warisanku adalah Engkau sendiri ya Tuhan. Dan demikianlah yang terjadi pada orang-orang suci-Nya Tuhan sepanjang masa. Dan bukan itu saja Paulus bahkan mengatakan di dalam Kristus semua yang kita kerjakan itu tidak akan sia-sia. Seluruh hidup Paulus itu kemudian ditebus. Waktu-waktunya itu kemudian menjadi bernilai karena dia mengerjakan seluruh waktunya adalah untuk melayani Tuhan dan hidup bagi kemuliaan Tuhan saja. Dan inilah yang menjadi pengharapan dari seluruh bagian terdalam teriakan hidup manusia sia-sia. Alihkan pandangan-Mu dari padaku ya Tuhan dan biarlah aku boleh bersukacita dan tersenyum lagi. Tadinya dia berteriak di dalam tangisannya yang dalam, dan Allah memberikan jawaban kepada dia, memberikan anugerah dan kasih sayang-Nya, menjadikan dia sukacita dan bisa tersenyum kembali, mendapatkan pendamaian dengan Allah di tengah-tengah hidupnya saat ini sebelum dia mati. Dan setelah itu dia melayani Tuhan lebih lagi. Kiranya firman ini boleh sungguh-sungguh membawa kita untuk boleh semakin melayani Tuhan.


Matius 6:9-10
 
 

Mazmur 32:1-6
GRII Sydney

GRII didirikan di atas dasar Pengakuan Iman Reformed Injili dengan tujuan menegakkan satu gereja yang berbasiskan teologi Reformed, dengan mimbar yang menyampaikan khotbah ekspositoris, read more